Cuaca terlihat mendung. Pandangan sekeliling tertutup kabut. Lima unit kendaraan roda empat berpacu menelusuri perjalanan di pedalaman Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Satu di antara kendaraan roda empat itu ditumpangi Tgk. Muharuddin.
Politisi Partai Aceh ini bersama rombongan bersilaturahmi dengan kalangan tokoh adat, agama, dan masyarakat beberapa desa di dataran tinggi Gayo, Selasa, 22 Januari 2019.
Awalnya, Tgk. Muharuddin bersilaturahmi dengan keluarga besar almarhum Tgk. Ilyas Leube, di Desa Bandar Lampahan, Kecamatan Timang Gajah, Bener Meriah. Selanjutnya bergerak menelusuri beberapa desa di Bener Meriah untuk menuju kawasan Bukit Rata, Kecamatan Wih Penang, Aceh Tengah.
Dalam perjalanan, Tgk. Muhar dan rombongan melewati beberapa desa seperti Bukit Pepanyi, Ratawali, dan Suka Ramai Atas, serta sejumlah desa lainnya. Hamparan tanaman kopi terlihat menghiasi kiri dan kanan sisi jalan sepanjang jalan di dua kabupaten dataran tinggi Gayo itu.
“Dari sisi ekonomi, dua kabupaten di dataran tinggi Gayo ini memiliki prospek dan potensi yang menjanjikan. Tinggal saja bagaimana keseriusan pemerintah mengemasnya, sehingga potensi yang ada itu dapat dirasakan manfaatnya untuk masyarakat,” kata anggota DPR Aceh Tgk. Muharuddin di sela-sela perjalanannya menelusuri pedalaman Tanoh Gayo.
Potensi kopi arabika di dua kabupaten ini menurut Tgk. Muharuddin telah menjadi ikon Aceh. Kopi Gayo, telah menjadi konsumsi andalan di Indonesia hingga berbagai negara di belahan dunia, baik di Asia maupun Eropa.
“Di sini juga terlihat banyak potensi tanaman lainnya seperti kentang, kubis atau kol, dan beberapa sayuran dan buah lainnya yang telah ditanam para petani Gayo. Tanah Gayo telah menjadi peunawa bagi Aceh. apa pun yang ditanam di sini sangat menjanjikan. Di sinilah perlu kehadiran pemerintah, baik Pemkab setempat maupun Pemerintah Aceh untuk terus mendorong para petani-petani di Bener Meriah dan Aceh Tengah, sehingga mereka bisa mengelola pertanian tersebut dengan baik. Apa pun yang dibutuhkan oleh para petani harus didukung oleh pemerintah termasuk pendampingan dari dinas teknis agar menjadi penyemangat para petani untuk mengelola pertanian dan perkebunannya dengan baik,” ungkapnya.
Selain itu, dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat Gayo, Tgk. Muharuddin menyampaikan bahwa Aceh ini adalah satu, tidak kemudian ‘dikotak-kotakkan’ bahwa ada Aceh pesisir, Aceh di kawasan tengah, maupun barat selatan.
“Aceh ini sama, Gayo itu juga masyarakat Aceh, karena Aceh ini terdiri atas beberapa suku. Maka marilah kita melihat persoalan Aceh ini secara kolektif, dengan tidak ‘dikotak-kotakkan’. Pemerintah juga harus memberikan perhatian yang sama, bukan hanya di daerah pesisir timur, tetapi juga mari kita berikan perhatian lebih untuk masyarakat di wilayah tengah Aceh maupun di barat selatan Aceh. Karena saat ini, mereka merasa kurang diperhatikan di bidang pembangunan dan pengembangan ekonominya,” ujar Tgk. Muharuddin.
“Begitu juga sebaliknya, kepada masyarakat Gayo, saya berharap jangan menganggap bukan bagian dari Aceh. Jadi intinya adalah Aceh itu satu,” tambahnya.

Saat berdiskusi dengan berbagai tokoh masyarakat pedalaman Gayo, Tgk. Muharuddin mengatakan mereka berharap Pemerintah Aceh membangun akses jalan, seperti halnya di kawasan Bukit Rata, Aceh Tengah. Beberapa akses jalan di daerah itu masih belum teraspal.
“Memang sangat miris kita lihat. Kondisi jalannya pegunungan dan terjal, tetapi tidak diaspal. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana sulitnya masyarakat melintas, terutama di masa hujan, kondisi jalannya tanah seperti itu yang bercampur dengan batu,” ujar Tgk. Muhar.
“Untuk itu kepada Pemkab Aceh Tengah untuk memberikan serius kepada masyarakat Bukit Rata. Begitu juga Pemerintah Aceh juga diharapkan melakukan koordinasi dengan baik dengan pemda setempat. Jangan terjebak dengan kewenangan. Misalnya jalan itu tidak bisa dibangun karena merupakan kewenangan kabupaten. Kalau memang itu dianggap itu harus dilakukan penanganan serius dari Pemerintah Aceh, mengapa itu tidak dikecualikan, dengan mengambil kebijakan dapat dilakukan pembangunan oleh provinsi. Saya kita, kondisi jalan buruk seperti ini bukan hanya ada di dataran tinggi Gayo, tetapi juga di kawasan-kawasan pesisir di barat selatan Aceh.”
Jalan dan Jembatan Putus

Di dalam perjalanan pulang dari Bukit Rata, Aceh Tengah, Tgk. Muharuddin dan rombongan juga menemukan adanya jalan dan jembatan amblas akibat longsor, di Desa Jamur Ujung, Kecamatan Wih Pesam, Bener Meriah. Amblasnya jalan ini, menghambat lalu lintas masyarakat menuju Bireuen.
“Memang sudah ada penanganan dari pemerintah, di mana sudah terlihat adanya jalan dan jembatan darurat. Namun untuk jalan dan jembatan yang permanen, pembangunannya harus dipercepat, karena lintas ini merupakan akses utama masyarakat di Aceh Tengah dan Bener Meriah menuju Bireuen,” ungkap Tgk Muharuddin.
Dengan ambruknya jalan dan jembatan itu, Tgk. Muharuddin berharap, hal itu menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam membangun jalan dan jembatan baru.
“Konstruksinya harus disesuaikan dengan daerah ini yang rawan longsor. Konstruksi dan material yang digunakan harus menjadi catatan rekanan dan konsultan pengawas dalam melaksanakan pekerjaan tersebut,” ujarnya.
Usai beristirahat, Tgk. Muharudddin dan rombongan pada malam harinya bersilaturahmi dengan tokoh masyarakat di Desa Arul Kumer Timur, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah. Selain itu, Tgk. Muharuddin juga berkunjung ke Pesantren Darul Falah Assamadiyah yang berada di Arul Kumer Barat.
Warga Arul Kumer berharap, Tgk. Muharuddin dapat mengupayakan kenaikan honorarium para imam yang saat ini hanya bergaji Rp650 ribu per bulan. Honorarium para imam desa sangat berbeda jauh dengan kepala desa (reje kampung) yang bergaji sekitar Rp1,3 Juta.
Terkait persoalan tersebut, Tgk. Muhar mengatakan akan membahas lebih lanjut nantinya dengan jajaran DPR Aceh dan melaporkan hal itu ke Pemerintah Aceh agar diupayakan adanya kenaikan gaji yang layak bagi para imam desa. []
Editor : Ihan Nurdin