ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Pemberhentian kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Sayid Fadhil pada 16 Januari 2019 Melalui Keputusan Bersama Dewan Kawasan Sabang sempat menuai polemik. Pemberhentian ini ditandatangani oleh Plt Gubernur Aceh, Walikota Sabang, dan Bupati Aceh Besar.
Terkait hal tersebut, akademisi FISIP Unsyiah, Aryos Nivada, menyatakan pada dasarnya pemberhentian Sayid Fadhil dari jabatannya selaku ketua BPKS sudah sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang menjadi Undang-Undang.
“Dalam Pasal ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2000 disebutkan pada ayat (1): Dewan Kawasan Sabang membentuk Badan Pengusahaan Kawasan Sabang yang dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang Wakil Kepala dan Anggota. Kemudian ayat (2) berbunyi: Kepala, Wakil Kepala, dan Anggota Badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Kawasan Sabang setelah mendengar pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi,” jelas Aryos melalui keterangan tertulis yang diterima aceHTrend, Selasa (22/1/2019).
Aryos menuturkan berdasarkan peraturan perundangan tersebut, kepala BPKS memang diangkat oleh Dewan Kawasan Sabang yang terdiri atas Gubernur Aceh sebagai Ketua DKS, serta Bupati Aceh Besar dan Wali Kota Sabang sebagai anggota DKS setelah mendapatkan pertimbangan dari DPRA.
“Jadi memang SK-nya harus merupakan keputusan bersama yang ditandatangani Ketua Dewan Kawasan Sabang dan Anggota. Dalam Pasal 4 Ayat (2) UU 37 Tahun 2000 disebutkan bahwa DKS diketuai oleh Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan anggota Bupati Aceh Besar dan Wali Kota Sabang. Keputusan pemberhentian itu murni keputusan DKS dalam rapat pleno,” katanya.
Aryos menambahkan, dalam hal ini DKS bersifat kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan. Sehingga wajar bila SK pemberhentian itu juga tidak hanya mencatumkan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah selaku ketua Dewan Kawasan Sabang, tetapi juga Bupati Aceh Besar Mawardy Ali dan Wali Kota Sabang Nazarudin yang masing-masing merupakan anggota Dewan Kawasan Sabang.
“Prosedur pemberhentian di mana DKS sebelumnya harus mengantongi pertimbangan DPRA, juga sudah dipenuhi melalui Surat Ketua DPRA Nomor 160/2976 tanggal 26 Desember 2018 perihal pemberian pertimbangan terhadap pemberhentian saudara Sayed Fadhil dari jabatan kepala BPKS,” katanya.
Mengenai mekanisme prosedur pemberhentian tersebut Aryos melihat DKS sudah melakukan langkah-langkah seperti teguran secara tertulis sebelum mengambil keputusan pemberhentian Sayid Fadhil.
“Plt Gubernur Aceh selaku Ketua DKS sebelumnya sudah mengirimkan Surat Nomor 515/25881 tanggal 12 Oktober 2018 Gubernur Aceh atas kinerja kepala BPKS yang dinilai rendah namun tidak menunjukkan perbaikan kinerja yang lebih baik. Kemudian rekomendasi Dewan Pengawas BPKS dengan surat Nomor 515/011 tanggal 31 Desember 2018. Telah melaporkan hasil evaluasi dan monitoring terhadap kinerja manajemen BPKS akhir tahun 2018, yaitu merekomendasikan pemberhentian Sayid Fadhil dari jabatan Kepala BPKS,” ujar Aryos.
Sedangkan terkait kewenangan pemberhentian Kepala BPKS, di mana status Nova saat ini masih sebagai Plt Gubernur Aceh, menurut Aryos harus dilihat dari beberapa aspek.
“Pertama, pemberhentian Sayid Fadhil dari kepala BPKS bukan merupakan murni keputusan Gubernur Aceh, tetapi keputusan Dewan Kawasan Sabang di mana Bupati Aceh Besar dan Wali Kota Sabang juga termasuk di dalamnya,” kata Aryos.
Kedua, harus dipahami terlebih dahulu posisi Pejabat Pelaksana Tugas (PLT) yaitu, pejabat yang menempati posisi jabatan sementara karena pejabat defenitif yang menempati jabatan tersebut berhalangan tetap atau terkena peraturan hukum.
Pada prinsipnya kata dia, tugas dan wewenang Plt itu sama dengan seorang kepala daerah. Yang membedakannya terletak pada kewenangan yang dibatasi, di mana pada Pasal 132A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008, seorang Plt dilarang: a.) melakukan mutasi pegawai; (b.) membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; (c.)membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan (d) membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
“Jadi jelas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait, tidak ada larangan bagi Plt Gubernur untuk selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang bersama-sama dengan anggota DKS melakukan kebijakan pemberhentian kepala BPKS,” kata Aryos.[]
Editor : Ihan Nurdin