ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Pengurus Kaum Alaidin merupakan keturunan Sultan Aceh terakhir yang pernah dibentuk pada tahun 1984. Setelah 34 tahun vakum perkumpulan ini kembali membentuk kepengurusan baru sebagai wujud kontribusi nyata bagi Aceh.
Hal itu disampaikan Khatibul Muluk Tuwanku Muntazar, kepada wartawan usai prosesi peusijuek pengurus baru di Taman Budaya Aceh pada Minggu malam (22/09/2018).
“Dengan dilakukannya peusijuek pengurus baru, maka kita sudah mewujudkan kembali yang sudah 34 tahun lalu, pengurus ini sudah vakum sangat lama, terakhir kali terbentuk tahun 1984, yang menjadi dasar dibentuk kembali kepengurusan karena kita merasakan seperti kehilangan jejak keluarga, kita tidak tau di mana keluarga kita ini,” kata Tuwanku Muntazar.
Menurut Muntazar, tujuan membentuk kepengurusan kaum Alaidin periode 2018-2022, untuk membangun kembali silaturahmi antara sesama kaum Alaidin, sehingga ke depan dengan adanya kepenguruan baru kaum Alaidin bisa membangun Aceh yang lebih baik.
“kita ada masing-masing departemen, mereka akan duduk pakat kembali untuk membicarakan, apa saja yang akan dilakukan ke depan, ke depan kita tidak bicara muluk-muluk, apa yang memungkinkan untuk dilakukan dalam jangka pendek, akan segera dilakukan,” katanya.
Setelah itu, sambung Muntazar, pihaknya akan menyusun program jangka menengah dan jangka panjang, karena ini kepengurusan baru, sehingga tidak perlu membangun sesuatu yang di luar kemampuan. Departemen Nasab Budaya juga akan mendata kembali semua keturunan Sultan Aceh, termasuk makam Sultan Alaidin Muhammad Daud Syah yang dinilai sangat memprihatinkan di Jakarta.
“Alhamdulillah malam ini sudah kumpul kembali dalam silaturahmi, saya kira keluarga Alaidin yang hadir malam ini sudah 80 persen, yang diundang dari seluruh Aceh dan Jakarta, kaum Alaidin ini bukan hanya milik kami, tapi juga bagian dari masyarakat Aceh, mari bersama sama saling bahu membahu membangun Aceh yang lebih baik,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini banyak orang yang muncul untuk membuat pengakuan mendeklarasikan diri sebagai keturunan Sultan.
“Tentu setiap orang punya hak, tapi selama tidak mengaitkan dengan nasab Aceh Darussalam, tidak menjadi tanggung jawab kami,” kata Muntazar.
Amatan aceHTren, prosesi peusijuk dilakukan oleh beberapa keturunan tertua yang masih ada, serta dilakukan oleh Abi Lampisang yang diakhiri dengan doa. Terlihat juga panggung acara dilengkapi dengan peran para pengawal yang dilengkapi dengan pakaian prajurit kerajaan tanpa alas kaki serta memegang tombak.[]
Editor : Ihan Nurdin