ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA) melarang pelibatan anak dalam kegiatan kampanye dan aktivitas politik lainnya. Wakil Ketua KPPA Ayu Ningsih mengatakan, merujuk pada UU No 23 tahun 2002 pasal 15 dan 76 H, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak secara eksplisit melarang pelibatan anak dalam aktivitas politik.
Pasal 15 UU perlindungan anak menyebutkan “anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik”. Pasal 76 H menyebutkan “setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa”.
“Pada pasal 87 disebutkan para kandidat, parpol dan orang tua yang melibatkan anak dalam aktivitas politik dapat terancam hukuman pidana lima tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp100 juta,” kata Ayu Ningsih melalui keterangan tertulis yang diterima aceHTrend, Minggu (23/09/2018).
KPPA menilai, kampanye terbuka partai politik tahun 2018 sarat potensi pelanggaran. Khususnya pelibatan dan penyalahgunaan anak dalam kampanye terbuka dan tertutup partai politik. Dampak negatif pelibatan anak dalam aktivitas politik menurut Ayu salah satunya karena masih lemahnya kemampuan anak dalam menyaring informasi dan merespons perbedaan sikap.
“Dampaknya bisa terjadi bullying, kekerasan ketika sesama anak beda pendapat, apalagi kampanye melalui media sosial itu akan memengaruhi anak kalau isinya hoax, kampanye hitam, fitnah, intimidasi, dan provokasi terhadap anak untuk membenci calon peserta pemilu yang lain.”
Untuk meminimalisir pelibatan anak dalam kampanye, KPPAA membuka posko pengaduan terhadap kampanye yang melibatkan anak di bawah umur. Selain itu KPPAA juga akan melakukan pengawasan melalui pemantauan media baik media cetak, daring maupun media elektronik, monitoring serta investigasi lapangan.
Pihaknya juga mengimbau agar penyelenggara dan peserta pemilu bisa menghadirkan kampanye yang ramah anak dan dapat memasukkan isu-isu perlindungan anak dalam visi misi parpol dan kampanye. Sehingga masyarakat dapat melihat sejauh mana parpol berkomitmen terhadap isu perlindungan anak dan pembangunan yang ramah anak.
Peserta pemilu juga diminta agar tidak mengunakan modus-modus seperti mobilisasi anak, membawa dan menggunakan anak untuk memakai dan memasang atribut-atribut parpol, termasuk mengeksploitasi kesengsaraan anak-anak dalam bentuk iklan untuk keperluan parpol tertentu.
“Orang tua dan guru juga harus menjadi teladan, bukan mewariskan gaya berpolitik yang keliru kepada anak-anaknya, terutama untuk pilihan politik yang berbeda.”
Pelibatan anak dalam kampanye politik dinilai bukan hanya melanggar UU perlindungan anak, tapi juga dapat meningkatkan potensi anak-anak jadi korban kekerasan fisik ataupun psikis. Politisasi anak juga dapat menyebabkan tercabutnya beberapa hak anak seperti hak untuk bermain, bersekolah, dan mengisi waktu luang yang dimilikinya.
“Pendidikan politik yang baik ialah menyiapkan anak-anak agar kelak dapat berpartisipasi dengan matang di ranah-ranah politik dan menjadikan demokrasi di Indonesia menjadi lebih baik dan berkualitas. Proses demokrasi ini bisa memberikan contoh-contoh yang baik tentang cara berdemokrasi, termasuk kampanye yang ramah anak.
“KPPAA mengharapkan agar penyelenggara pemilu dari pusat hingga daerah dapat bertindak tegas dan memberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada peserta pemilu yang melibatkan anak dalam aktivitas kampanye,” ujar Ayu.[]
Komentar