• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Mahalnya Harga Sebuah Demokrasi

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Senin, 27/05/2019 - 11:29 WIB
di Kolom Aceh Institute, OPINI
A A
Saiful Akmal

Saiful Akmal

Share on FacebookShare on Twitter

Pesta demokrasi 2019 menyisakan begitu banyak catatan. Besar harapan agar catatan yang tertinggal itu adalah catatan positif. Namun faktanya, yang tersisa dari pesta demokrasi langsung lebih banyak negatifnya. Sebuah kenyataan pahit yang harus kita hadapi bersama. Pembelajaran ini hendaknya tidak hanya tinggal dalam sebuah kata “evaluasi“, tetapi juga harapannya berlanjut ke tahap “advokasi“ yang bisa diterjemahkan sebagai padanan lain dari proses bernama “rekonsiliasi“.

Secara umum, pesta demokrasi langsung terbesar dalam sejarah Indonesia modern kali ini bisa disimpulkan juga sebagai pesta demokrasi termahal dalam sejarah. Termahal dalam semua dimensi pemaknaannya. Mahal dari sisi biaya dan material sudah tentu. Namun pemilu 2019 kali ini juga mungkin menelan biaya yang relatif “mahal“ dalam aspek nonfinansial lainnya. Mahal karena begitu banyaknya energi, pikiran, perasaan, keadilan, kepercayaan, dan persatuan sebagai sebuah bangsa yang dipertaruhkan. Juga bisa disebut mahal dikarenakan begitu banyak korban jiwa yang melayang atas nama demokrasi dan kekuasaan lima tahunan. Menjadi kian mahal karena sepertinya kita tidak siap dalam banyak hal.

Biaya Mahal Tapi Hemat Anggaran?

Secara teknis materi dan finansial, Kementerian Keuangan mengatakan bahwa kali ini pemilu serentak pertama yang dilakukan antara pilpres dan pileg di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, selama tiga tahun sejak 2017-2019 negara sudah mengeluarkan Rp25,59 triliun untuk hajatan akbar ini. Angka ini, naik 61 persen dari anggaran Pemilu 2014 yang sebesar R15,62 triliun (data Kemenkeu). Sebuah nominal yang fantastis! Di sisi lain, Kepala Biro Perencanaan Data KPU Sumariyadon mengklaim bahwa efisiensi anggaran juga terjadi, dikarenakan pemilu serentak mampu menghemat sebesar 50 persen anggaran dari aspek logistik dengan menggunakan karton kedap air, jumlah kampanye dari 10 kali menjadi hanya 3 kali.

BACAAN LAINNYA

aceHTrend.com

Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

20/01/2021 - 07:19 WIB
KIP Aceh menetapkan tahapan Pilkada 2022. Keputusan tersebut dibuat pada Selasa (19/1/2021) di Banda Aceh.

KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

19/01/2021 - 22:08 WIB
Bendera Pemerintah Otonomi Bangsamoro. Foto?ist.

Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

19/01/2021 - 16:03 WIB
Usman Lamreung

Diduga Langgar Aturan, Polisi Diminta Usut Proses Hibah APBA untuk 100 Organisasi

19/01/2021 - 12:04 WIB

Jumlah yang luar biasa banyak ini sekarang terlihat kontradiktif dengan jumlah posisi utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2019 yang berjumlah 383,3 Miliar USD (data Bank Indonesia). Per Februari 2019, data ini beranjak naik menuju posisi Rp5.480 T atau 4, 8 miliar USD (finance.detik.com). Kondisi perekenomian rakyat Indonesia yang melambat sebagai akibat dari perang dagang yang memengaruhi perekonomian dunia secara umum. Kemandirian ekonomi masih jauh dari harapan. Namun biaya yang dikeluarkan untuk pemilu bukannya memberi insentif ekonomi, tapi ketidakstabilan ekonomi yang berkelanjutan akibat aksi protes.

Meninggalnya Petugas KPPS: Kelelahan atau Malapetaka?

Namun demikian, bengkaknya biaya penyelenggaran pemilu serentak 2019, sepertinya tidak sepadan dengan kenyataan bahwa begitu banyak petugas penyelenggara pemilu yang meninggal. Direktur Perludem, Titi Anggraini mengatakan kepada media CNN bahwa tidak ada jaminan kesehatan atau asuransi apa pun bagi petugas KPPS yang bekerja luar biasa lebih dari 12 jam di lapangan. Sebagaimana juga data yang dihimpun Kompas dari Kemenkes dan Dinas Kesehatan per tanggal 16 Mei 2019 ada 527 petugas KPPS meninggal, dan 11.239 orang yang sedang dirawat. Lagi-lagi jumlah yang luar biasa, jika mengingat hanya 3 orang yang meninggal pada Pemilu 2014. Jatuhnya korban jiwa dalam jumlah yang demikian menurut Kontras, tidak bisa diselesaikan hanya melalui ucapan belasungkawa dan santunan saja.

Akuntabilitas negara dan penyelenggara pemilu harus diaudit secara penuh. Komnas HAM bahkan sudah mengerahkan tim audit terkait hal ini. Beban kerja yang berat tanpa jaminan medis dan keamanan yang sepadan membuat para petugas KPPS yang meninggal dianggap martir demokrasi. Sejatinya mereka malah menjadi tumbal kealpaan negara dalam penyelenggaraan. Terlepas apa pun sebab mereka meninggal keberadaan negara dalam melindungi warganya harus selalu muncul dan dirasakan.

Rekonsiliasi Nasional di Tengah Mahalnya Kepercayaan dan Rasa Keadilan

Catatan kelam selanjutnya, kerusuhan 22 Mei 2019 akibat bentrok antara polisi dan demonstran di depan Gedung Bawaslu berujung petaka. Sejumlah sumber menyebutkan setidaknya ada 6 sampai 7 korban tewas dalam peristiwa tersebut. Penggunaan peluru tajam disoroti Komnas HAM sebagai salah satu hal yang harus diusut autopsinya, apalagi jumlah korban luka-luka mencapai angka 700 orang. Ironisnya pihak berwajib menyebut kerusuhan didalangi ISIS dan teroris.

Demikian juga dengan proses pemblokiran media sosial atas dasar menghindari berita palsu terkait kekerasan aparat dalam menangani emosi masa akibat ekses pilpres yang terjadi dalam peristiwa 22 Mei 2019 semakin membuat Pemilu 2019 menjadi pemilu termahal. Informasi menjadi barang mahal, karena hanya dikelola oleh sumber tunggal, atau oleh multisumber dengan mengenyampingkan prinsip “cover both sides“. Jika ada pemberitaan alternatif, sering dianggap hoaks dan berujung penangkapan.

Namun demikian, penyebab lain yang tidak kalah pentingnya mengapa pemilu serentak 2019 menjadi pemilu termahal adalah hilangnya rasa percaya, menjauhnya persatuan, dan makin banyaknya ketidakwarasan yang terjadi. Pelakunya siapa? Ya kita semua. Polarisasi politik membuat dunia yang sudah semakin tua ini terjebak dalam perangkap “big data”, di mana semua jenis data berkumpul tanpa ada polarisasi dan segregasi. Sementara kita yang menjadi penginput data, bingung membedakan mana data yang asli dan mana yang asli palsu (aspal).

Di dunia yang semakin canggih dengan model-model rekayasa dan simulasi, terkadang cita-cita agar penggunaan teknologi bisa meminimalisir kealpaan malah berbalik menjadi bumerang. Kenapa? Karena sumber data itu adalah manusia-manusia. Dan semua manusia bisa salah. Di era big data, semua bisa menjadi data, tapi tidak semua kita mampu membedakan mana data yang benar mana yang tidak benar. Akibatnya hoax merajalela, berita bohong mendominasi, pemblokiran di mana-mana, dan orang menjadi semakin bingung, mana yang benar mana yang salah. Meski terkadang hidup tidak sesederhana benar salah. Ini membuat kita lama kelamaan hidup dalam ketidakwarasan dan ketidakpekaan sekaligus.

Kombinasi keduanya bisa menjadi komplikasi demokrasi akut. Ia bisa menghasilkan virus antipersatuan, sehingga rekonsiliasi nasional memang harus dilakukan oleh kedua pihak sekarang juga. Agar rasa kebangsaan dan kepercayaan kembali terjaga. Terkadang kompetisi bukan sekadar persoalan menang-kalah, tapi soal bagaimana mendewasakan diri untuk tidak berlaku curang dan juga menerima kekalahan. Ini semua bukan tentang sebelah sana dan sebelah sini. Tapi ini semua tentang kita. Tentang Indonesia. Pemilu kali ini memang pemilu termahal dalam sejarah kita. Namun persatuan dan keindonesiaan jauh lebih mahal dari angka-angka. Salam satu bangsa.[]

*Direktur The Aceh Institute

Tag: #Headlinepemilu 2019Pemilu serentak 2019the aceh institute
ShareTweetPinKirim
Sebelumnya

2.803 Anak Yatim Terima Santunan Dari Pemkab Abdya

Selanjutnya

Kamal Kharazi, Juara Syarhil Quran Nasional yang juga Youtuber

BACAAN LAINNYA

Mukhlis Puna
OPINI

Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

Rabu, 20/01/2021 - 11:46 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.
OPINI

LMC (76): Orang Tua dan Covid-19: Kenapa Harus Serius?

Selasa, 19/01/2021 - 18:48 WIB
aceHTrend.com
OPINI

Digitalisasi di Sekolah, Burukkah?

Senin, 18/01/2021 - 10:52 WIB
Sadri Ondang Jaya. Foto/Ist.

Sadri Ondang Jaya dan Singkel

Sabtu, 16/01/2021 - 23:47 WIB
Ilustrasdi dikutip dari website seni.co.id.
Jambo Muhajir

Kolom: Pelacur

Kamis, 14/01/2021 - 18:47 WIB
Fitriadi.
Artikel

Sekolah Butuh Pemimpin atau Pimpinan?

Rabu, 13/01/2021 - 09:26 WIB
Ilustrasi tewasnya Abrahah dan pasukan gajahnya saat akan menghancurkan Ka'bah / kicknews.today
Pandemi, Sejarah, dan Kebijakan

LMC (75): Era Islam Klasik, Wabah, dan Peradaban

Selasa, 12/01/2021 - 11:16 WIB
Liza Faradilla
OPINI

Kelas Online: Kesenjangan Baru Sosial Ekonomi

Senin, 11/01/2021 - 07:00 WIB
Sayuti.
Celoteh

Reshuffle Kabinet dan Kemenangan Nalar

Sabtu, 09/01/2021 - 11:15 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
M. Kamal Kharazi MZ  @ist

Kamal Kharazi, Juara Syarhil Quran Nasional yang juga Youtuber

Komentar

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Salah satu hasil perundingan damai antara Moro Islamic Liberation Front (MILF) dengan Pemerintah Filipina, adalah lahirnya otonomi. Salah satunya adalah dibenarkannya bendera Bangsamoro berkibar di daerah otonomi tersebut. Foto/Ist kiriman Nur Djuli.

    Rayakan Otonomi, Bendera Bangsamoro Berkibar di Cotabato

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rimo: Dari Afdeling Kebun Terus Menggeliat Menjadi Pusat Perdagangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diduga Langgar Aturan, Polisi Diminta Usut Proses Hibah APBA untuk 100 Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

aceHTrend.com
BERITA

Dinas Sosial Aceh Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Pidie

Redaksi aceHTrend
20/01/2021

Mukhlis Puna
OPINI

Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

Redaksi aceHTrend
20/01/2021

Barang bukti sabu-sabu yang ditemukan di lapas @ist
BERITA

Petugas Gagalkan Penyelundupan Sabu ke Lapas Kelas II Blangpidie Abdya

Masrian Mizani
20/01/2021

aceHTrend.com

Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

Muhajir Juli
20/01/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.