Berdiri tegak di puncak bukit Kutamalaka, Kecamatan Samahani, Aceh Besar, mata bebas memandang ke seluruh penjuru angin. Dari ujung barat terlihat pemandangan Kota Banda Aceh, bila malamnya akan diterangi kelap-kelip cahaya lampu yang bertaburan. Berpaling ke timur, hamparan sawah dan perbukitan terlihat membujur. Ibarat kastil tempat bersemayamnya Gunung Selawah Agam menampakkan puncaknya. Di bagian selatan, gugusan perbukitan kecil menghijau dan gugusan bukit barisan laksana pembatas kastil. Di sana, eloknya Seulawah Dara terlihat memesona bersemayam di balik bukit.
Memandang ke utara terbentang hamparan luas pematang sawah dan gugusan perbukitan Krueng Raya berdiri kokoh menghadap Selat Malaka. Desauan angin yang semilir, kadang juga bertiup kencang kian menambah suasana menjadi nyaman.
Suasana itulah kurasakaan saat diajak bersama H. Azwir Basyah ke sana pada Rabu, 26 Juni 2019. Saking terpesonanya akan keindahan alam membuat kedua kakiku enggan beranjak. Di atas bukit itu, akan dibangun sebuah villa yang berdiri megah.
“Bangunan fisiknya baru selesai sekitar 60 persen. Target kita dalam waktu dekat ini segera rampung,” ujar H. Azwir Basyah.
Berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Banda Aceh, areal ini terletak di sisi kanan jalan lintas Banda Aceh – Medan, Gampong Samahani, Kecamatan Kutamalaka, Aceh Besar. Jika pengunjung hendak ke sana, butuh waktu sekitar 20 menit mengendarai kendaraan roda empat yang rata-rata dipacu sekitar 70 km/jam.
Untuk akses ke sana bisa mengaksesnya melalui jalur timur Wahana Taman Impian (WIM 69) Kuta Malaka, sebuah taman air terbesar dan terlengkap di Aceh. Akses ke sana juga dapat dilewati kendaraan roda empat. Memasuki gerbang utama, para pengunjung akan disuguhi panorama waduk seluas 1,2 hektare. Selanjutnya rindangnya kebun kurma yang sudah berusia sekitar 2,5 tahun.
Azwir menjelaskan, villa yang dibangunnya fokus pada desain yang menyesuaikan penghuni untuk bersantai dengan latar belakang bangunan menghadap ke segala penjuru. Dengan begitu, para pengunjung kian merasa betah jika berada dalam villa yang dikelilingi alam dan lanskap agar pengunjung kian terpikat. Selain itu, sejumlah fasilitas pendukung lainnya turut dibangun, seperti arena pacuan kuda, arena skateboard pasir, sirkuit offroad hingga taman bunga. Semuanya untuk memenuhi hasrat para pengunjung agar terlihat betah dan enggan beranjak pulang.
“Target awal kita adalah 18 kamar lengkap dengan kamar mandi dengan berbagai kelas, mulai dari superior, deluxe, superior, dan family room. Kemudian juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas komplit lainnya. Contohnya halaman parkir yang luas, lobi, dan aula serbaguna,” ujar H. Azwir Basyah.
Sosok yang akrab disapa Toke Azwir ini menjelaskan, selain terkesan indah dan memesona, bukit ini menyimpan banyak rekam jejak sejarah. Mulai dari sejarah kehidupan Tgk Jaban, seorang ulama kharismatik Aceh pada masa kerajaan Iskandar Muda hingga menjadi lokasi persembunyian gerilyawan GAM di kala Aceh masih dibalut konflik.
Semasa hidupnya, Tgk Jaban selain dikenal sebagai alim ulama dan sekaligus peternak kambing. Alkisah pada suasa hari tatkala musim kemarau panjang melanda, Tgk Jaban awalnya sangat kesulitan mencari air untuk kambing peliharaannya. Lantas, ia mengambil sebuah tongkat yang digunakan untuk menggali sebuah sumur.
“Satu per satu lubang sumur yang digalinya itu tidak membuahkan hasil. Akhirnya pada lubang ke tujuh dengan izin Allah keluarkan pancaran mata air, sehingga enam sumur yang tadinya kering juga keluar airnya. Inilah cikal bakal lahirnya Mon Tujoh (sumur tujuh), sehingga lahan yang awalnya sudah mengering menjadi subur menghijau kembali,” ujar H. Azwir Basyah seraya menunjukkan lokasi tujuh sumur yang dimaksud.
Pemuda Konsen Membangun Gampong
Bagi masyarakat Aceh Besar, khususnya para pemuda. H. Azwir terbilang paling mudah ditemui dan diajak berkomunikasi. Mereka kerap berjumpa dan langsung bertutur sapa dengannya. Bila menyelenggarakan berbagai kegiatan kepemudaan di gampong-gampong, ia tak sungkan-sungkan rela turun berbaur dan sekaligus memberikan bantuan.
Apabila dirinya sedang berada di warung, maka perhatiannya tidak terbatas pada makanan, ia kerap menyapa warga dan mengajak berbincang-bincang bersama. Jika ada berbagai masalah permasalahan gampong, ia turut dilibatkan langsung untuk menyelesaikannya.
Ia juga turut mengajak dan sekaligus memberikan perhatian penuh bagi pemuda agar turut berkontribusi penuh terhadap kemajuan gampong. Baginya, gampong merupakan urat nadi kehidupan yang bisa mensejahterakan setiap elemen masyarakat. Dengan kata lain, jika suatu gampong itu makmur, kecamatan juga ikut sejahtera.
Baginya, membangun gampong merupakan niat dan keinginannya sejak masih menginjak usia muda. Hal ini terinspirasi dari peran dan didikan almarhum ayahnya, Tgk Basyah yang kenal dengan nilai agama dan disiplin.
“Bagi lon, meunyoe mantong sehat tenaga atau pikiran. Wajeb tabantu masyarakat ngon tabangun gampong. Udep geutanyoe beu jeut manfaat keugob, bek na kepentingan droe sabee,” tegas H. Azwir Basyah.[]
Editor : Ihan Nurdin