ACEHTREND.COM, MATARAM – Dua bulan pascagempa Lombok, Nusa Tenggara Barat yang terjadi pada 29 Juli 2018 lalu, sebagian pengungsi di Kecamatan Bayan, Lombok Utara mulai kembali ke rumah masing-masing.
Namun mereka mendirikan tenda darurat sebagai hunian sementara. Ada sebagian rumah warga yang tidak rusak, tapi warga belum berani menempatinya karena masih trauma. Apalagi sampai saat ini masih terjadi gempa walaupun intensitasnya mulai berkurang.
“Hampir 80 persen rumah warga di Kecamatan Bayan rusak berat ,” kata relawan Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Aceh di Lombok, Mulya, kepada wartawan di Mataram, Senin (25/09/2018).
Mulya mengatakan, kembalinya para pengungsi ke rumah masing-masing dikarenakan sebagian besar mereka merupakan peternak. Mereka khawatir ternaknya akan terbengkalai dan tidak mungkin ikut dibawa ke lokasi pengungsian.
Kecamatan Bayan terdiri atas sembilan desa, sebagian wilayahnya berada di kaki Gunung Rinjani yang sulit diakses.
“Sulit diakses karena jalan ke sana belum teraspal, ada juga yang karena jembatannya memang tidak bisa dilalui mobil sehingga untuk mengantarkan logistik kami menggunakan trail,” ujar Mulya yang sudah berada di Lombok sejak 20 Agustus 2018.
Para pengungsi di daerah ini kata Mulya, juga sangat membutuhkan fasilitas air bersih. Kondisi wilayah yang berada di dataran tinggi membuat warga harus mengambil air di sungai yang jarak terdekatnya mencapai satu hingga dua kilometer.
Di Kecamatan Bayan kata Mulya, terdapat sembilan posko ACT untuk mendistribusikan kebutuhan logistik bagi pengungsi. Selain Mulya, ada lima relawan MRI Aceh yang dikirim ke Lombok. Tiga di antaranya telah kembali ke Aceh. “Sekarang tinggal saya dengan relawan MRI dari Langsa, Ilham,” ujarnya.
Senior Marketing ACT NTB, Juwaini, menambahkan, sebagian warga Kecamatan Bayan yang berada di pedalaman bahkan ada yang mulai beraktivitas seperti biasa. Mereka yang berada di pedalaman kata Juwaini, secara psikologis lebih cepat pulih dalam menghadapi bencana.[]