ACEHTREND.COM, Jakarta – Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) menggelar diskusi publik dengan tajuk “Tadarus Anggaran-Praktik Pengawalan Pelaksanaan BLT-Dana Desa”.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk membedah skema pengawasan pelaksanaan BLT dana desa, yang merupakan program pemerintah yang saat ini paling banyak didiskusikan berbagai elemen masyarakat. Baik terkait besaran anggaran, pendataan, dan pendistribusiannya.
Diskusi dilakukan melalui aplikasi Zoom, Sabtu (9/5/2020), dengan narasumber Anwar Sanusi, Sekjen Kementerian Desa, PDTT Thoriqul Haq, Bupati Kabupaten Lumajang, el-Faisal, dari Dinas DPMD Kabupaten Bima Anna Winoto, Tim Leader KOMPAK, dan Misbah Hasan, selaku Sekjen FITRA.
Diskusi ini pandu oleh moderator Lilis Suryani, Manager Pemberdayaan Masyarakat, KOMPAK, dengan peserta diskusi dari berbagai daerah dan kalangan terkait.
Sekjen Fitra, Misbah Hasan menjelaskan, pentingnya melakukan pengawasan dalam pelaksanaan BLT di berbagai tingkatan supaya dana yang dikucurkan pemerintah tak salah sasaran dan digelapkan.
“Tadarus anggaran kali ini ke-4 yang kita lakukan, untuk mengawal penanganan Covid-19 dari pusat sampai desa. Kita juga kerja sama dengan KOMPAK mengawal dana desa di tengah relaksasi terhadap tata kelola pemerintahan,” kata Misbah Hasan.
Misbah menyebutkan, total dana desa dalam APBN-P 2020 sebesar Rp71,19 triliun untuk 74.954 desa di seluruh Indonesia. Sedangkan total alokasi dana desa (ADD) sekitar Rp36,32 triliun dari 433 Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia.
Misbah Hasan menjelaskan, ada tiga kebijakan utama pemerintah terkait desa penanganan kesehatan. Pemerintah memutuskan bahwa seluruh desa membentuk relawan desa dan satuan Gugus Tugas Covid-19 desa. Kebijakan anggaran dana desa Rp72 triliun diarahkan untuk tiga kegiatan utama, yaitu pencegahan dan penanganan Covid-19, padat karya tunai desa (PKTD), dan bantuan langsung tunai (BLT).
“Pemberdayaan ekonomi merupakan dampak jangka panjang yang akan dirasakan oleh masyarakat di kawasan perdesaan, sayangnya belum ada skema program dari pemerintah untuk warga di perdesaan,” katanya.
Kesalahan inklusi atau inclution error data, warga desa yang seharusnya tidak berhak menerima bantuan tetapi terdaftar, yaitu orang kaya di desa, warga dengan rumah mewah, dan warga dengan mobil mewah.
“Potensi penyimpangan anggaran Covid-19 yakni BLT dana desa. Update dan validasi data, pusat, daerah dan desa berakibat pada penerima bantuan yang salah sasaran,” kata Misbah.
Termasuk penggelapan dana bantuan, jumlah bantuan tidak sesuai yang diterimakan, berbeda antarorang, antardesa, antardaerah, dan pungutan liar yang dilakukan oleh oknum pembagi bantuan, serta double pembiayaan bantuan sosial dari APBN/APBD/APBDesa.[]
Komentar