ACEHTREND.COM,Banda Aceh- Hasil temuan Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) dari publikasi Data Kemiskinan dan Ketimpangan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia tahun 2017 yang dirilis oleh BPS RI pada awal tahun 2018 menunjukkan bahwa; dari 23 kab/kota di Aceh, Kabupaten Aceh Singkil menempati urutan pertama kabupaten/kota termiskin se Aceh, yaitu; mencapai 22,11 persen, selanjutnya Gayo Lues 21,97 persen, Pidie Jaya 21,82 persen, Pidie 21,43 persen, dan Bener Meriah 21,14 persen.
Catatan IDeAS yang dikirim pada Jumat (17/8/2018), selama periode 2016-2017, amatan kami ada 17 kabupaten/kota di Aceh yang mengalami kenaikan angka kemiskinan, termasuk kota Banda Aceh. Data tersebut merupakan data ter-update yang dipublikasi di situs resmi BPS Pusat.
Direktur IDeAS Munzami Hs mengatakan peningkatan persentase angka kemiskinan di 17 kab/kota di Aceh tersebut menunjukkan bahwa prioritas anggaran pembangunan dalam APBA maupun APBK belum berorientasi pada sektor pemberdayaan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.
“IDeAS selalu mengingatkan pemerintah bahwa kondisi kemiskinan di seluruh kab/kota harus menjadi PR bersama bagi Pemerintah Aceh dan seluruh Pemkab/Pemkot. Saat ini, rata-rata pemerintahan di Aceh hasil Pilkada Februari 2017 lalu sudah berusia satu tahun. Tahun ini masuk tahun ke-dua, kami mengimbau seluruh pemerintahan di Aceh agar RKA APBA 2019 maupun APBK 2019 mendatang, harus ada Master Plan yang jelas mengenai kebijakan riil dari alokasi anggaran yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, terutama untuk menurunkan angka kemiskinan di Aceh,” ujar Munzami.
Dalam rilis itu, Munzami juga mengimbau agar seluruh elemen masyarakat untuk mengawal kinerja dan tata kelola pemerintahan, terutama mengawal kebijakan tata kelola anggaran, tidak hanya APBA saja, namun APBK kab/kota di Aceh juga harus dikawal agar tepat sasaran dan meminimalisir terjadinya penyimpangan atau praktik korupsi yang hingga saat ini masih marak terjadi di Aceh.
“Pos anggaran untuk pemberdayaan ekonomi rakyat dan pengentasan kemiskinan wajib diprioritaskan. Jangan yang diurus setiap tahun hanya pembangunan infrastruktur, mulai dari provinsi sampai ke tingkat desa,” katanya.
IDeAS juga menyorot alokasi untuk anggaran belanja pegawai/aparatur. Di Aceh, belanja untuk aparatur masih sangat tinggi, setiap tahun APBA maupun APBK hanya sebagai instrumen untuk mensejahterakan pegawai dan untuk belanja non-pembangunan lainnya. Belanja pegawai dalam APBA kita misalnya, itu 2 kali dari belanja APBD Provinsi NTB.
Perlu diingat bahwa APBA kita ditopang oleh 60 persen Dana Otsus, kalau Dana Otsus tersebut habis hanya untuk memenuhi kebutuhan birokrasi setiap tahunnya, maka omong kosong adanya peningkatan kesejahteraan bagi rakyat Aceh. (Rilis)