• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

GAM Salah Alamat & Aceh yang Tragis

Boy AbdazBoy Abdaz
Senin, 23/09/2019 - 05:28 WIB
di Kolom, OPINI
A A
GAM Salah Alamat  & Aceh yang Tragis
Share on FacebookShare on Twitter

“GAM salah alamat,” ujar sosok di hadapan saya. Sebuah aksentuasi dari diskusi panjang tentang Aceh. Sosok ini perantau asal jawa barat yang baru belasan tahun menetap di Aceh. Berkacamata dan punya wawasan luas meski bukan akademisi. Dia mempunyai sudut pandang yang berbeda tentang Aceh. Mengakui Aceh sebagai titik awal masuknya Islam ke Nusantara dan Aceh tidak pernah takluk terhadap penjajahan oleh Belanda.

Aceh sejak ratusan tahun lalu adalah wilayah yang berdaulat dengan sultan-sultanah sebagai pemimpin kerajaan sampai raja terakhir ditangkap oleh Belanda dan diasingkan. Penangkapan Raja terakhir tidak serta merta dapat diartikan kerajaan Aceh telah punah, karena raja punya keturunan, putera mahkota. Namun secara kabur kerajaan Aceh hilang, lalu muncul Indonesia, dan Aceh menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Diskusi ini pada prinsipnya bukan menggugat sejarah. Tapi Aceh harus berpegang kepada sejarahnya sendiri. Bahwa Aceh tidak pernah takluk kepada Belanda dan tidak pula dijajah oleh Indonesia. Lalu kenapa harus minta merdeka kepada Indonesia? Dalam konteks inilah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) salah alamat.

Pernyataan GAM salah alamat bukan justifikasi, bukan pula menggugat legitimasi. Bagaimanapun GAM telah duduk satu meja degan Pemerintah Indonesia untuk membahas perdamaian, dan itu legitimate meskipun konteksnya terbatas. Mencetus Aceh Merdeka sebagai gerakan di 1976 sejatinya juga keliru dalam pandangan ini. Berbeda dengan Darul Islam yang bertujuan mendirikan Negara Islam, dan gerakannya bukan hanya di Aceh.

BACAAN LAINNYA

Direktur Utama Bank Aceh Haizir Sulaiman/FOTO/Bank Aceh.

Tingkatkan Produk Layanan, Bank Aceh Luncurkan Kartu Debet

13/04/2021 - 17:36 WIB
Sie Reubôh Simbol Diplomasi Budaya dan Agama

Sie Reubôh Simbol Diplomasi Budaya dan Agama

13/04/2021 - 13:34 WIB
Seorang Nenek di Langsa Bunuh Diri di Hari Makmeugang

Seorang Nenek di Langsa Bunuh Diri di Hari Makmeugang

12/04/2021 - 22:20 WIB
Presiden Joko Widodo Disuntik Vaksin Covid – 19

Ahli: Niatkan Vaksinasi di Bulan Ramadhan Sebagai Ibadah

12/04/2021 - 08:52 WIB

Titik baliknya ketika Aceh bergabung dengan NKRI sejogianya itu hanya sebuah penawaran bergabung, atas kesediaan sendiri melalui upaya beberapa tokoh saat itu, dan itu bukan oleh raja, keturunan raja, atau perwakilan atas nama raja. Dan untuk ketulusan Aceh membantu kemerdekaan Indonesia telah dicatat dalam banyak sejarah, bahkan dijuluki sebagai daerah modal atas beberapa jasa yang telah diberikan.

Dalam pemahaman sederhana, menawarkan diri ibaratnya memberikan sebuah mandat atau sebuah benda kepada seseorang untuk dikelola dengan baik atas dasar kepentingan bersama dan untuk kesejahteraan bersama. Nah, jika yang diberi kuasa tidak mampu mengelolanya dengan baik, mengkhianati cita-cita bersama, bahkan justru memperlakukan dengan kejam para penuntut keadilan, maka langkah tepat yang dilakukan adalah menarik diri, mengambil kembali mandat yang diberikan dan menyatakan diri tidak lagi bergabung. Intinya tidak ada kata menuntut Merdeka. Karena meminta merdeka sama saja dengan mengakui Aceh tidak pernah merdeka sebelumnya. Sama seperti perdebatan tentang bangkai MoU, baru sah dianggap bangkai jika ia pernah ada, hidup lalu mati.

Siapa yang melakukannya? Inilah yang menjadi persoalan utama. Berdasarkan sejarah yang selalu kita eluk-elukan, sejatinya pemilik Aceh sebenarnya adalah para raja, para sultan yang keturunannya sampai hari ini masih ada. Ironinya, keturunan raja sangat sedikit mendapat tempat di Aceh. Mereka menjaga wibawa dan tata krama, sehingga tidak memilih jalan-jalan picik menuju kekuasaan yang sudah beralih tangan. Sehingga banyak dari mereka hidup secara sederhana bahkan sangat sederhana.

Bagaimana melakukannya? Tentu saja sejarah akan menjadi patron utama. Sejarah Aceh telah dicatat dalam ribuan naskah selain bukti-bukti prasasti, naskah kuno dan masih banyak bukti lainnya tentang keabsahan Aceh sebagai sebuah kerajaan yang disegani di masa lalu. Ada bagian-bagian sejarah yang harus dihimpun sebagai pressure kenapa Aceh harus dikembalikan pada keadaan semula meskipun format Aceh baru akan ditentukan kemudian.

Upaya ini tidak akan menyakiti siapapun. Terlepas dari penting atau tidaknya upaya semacam ini dilakukan. Karena kondisi Aceh hari ini tentu saja berbeda jika disandingkan dengan era kerajaan. Namun nyatanya sampai hari ini masih ada kelompok-kelompok yang mencari format baru untuk Aceh sebagai sebuah negara yang merdeka. Kontak senjata (tepatnya pemberondongan oleh polisi-red) terakhir yang terjadi di Pidie Jaya yang diklaim sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) adalah bukti bahwa kelompok-kelompok semacam itu masih ada. Belum lagi jika merunut ke beberapa peristiwa sebelumnya.

Tantangannya, apakah dengan mengambalikan Aceh ke kondisi semula akan membuat Aceh makmur dan berkeadilan? Sejauh mana rakyat Aceh yang hidup hari ini memahami konteks Aceh dengan para raja dan berapa persentase yang akan mengakui tentang keabsahan para raja? Lebih mendasar lagi, mampukah para keturunan Raja melakukan sebuah upaya semacam reinkarnasi Aceh masa lalu? Sepertinya butuh waktu yang sangat panjang.

Diskusi menarik ini bukan bicara politik, tapi membicarakan politik hanya sebatas basa-basi biasa tanpa ujung sambil menghabiskan secangkir kopi.

Hanya pembicaraan dua orang yang baru saling kenal dan bertemu untuk urusan sosial. Namun yang menarik dari ini adalah Aceh ternyata bisa dilihat dari berbagai sudut oleh banyak orang yang paham tentang Aceh. Tidak ada rekomendasi apa-apa dari pembahasan ini.

Dan tulisan ini sendiri bukan dengan maksud untuk mengajak orang-orang agar melakukan apa yang sosok ini sampaikan. Apalagi bertujuan memprovokasi untuk sebuah gerakan baru. Dan sangat terbuka kemungkinan dalam pandangan sejarawan pembahasan ini mungkin keliru.

Setidaknya dengan penuturan semacam ini mampu memberi pemahaman bagaimana melihat Aceh secara terang. Tidak gegabah dan mencermati konktes kekinian Aceh sebagai negeri dengan seratus panglima. Perubahan Aceh tidak akan terjadi tanpa ketulusan untuk membangun. Semangat Aceh telah terkotak-kotak dalam berbagai kepentingan meskipun narasi mereka sama, untuk membangun Aceh. Tapi nyatanya dengan dana yang melimpah angka kemiskinan masih tinggi.

Aceh tidak akan bermartabat dengan kemiskinan. Aceh masa depan akan lemah dengan angka stunting hampir 40 persen. Ini bukan lagi tragis tapi sadis. Bagaimana sebuah negeri yang kaya sumber daya tapi hampir separuh generasinya kekurangan gizi?

Pemerintah Pusat harus melihat Aceh dengan seksama dan tidak membiarkan dana Aceh terkumpul dalam pundi-pundi pemilik kuasa. Aceh selalu punya potensi untuk bergejolak. Karenanya peran ganda Pemerintah Pusat sangat penting sebagai antisipasi Aceh bergejolak kembali. Bagaimana pun, Pemerintah Aceh adalah perpanjangan tangan Pemerintah Pusat. Jadi apa yang terjadi di Aceh juga bagian dari tanggung jawab utama pemerintah Indonesia.

*)Penulis adalah penikmat kajian sosial politik.

Tag: #Headlineaceh miskingam salah alamat
Share736TweetPinKirim
Sebelumnya

Wakil Wali Kota Lhokseumawe Terima Penghargaan Anugerah Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Banda Aceh dan Sekitarnya Diselimuti Kabut Asap

BACAAN LAINNYA

Peran Sekolah Swasta dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
OPINI

Peran Sekolah Swasta dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Rabu, 14/04/2021 - 15:34 WIB
Ramadan Ajang Introspeksi Diri
OPINI

Menjadikan Ramadan Momentum Muhasabah Diri

Selasa, 13/04/2021 - 12:10 WIB
Aceh Butuh Banyak Darah, Ayo Kita Donasikan
Artikel

Aceh Butuh Banyak Darah, Ayo Kita Donasikan

Selasa, 13/04/2021 - 00:44 WIB
Kolom: Suka Pamer
Kolom

Kolom: Suka Pamer

Sabtu, 10/04/2021 - 16:48 WIB
Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
OPINI

LMC (79): Islam Klasik: Wabah dan Peradaban (IV)

Sabtu, 10/04/2021 - 13:54 WIB
Memahami AKM sebagai Pengganti UN
Artikel

Memahami AKM sebagai Pengganti UN

Rabu, 07/04/2021 - 18:40 WIB
Dara Aceh Ini Suarakan Hak-hak Disabilitas di Panggung Internasional

Menilik Program Imunisasi di Tengah Pandemi

Minggu, 04/04/2021 - 10:42 WIB
Bireuen Butuh Ring Tinju
Jambo Muhajir

Bireuen Butuh Ring Tinju

Sabtu, 03/04/2021 - 16:49 WIB
Gampong ‘Terbuka’ Cegah Konflik dan Korupsi

Gampong ‘Terbuka’ Cegah Konflik dan Korupsi

Kamis, 01/04/2021 - 16:03 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
Banda Aceh dan Sekitarnya Diselimuti Kabut Asap

Banda Aceh dan Sekitarnya Diselimuti Kabut Asap

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Bolehkah Memasak untuk Suami yang Tidak Berpuasa?

    Bolehkah Memasak untuk Suami yang Tidak Berpuasa?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bangsa Rum dalam Islam di Akhir Zaman

    44 shares
    Share 44 Tweet 0
  • Tujuh Bulan Gaji Aparatur Desa di Subulussalam Belum Cair, Anggota Dewan Minta Perhatian Wali Kota

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seorang Nenek di Langsa Bunuh Diri di Hari Makmeugang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bintang dan Salmaza Tinjau Ramadan Fair Kota Subulussalam di Masjid Agung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Azizi Rahmatillah Nahkodai IMKJ
Daerah

Azizi Rahmatillah Nahkodai IMKJ

Muhajir Juli
14/04/2021

Peran Sekolah Swasta dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
OPINI

Peran Sekolah Swasta dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Redaksi aceHTrend
14/04/2021

Kafalah Indonesia dan Alumni Modal Bangsa Salurkan Bantuan Muslim Eropa dan Turki di Aceh Besar
BERITA

Kafalah Indonesia dan Alumni Modal Bangsa Salurkan Bantuan Muslim Eropa dan Turki di Aceh Besar

Teuku Hendra Keumala
14/04/2021

Anggota DPR Aceh Asmidar Apresiasi Ramadan Fair di Subulussalam
BERITA

Anggota DPR Aceh Asmidar Apresiasi Ramadan Fair di Subulussalam

Nukman Suryadi Angkat
14/04/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.