ACEHTREND.COM,Bireuen- Bocah perempuan berambut sebahu yang memakai baju kaos warna dark olive green, serta celana kaos dengan warna senada, berdiri di bawah sebuah gubuk yang tidak berdinding. Matanya menatap tajam ke arah pemotret, tapi ada sirat ketidakberdayaan.
Di foto yang lain, bocah itu terlihat duduk di balai-balai, masih di lokasi yang sama, di dekatnya ada boneka beruang berwarna putih, terlihat sudah lusuh. Di hadapannya sebungkus biskuit yang sudah dibuka, tapi matanya tidak melihat ke arah makanan ringan itu. Mata bocah sekira berusia lima tahun itu menatap ke arah lain, siratnya terlihat kosong.
Demikianlah foto yang diposting di sebuah akun facebook miliknya Wawan Arazan Bios yang dibagikan oleh facebooker Erna Wati, yang di dalamnya oleh seorang facebooker menandai nama saya pada Jumat malam (21/12/2018).
Ketika melihat postingan itu, Bireuen sedang diguyur hujan lebat. Otomatis pikiran saya segera menerawang ke bocah itu yang oleh si pemilik status facebook, disebut bahwa foto itu dipotret di sebuah kebun di kawasan Cot Panglima, Juli. Berarti sekitar 28 km dari tempat saya duduk sembari menyeruput kopi.
Dari keterangan yanh ditulis di postingan itu bahwa sang bocah dibawa serta berkelana oleh ayahnya asal Takengon (Aceh Tengah) Tanoh Gayo. Lelaki itu disebut dalam tulisan ini mengidap gangguan jiwa. Penampilannya kumal–demikian saya simpulkan dari foto yang dipublish. Membawa banyak bawaan yang ditaruh dalam beberapa kantong kresek ukuran besar. Lelaki itu, ketika difoto memakai topi dan baju singlet yang warnanya nyaris coklat. Tak ada keterangan lebih lanjut.
Sebuah akun facebook, di dalam kolom komentar menyebutkan, bila dia tidak salah, lelaki itu mengidap gangguan jiwa dan berasal dari Takengon. Ketika pertama berkelana, usia bocah itu masih dua tahun. Si bapak itu, tidak mau melepaskan anaknya kepada orang lain. Demikian akun itu menjelaskan.
Masihkah bocah dan ayahnya itu di kawasan Cot Panglima? Saya tidak tahu. Semua komentar yang ada berharap agar mereka berdua mendapatkan perhatian dari pemerintah. Atas alasan itu pula, saya kemudian membuat catatan kecil ini, minimal, bocah dan ayahnya itu diketahui keberadaannya oleh keluarga dan pemerintah. Tak ada niat untuk menimbulkan rasa malu, tak juga untuk mencari-cari kesalahan pemerintah.
Saya ketika menulis ini, tidak bisa tenang, pikiran saya tersita kepada bocah itu. Tapi, dalam kondisi hujan lebat, serta posisi mereka yang tidak saya ketahui secara pasti, tentu bukan pilihan bijak untuk mencari mereka di perkebunan yang sangat luas di sana. Semoga ada pihak yang segera menemukan keduanya dan memberikan bantuan, bukan sekedar membantu logistik semata, tapi juga membawa sang bocah dan ayahnya ke tempat yang lebih layak.