ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Bayi mungil itu terkulai lemas di atas kasur khusus di ruang IGD Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA), Banda Aceh. Jarum infus menusuk tubuhnya. Pernafasannya menggunakan alat bantu. Selang-selang yang terpasang di tubuhnya tersambung ke alat khusus di bagian atas ranjangnya.
Bayi itu bernama lengkap Pianto Syahputra Laia (1,8 tahun). Pada Jumat (9/3/2019), tim Aksi Cepat Tanggap – Masyarakat Relawan Indonesia (ACT-MRI) mengunjunginya di rumah sakit. Ia ditemani ibunya, Jernih Hati Nduru.
Pianto sudah beberapa hari ini dirawat di rumah sakit provinsi itu. Berat badan bayi kelahiran 1 Agustus 2017 itu hanya 4 kilogram. Rasa iba langsung menyeruak saat melihat tubuh mungilnya hanya tinggal tulang berbungkus kulit. Bibirnya juga tampak pecah-pecah.
Pianto merupakan putra kedua pasangan Jernih Hati Nduru dengan Fanetona Lia. Keluarga ini berasal dari Desa Penuntungan, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam, Aceh. Berdasarkan keterangan ibunya, Pianto menderita gizi buruk yang diawali dengan diare berkelanjutan saat usianya baru tiga bulan.
Kala itu, Jernih dan suaminya membawanya ke RSUD Subulussalam. Dokter mendiagnosanya mengalami gizi buruk. Seminggu di sana, kondisinya pun berangsur membaik.
Penyakit itu kembali menghantui saat Pianto berumur 1,8 tahun. Ia pun dibawa berobat kembali ke RSUD Subulussalam. Waktu itu berat badannya hanya 5 kilogram. Kondisinya semakin parah. Hari kedua berat badannya turun drastis menjadi 2,5 kilogram. Di hari ketiga naik lagi menjadi 4 kilogram.
Penyakit gizi buruk yang dideritanya mulai menyebabkan komplikasi penyakit lain. Kata dokter, Pianto terindikasi juga mengalami anemia dan kesehatan jantungnya mulai terganggu. Ia diharuskan rujuk ke RSUDZA atau rumah sakit di Medan, Sumatera Utara.
“Fanetona dan Jernih sempat kebingungan bagaimana harus membawa anaknya ke rumah sakit provinsi di Banda Aceh. Kondisi ekonomi mereka tergolong sangat sulit. Sehari-hari, Fanetona dan anak sulungnya bekerja sebagai tukang babat di salah satu PT di Subulussalam. Sementara itu, Jernih tidak punya pilihan lain selain merawat Pianto di rumah,” ujar Kepala ACT Aceh Husaini Ismail, Sabtu (9/3/2019).
Dalam sebulan, penghasilan keluarga kecil di bawah Rp400 ribu. Uang tersebut dicukup-cukupkan saja selama ini. Jangankan untuk membeli pakaian baru, bisa makan dengan uang itu saja mereka sudah sangat bersyukur.
“Pada Jumat (1/3), Fanetona dan Jernih menerima santunan dari Global Zakat melalui MRI Subulussalam untuk bisa membawa anaknya berobat ke Banda Aceh serta biaya hidup di sana. Namun demikian, keluarga kecil itu masih sangat membutuhkan uluran tangan para dermawan. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk biaya hidup selama masa pengobatan Pianto dan pemberdayaan ekonomi keluarga,” ujar Husaini lagi.
Oleh karenanya, ACT Cabang Aceh berupaya meringankan beban Pianto melalui kampanye di kitabisa.com dengan link https://www.kitabisa.com/dukungadikpianto. Bisa juga dengan mengirim donasi ke rekening Bank Aceh Syariah 010 0193 000 9205 atas nama Aksi Cepat Tanggap atau menghubungi ACT Aceh di nomor 0822 8326 9008.[]
Editor : Ihan Nurdin