Oleh Riza Mulia*
Kreativitas tanpa batas menjadi adigium pas bagi siapa saja yang piawai mengolah hal sederhana menjelma luar biasa. Termasuk mampu melahirkan inovasi dari yang terlihat biasa saja tercipta hasil bagi yang memandangnya akan terpana. Puji Allah saya jua di tengah-tengah menikmati (baca: melalui penuh arti) #Lockdown sebab mewabah Covid-19, telah berbuat karya nyata penuh guna. Apa saja? Sabar sejenak, ya. Mudah-mudahan narasi awal ini tidak berlebihan. Apa salah mengapresiasi diri daripada sibuk mem-bully dan mengkritik tanpa solusi di dunia maya. Ya, kan? Yuk, lanjut baca.?
Membuka mata pagi-pagi sekali saya runtuh semangat melihat suasana kamar pribadi. Jika hari-hari menyambut mentari begitu berapi-api, tapi pagi itu saya diselimuti malas. Pasalnya banyak buku berserakan di lantai tak cukup rak huni, warna-warni piala prestasi mengaji menumpuk tak tersentuh kain lap lagi. Ditambah jaring laba-laba di sudut-sudut langit kamar kian diproduksi. Maklum saja, selama setahun saya di Bandung, adik perempuan saya tidak rajin mengurus seperti merawat diri. Untungnya demotivasi tadi tak menulari jiwa saya sepanjang hari ini layaknya pandemi corona di luar sana. Masih ada secercah harapan yang memantik semangat. Segera bangkit dari ranjang saya pun siap berkreasi. Move up!
Melihat bagian dinding di pojok kamar kosong melompong saya memutuskan untuk membuat rak buku gantung. Sesuai motto kerja, yaitu “memanfaatkan fasilitas yang ada” beberapa papan terbengkalai saya potong selebar dinding tersebut. Lalu memakunya sesuai rancangan gambar. Alhasil jadilah rak buku gantung minimalis, maksudnya sebisa mungkin meminimalisir bahan pembuatan agar tak banyak keluar rupiah. Hehe

Menjelang petang otak kanan masih berputar, seraya meneguk kopi mencuatlah ide baru untuk memfungsikan sisi kosong di bawah rak gantung tadi dengan memasang (caranya: memaku engsel ke dinding terlebih dahulu) sambungan dua sisi papan. Lahirlah meja belajar ramah ruang, praktisnya sewaktu-waktu bisa direntang untuk baca-tulis dan usai dipakai dapat dirapatkan kembali ke dinding. Jika kamu penasaran melihatnya kapan-kapan boleh ke mari sambil kita ngopi.?
Masih berkarya #Dirumahaja
Matahari sudah sepenggalah. Sejak tadi piala-piala telah saya bersihkan terlihat kinclong, warna langit kamar kembali memanjakan mata, buku-buku yang sebelumnya tak cukup tempat letak kini tersusun tegak rapi di rak baru yang siap kemarin. Melihatnya, girah membaca dan menuang kata pun kembali membara. Tak rugi seraya santai #Dirumahaja alhamdulillah saya bisa merampungkan satu cerita sederhana ini. Begitu diberi kesempatan oleh #Acehtrendmedia untuk dimuat di RUANG SEMANGAT rasanya hati ini sangat gembira.
***
Memperhatikan rak buku di kamar tergantung gagah mata kakak saya terbelalak. Ternyata setelah memuji sana-sini ujung-ujung ia meminta saya membuat lemari dagang untuknya berjualan roti. Saya memutuskan dua perkara: pertama, mengetahui ia mengais rezeki untuk anak-anaknya saya tak tega menolak. Kedua, mengingat saudara kandung saya pun tak perlu negosiasi harga.
Btw, masih ingat motto saya bekerja? Ya, cukup memanfaatkan fasilitas yang ada seperti kayu bekas, sisa-sisa seng lama dan triplek dalam waktu empat hari lemari roti pun jadi. Berkat karunia Allah kakak saya meraup untung Rp50-100 ribu per hari.
Entah karena akhir-akhir itu saya mengasah potensi lewat gergaji, acap kali pagi menyapa terlintas pikiran; apalagi yang bisa diolah cipta atau sebatas menginovasi yang ada. Tersimpul lagi, memahami hal sepele tetapi itu sering mengundang masalah tak terduga, seperti kebiasaan lupa meletakkan kunci kendaraan di saat mau berangkat. Karena itu saya merancang tempat gantung kunci, agar kami tak perlu lagi saling bertanya di mana kunci atau mencari-cari ke sana-sini. Setelah mengukur, memotong kayu hingga memaku, jadilah terminal kunci yang bertengger mungil di dinding.
Terakhir, apa yang saya kerjakan selama #Dirumahaja adalah membuat whiteboard untuk mendukung aktivitas belajar tujuh keponakan di rumah. Laksana pustaka kecil kadang kamar saya menjadi tempat bermain dan menghafal Alquran bagi mereka. Meski dunia mengakui corona sangatlah berbahaya, tapi dari segi ‘nama’ masih punya makna. Usai usut arti,, ternyata oh ternyata corona artinya mahkota. Lantas saya menamai kamar belajar dengan ‘Sekolah Corona’. Berharap keponakan yang belajar dan menghafal Alquran kelak menggapai mahkota surga. Amin![]
*Penulis lahir di Tanjung Selamat, Darussalam, dan alumnus Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Ar-Raniry
Editor : Ihan Nurdin
Program ini terselenggara berkat kerja sama antara aceHTrend dengan KPI UIN Ar-Raniry, Gramedia, dan PT Trans Continent
Komentar