ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh bersama Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) mendesak Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah, untuk memproteksi hutan Aceh dengan melakukan restorasi hutan di area bekas tambang.
Kepala Divisi Kebijakan Publik GeRAK Aceh, Fernan, mengatakan berdasarkan pantauan citra satelit di lokasi bekas tambang banyak tutupan hutan yang rusak. Permintaan itu kata Fernan, berkaitan dengan Keputusan Gubernur Aceh Nomor 540/1436/2019 tentang Pengakhiran 98 Izin Usaha Pertambangan (IUP), dengan luasan mencapai 549.119 hektare (ha) yang diterbitkan oleh 14 pemerintah kabupaten/kota di Aceh.
Menurutnya, berdasarkan hasil analisis data terhadap luasan eks-Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) tersebut, diperoleh seluas 305.589 ha di kawasan hutan dan 242.499 ha di areal penggunaan lain (APL). Di sebut kawasan hutan di dalam perundangan itu sudah termasuk hutan lindung, taman nasional, hutan produksi terbatas, dan jenis hutan lainnya di luar APL, sesuai dengan penulisan di dalam perundang-undangan.
“Kita mendesak Plt Gubernur Aceh untuk menindaklanjuti karena dari 98 eks-WIUP yang diakhiri tersebut, itu juga ada yang berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 181.673 ha dan 79 persen merupakan kawasan hutan. Kita melihat dari kerusakan ini, gubernur perlu ke lokasi untuk mendata ulang, kemudian melakukan reboisasi (restorasi) untuk pemulihan tutupan hutan itu kembali,” katanya.
Temuan lain, lanjut Fernan, hasil interpretasi pantauan citra satelit yang dilakukan oleh HAkA, dari total luasan IUP yang akan diakhiri, sebanyak 286.293 ha masih memiliki tutupan hutan, dan tersisa 48 persen dalam kondisi tidak berhutan.
Pemerintah Aceh perlu mempertimbangkan kembali pemanfaatan hutan dan lahan sebagai potensi penggunaan dalam skema perhutanan sosial yang diintegrasikan dalam pola ruang Peninjauan Kembali (PK) Rancangan Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA). Diusulkan menjadi PIAPS (Peta Indikatif Alokasi Perhutanan Sosial) di Aceh.
Sementara itu, Sekretaris Yayasan HAkA, Badrul Irvan dalam siaran pers menyebutkan, terdapat beberapa poin rekomendasi yang harus dilaksanakan Pemerintah Aceh, di antaranya melakukan upaya validasi data dengan melakukan ground checking untuk mendapatkan gambaran sebenarnya terhadap eks-WIUP.
“Pemerintah Aceh harus mempertimbangkan kembali peruntukan bekas eks-WIUP di kawasan hutan maupun APL yang bernilai sosial dan ekologi tinggi,” ungkap Badrul.
Badrul juga menilai bahwa Pemerintah Aceh perlu melanjutkan moratorium izin tambang guna menjamin peruntukan hutan dan lahan bagi perizinan sektor pertambangan, baik IUP Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Dalam Negeri (PMDN), dengan mempertimbangkan pembangunan berkelanjutan serta tujuan pembangunan Aceh sebagaimana UU Pemerintah Aceh.
“Kita juga berharap Pemerintah Aceh dapat proaktif dalam mendesak penagihan kewajiban perusahaan tambang bersama instansi lain yang sesuai dengan kewenangan di perundangan-undangan,” pungkas Badrul.[]
Editor : Ihan Nurdin