ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) menggugat Gubernur Aceh ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh pada Senin (11/3/2019) Dengan nomor gugatan 7/G/LH/2019/PTUN.BNA.
Gugatan tersebut terkait penerbitan Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tentang Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur-I (443 MW) Seluas ± 4.407 Ha Atas Nama PT. KAMIRZU di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh tanggal 9 Juni 2017.
Kadiv Advokasi dan Kampanye WALHI Aceh, M. Nasir mengatakan, dalam gugatan ini pihaknya menggandeng sembilan pengacara sekaligus.
“Secara umum ada sebelas alasan mengapa kami melakukan gugatan,” kata M. Nasir melalui siaran pers, Selasa (12/3/2019).
Kesebelas alasan tersebut, yaitu: Gubernur Aceh dinilai telah melampaui kewenangan; kewajiban hukum yang tidak dipenuhi oleh PT. Kamizu; adanya cacat yuridis dalam penerbitan beberapa keputusan dalam satu keputusan; tidak adanya rekomendasi dari Bupati Aceh Timur; tanggal penerbitan IPPKH yang dinilai tidak rasional; area IPPKH yang berada dalam kawasan zona patahan aktif; berada dalam kawasan hutan; ancaman terhadap satwa; ancaman terhadap sumber air; IPPKH yang berada di Kawasan Ekosistem Leuser; dan IPPKH yang dinilai bertentangan dengan azas perundang-undangan, yaitu azas kepastian hukum dan azas larangan sewenang-wenang.
Merujuk pada Permen LHK Nomor P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan kata Nasir, kewenangan pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) diberikan kepada menteri, dan menteri berdasarkan kewenangannya melimpahkan sebahagian kewenangannya kepada gubernur, namun sifatnya terbatas (limited authority) yaitu hanya bagi pembangunan fasilitas umum nonkomersial dan luasan kewenangan gubernur juga dibatasi dengan luas paling banyak lima hektare.
“Sehingga, apabila dihubungkan dengan IPPKH yang telah diberikan kepada PT. Kamirzu, telah jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
PT. Kamirzu akan membangun megaproyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur – 1 dengan kapasitas produksi 443 MW, di Desa Lesten, Kabupaten Gayo Lues. PT. Kamirzu yang merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) akan menggunakan area seluas ± 4.407 ha, yang terdiri atas Hutan Lindung (HL) 1.729 ha, Hutan Produksi (HP) 2.401 ha, dan Area Penggunaan Lain (APL) 277 ha.
Gubernur Aceh menerbitkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), melalui surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 tentang Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Dalam Rangka Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur-I (443 MW) Seluas ± 4.407 Ha Atas Nama PT. KAMIRZU di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh tanggal 09 Juni 2017.
“Atas penerbitan IPPKH tersebut, WALHI Aceh telah melakukan upaya administratif dengan menyurati Gubernur Aceh untuk menyampaikan keberatan terhadap IPPKH. Namun Gubernur Aceh tidak menanggapi dan/atau memberikan jawaban terkait keberatan yang disampaikan WALHI Aceh. Kemudian WALHI Aceh melakukan upaya banding administratif kepada pemerintah pusat, belum juga memberikan tanggapan terkait dengan Banding Administratif yang diajukan WALHI Aceh,” katanya.
Berdasarkan kondisi tersebut WALHI dan HaKA akhirnya melayangkan gugatan ke PTUN sebagai tindak lanjut upaya administratif yang telah dilakukan.[]