ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Kaum difabel mempertanyakan sejauh mana akses yang akan mereka dapatkan saat pemilu berlangsung nanti. Pertanyaan ini muncul mengingat beragamnya jenis difabel itu sendiri.
“Disabilitas itu banyak, ada yang tunanetra, tunadaksa, hingga tuna rungu. Bagaimana fasilitas untuk masing-masing ini? Seperti apa?” tanya Erlina Marlinda, dari Children and Youth Disabilities for Change (CYDC) dalam acara Ngopi Kebangsaan bertema “Perempuan dan Ketahanan Nasional” (Peran Perempuan dalam Pemilu Damai) yang dibuat Ikatan Keluarga Alumni Lemhanas di Aula RRI Banda Aceh, Sabtu (22/12/2018).
Kekhawatiran ini menurut Erlina cukup beralasan, jangan sampai suara kaum difabel disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab demi meraup jumlah suara.
Ia mencontohkan, bagi tunanetra yang mempunyai keterbatasan dalam melihat, suara mereka rentan dieksploitasi bila pendamping yang ditunjuk untuk mendampingi mereka saat hari H tidak amanah.
“Kami ingin menjadi peserta pemilu yang bebas tanpa tekanan. Ini sering terjadi dalam pemilu, suara disabilitas khususnya tunanetra rentan diplesetkan, misalnya mau pilih A tapi diarahkan memilih B,” ujarnya.
Erlina juga berharap pada difabel atau penyandang disabilitas ini bisa dimanfaatkan dalam pemilu seoptimal mungkin. Dilibatkan dalam proses pembangunan daerah. Selama ini mereka mengaku jarang dilibatkan dalam hal-hal strategis dan kurang mendapatkan informasi.
Di sisi lain kata Erlina, dari total 64 ribu jiwa kaum difabel yang ada di Aceh, hanya 11 ribu yang terdata sebagai peserta pemilu. Jumlah ini meningkat dari periode sebelumnya yang hanya 8 ribu orang.
“Saya berharap isu disabilitas jangan cuma dibahas-bahas saja, tetapi ada implementasinya. Sama-sama menyuarakan kepentingan disabilitas, pelibatannya seperti apa,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Naimah Hasan selaku host dalam acara tersebut dan mantan penyelenggara pemilu pada 2006 mengatakan, untuk disabilitas ada form khusus yang bisa diisi terkait permintaan pendamping secara khusus.
Ia juga mengatakan, pada pemilu 2006 ada TPS khusus bagi kaum difabel. Namun ia menyayangkan TPS khusus itu justru sudah tidak ada lagi dalam pemilu berikutnya.[]