Harmoni antara penduduk asli Papua dengan pendatang, tiba-tiba terganggu oleh peristiwa politik yang menyebabkan konflik horizontal di sana. Kerusuhan yang terjadi di Wamena, dan menyasar para pendatang, membuat banyak orang khawatir, tidak terkecuali dr Fakhri, yang kini menetap di kompleks RSUD Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Propinsi Papua.
Kepada karibnya sesama dokter, pada Minggu (29/9/2019) dinihari Waktu Indonesia Timur (WIT) dr Fakhri curhat. Melalui sambungan telepon dia mengabarkan sahabatnya yang berbeda kabupaten, tentang kegundahan hatinya. Ia benar-benar khawatir dengan keluarganya yang kini sama-sama menetap di Bumi Cenderawasih.
Kepada sang kolega yang menetap di pesisir Pantai Selatan Papua, dr Fakhri mengatakan bila ia ingin sesegera mungkin membawa pulang istri dan anak-anaknya ke Lhokseumawe, Aceh. Kondisi saat ini, dengan adanya anak dan istrinya bersamanya, ia menjadi tidak tenang. Kondisi sedang tidak aman untuk sebuah eskalasi politik yang ikut menyasar para pendatang.
Tapi, membawa pulang keluarga dari Puncak Jaya, bukanlah perkara mudah. Satu-satunya jalur transportasi hanyalah udara yang dilayani dengan penerbangan perintis.
Memulangkan anak dan istri ke Aceh–untuk sementara waktu– tentulah pilihan sulit. Karena mereka baru menjadi keluarga yang utuh belumlah berselang lama. dr Fakhri baru saja membawa seluruh keluarga intinya ke sana. Kini harus kembali berpisah pula. Tapi tak ada pilihan lain.
Di tengah kecamuk jiwanya, kendala lain menghadang, sekarang tidak ada penerbangan ke sana. Ia juga tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli tiket serta biaya akomodasi selama di perjalanan. Rapelan gajinya baru keluar bulan Desember 2019. Sedangkan waktu tidak bisa menunggu. Ia gundah gulana.
Mendengar curhat dr. Fakhri, sang kolega sekaligus senior, merasa prihatin. Ia merasakan tekanan jiwa yang sedang dihadapi dokter muda itu.
“Saya memahami betul kondisi psikologisnya. Kondisi yang tidak aman tentulah tidak mudah baginya. Apalagi anak dan istrinya ada di sana. Di kawasan yang sedang bergolak saat ini,” kata sang narasumber yang meminta namanya tidak dituliskan, Rabu (2/9/2019) pukul 22.00 WIB.
Jiwa kemanusian sang senior terbit seketika. Apalagi ia pun pernah menjadi korban keganasan amuk ketika mencoba melindungi koleganya yang sedang menjalankan tugas pelayanan kesehatan di Papua.
Merespon curhat dr. Fakhri, sang teman pun mencoba menghubungi pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh. Dia meminta IDI Aceh menghubungi IDI Pusat dan Kemenkes, agar memfasilitasi kepulangan keluarga dr Fakhri ke Aceh.
“dr Fakhri mengatakan bila keluarganya sudah tiba di Aceh, dia akan segera kembali ke tempat tugasnya. Dia tidak akan meninggalkan tanggungjawabnya sebagai pelayan kesehatan di Puncak Jaya,” ujar sang sumber.
Sang teman pun berharap, Pemerintah Aceh mengambil inisiatif untuk memberikan respon cepat terhadap persoalan yang sedang dialami oleh Fakhri. Karena sang dokter benar-benar tertekan.
“Kami tentu akan sangat berterima kasih kepada siapa saja yang mengulurkan tangan membantu menyelesaikan persoalan dr. Fakhri,” imbuhnya.
***
dr. Fakhri pertama kali menatap di Bumi Cenderawasih pada pertengahan tahun 2014. Dia ke sana dalam rangka menjalankan tugas sebagai dokter PTT Pusat Kemenkes. Alhamdulillah, pada 2016 dia diangkat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan ditugaskan di Puncak Jaya.
Sejak tiba di Papua, Fakhri dan penduduk tempatan hidup dalam harmoni. saling menghormati dan saling menyayangi. Papua dan Aceh ibarat rumah yang satu. Tak berbeda. Harmoni dalam cinta kasih.
Tapi semua berubah sejak persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya terjadi. Peristiwa pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya oleh berbagai kelompok telah menyebabkan Papua membara. Sejak saat itu kerusuhan demi kerusuhan terus terjadi. Kerusuhan Wamena yang menyebabkan penyerangan terhadap pendatang telah mengoyak Papua dalam marah dan kebencian.
Para pendatang, tidak terkecuali orang Aceh, sekarang dalam kondisi was-was. Tidak ada yang bisa memprediksi, apa yang akan terjadi satu jam ke depan. “Karena apapun itu, dalam situasi sekarang ini, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya,” ujar sang sumber.
Akankah kegundahan hati dr Fakhri segera terobati? Akankah ia bisa segera membawa pulang anak dan istrinya ke Aceh? Respon cepat Pemerintah Aceh dan Kementerian Kesehatan RI adalah jawabnnya.
***
Kondisi terkini Puncak Jaya, walau tidak terlihat letupan-letupan, tapi semuanya was-was. Banyak pendatang yang berangsur-angsur turun ke ibu kota propinsi.
Walau terlihat kondusif, tapi status pendatang sangat rentan. Kerusuhan Wamena bisa meletup di mana saja di Papua. Alert!