ACEHTREND.COM, Blangpidie – Anggota DPD RI asal Aceh, Fachrul Razi menyebutkan, Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) rentan dikorupsi disebabkan beberapa faktor, di antaranya karena masih lemahnya kapasitas pemerintah Kabupaten hingga Provinsi dalam pengelolaan dana otsus.
Selain itu, penggunaan dana otsus tidak mempunyai kerangka kerja terperinci sebagai landasan dalam pembuatan kebijakan (blueprint) serta master plan dana otsus. Kemudian, kata Fachrul, faktor Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi alasan kerentanan DOKA dikorupsi.
“SDM yang kita punya kurang kapabel dalam penggunaan anggaran. Selain itu kita juga masih kurang pengawasan, Sehingga memudahkan terjadinya kerentanan korupsi,” ungkap Fachrul Razi kepada aceHTrend, Sabtu (20/10/2018) malam, sebelum mengisi diskusi publik HMI Cabang Blangpidie, Aceh Barat Daya.
Senator perwakilan Aceh itu menyebutkan, hari ini komite I DPD RI sedang melakukan pengawasan terhadap DOKA di seluruh Aceh. Sebab menurutnya, DOKA yang hanya tinggal 10 tahun lagi itu jika terus dikorupsi, dikhawatirkan DOKA yang tersisa itu juga tidak akan maksimal membangun Aceh.
“Perjuangan kita di DPD RI, terutama komite I terus berusaha untuk memperpanjang dan mempersiapkan strategi dan blueprint dana otsus jilid II, yaitu otsus lama. Selain itu kita juga akan mengawasi dan memprepentif supaya dana otsus ini tidak disalahgunakan atau tidak tepat sasaran. Sebab 10 tahun belakangan, kita sudah melihat bahwa ada 815 miliar dana otsus yang hari ini pertanggung jawabannya tidak jelas, itu belum lagi dari laporan-laporan lain,” ungkapnya.
Sebagai wakil daerah yang ada di Pusat, dirinya terus memfasilitasi agar penggunaan DOKA tahun 2019 sebesar 8,3 triliun dan tahun 2020 meningkat 2,6 triliun, dengan harapan anggaran itu dapat dimaksimalkan di Aceh sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
“Jadi saya pikir ini menjadi sebuah faktor yang harus kita lihat secara universal bahwa permasalahan itu merupakan sistemik. Maka semuanya harus kita kaji supaya kedepan tidak terjadi penyimpangan lagi,” katanya.
Maka solusinya, kata Fachrul, pemberian dana otsus untuk Aceh harus tetap berlanjut. Meskipun, sebutnya, dalam penggunaan dana otsus selama 10 tahun terakhir masih menyimpan permasalahan.
“Untuk persoalan perpanjangan otsus, DPD sudah mengundang Mendagri, Menkopolhukam, staf kepresidenan untuk hadir ke DPD. Minggu lalu kita baru saja pulang dari kantor Gubernur Aceh dalam rangka kunjungan untuk menerima masukan-masukan dan menyusun strategi Aceh, paska DOKA 2027,” jelasnya.
Dalam pertemuan itu, tambah Fachrul, salah satu rekomendasinya adalah DOKA lama. Sementara sekarang, pihaknya sedang menyusun strategi baru meskipun itu dibatasi dalam UUPA, sebab hanya 20 tahun, 15 tahun 2 persen, di satu tahun lagi satu persen.
“Nah, kita sedang melihat apakah melalui perpu atau mekanisme lain yang secara hukum KUA-PPAS berubah. Tapi melihat situasi sekarang akan rentan nantinya. Kalaupun kita ubah akan mengakibatkan banyaknya terjadi pengurangan kewenang-wenangan Aceh,” sebutnya.
Atas rekomendasi itu, lanjutnya, Pmerintah Pusat sudah memberikan sinyal positif. Namun demikian, pihak Pemerintah Pusat selalu memberikan argumentasi terkait adanya korupsi tinggi, penyalahgunaan kewenangan kekuasaan, kemudian terjadinya OTT dan lain sebagainya.
Editor: Muhajir Juli
Foto: Anggota DPD RI, Fachrul Razi, (Masrian Mizani/aceHTrend)