ACEHTREND.COM, Jakarta – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh(YARA), Safaruddin, melaporkan Plt Gubernur Aceh ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam hal pengadaan mobil dinas yang dialokasikan dalam APBA dan APBA Perubahan tahun 2019 sebanyak 172 unit dengan alokasi anggaran Rp100 miliar lebih.
Sebelumnya, pada 20 November 2019 YARA juga telah menyurati dan meminta Plt Gubernur Aceh untuk membatalkan pembelian mobil dinas tersebut karena dinilai tidak ada kepentingan yang mendesak. Surat tersebut juga ditembuskan kepada Ketua DPRA dan para kepala dinas di Provinsi Aceh.
Ketua YARA Safaruddin mengatakan, meskipun pihaknya telah melayangkan surat somasi tersebut, tetapi sampai saat ini Plt Gubernur Aceh maupun kepala dinas terkait menurutnya tidak juga membatalkan pembelian mobil dinas tersebut. Hal ini membuat YARA melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Senin (25/11/2019).
”Kami melaporkan pengadaan mobil dinas di Pemerintah Aceh ke KPK karena sebelumnya kami telah menyurati Plt Gubernur, yang kami tembuskan kepada ketua DPRA dan para SKPA. Namun sampai hari ini tidak juga dibatalkan maka dari itu kami laporkan ke KPK,” kata Safar melalui keterangan yang diterima aceHTrend.
Sebelumya Safar juga telah menyampaikan kepada Plt Gubernur Aceh bahwa pengadaan mobil dinas dalam APBA Perubahan tahun 2019 juga tidak sesuai dengan surat Sekda Aceh Nomor 050/10591 tanggal 25 Juli 2019 tentang Perubahan APBA T.A 2019. Dalam surat tersebut para SKPA tidak dibenarkan untuk mengusulkan kembali program dan kegiatan yang tidak terlaksana/tertunda pelaksanaannnya, tidak dibenarkan penambahan usulan program dan kegiatan baru, tidak dibenarkan menggunakan sisa tender/pengadaan barang/jasa dan tidak diperkenankan melakukan addendum kontrak. Hal ini sebagai penyampaian kepada Plt Gubernur Aceh bahwa ada penyimpangan terhadap surat Sekda Aceh dalam pengadaan mobil dinas tersebut dalam APBA Perubahan tahun 2019 dan meminta Plt Gubernur Aceh untuk membatalkan pengadaan mobil tersebut.
“Dalam surat Sekda Aceh sangat jelas bahwa tentang perubahan APBA tahun 2019 SKPA tidak dibenarkan untuk mengusulkan kembali program dan kegiatan yang tidak terlaksana/tertunda pelaksanaannnya, tidak dibenarkan penambahan usulan program dan kegiatan baru, tidak dibenarkan menggunakan sisa tender/pengadaan barang/jasa dan tidak diperkenankan melakukan addendum kontrak. Namun kemudian muncul berbagai anggaran usulan dalam APBA P dan yang sangat mencolok adalah pengadaan mobil dinas,” terang Safar.
Safar juga menyinggung tentang penundaan pembangunan rumah duafa sebanyak 1.100 unit oleh Plt Gubernur Aceh yang dana pembangunannya tersebut berasal dari dana infak masyarakat Aceh di Baitul Mal Aceh. Hal itu dinilai bertolak belakang dengan kepentingan untuk pengadaan mobil dinas yang menghabiskan anggaran lebih Rp100 miliar.
Tindakan Pemerintah Aceh ini menurut Safar tidak sesuai dengan asas umum penyelenggaraan pemerintahan umum yang baik yakni asas kepastian hukum, keberpihakan, kemanfaatan, dan kepentingan umum.
“Yang sangat melukai hati masyarakat Aceh lagi adalah untuk pembangunan rumah duafa bagi masyarakat berpendapatan rendah itu ditunda, malah pengadaan mobil mau dibelanjakan, harusnya Plt Gubernur lebih peka dengan kondisi Aceh yang menjadi salah satu provinsi miskin di Indonesia. Dan dalam menjalankan roda pemerintahan untuk memperhatikan asas umum penyelenggaraan pemerintahan umum yang baik yakni asas kepastian hukum, keberpihakan, kemanfaatan, dan kepentingan umum,” kata Safar.
Dalam membuat laporan tersebut Safaruddin turut didampingi oleh Humas YARA, Muhammad Dahlan, dan staf, Basri.
Laporan YARA diterima oleh bagian penerimaan laporan pengaduan masyarakat KPK, Anggi Fitriani Mamonto, dengan nomor agenda 2019-11-000145.[]
Editor : Ihan Nurdin