Oleh Tgk Helmi Abu Bakar Ellangkawi*
Suara takbir dengan syahdunya masih terdengar di berbagai penjuru kota, gampong, dan pemukiman meskipun wabah Covid-19 masih belum reda di berbagai dunia. Untaian dari realisasi takbir harus mampu kita tanamkan dan resapi ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah Swt. Kalimat tasbih kita tujukan untuk menyucikan Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya. Tidak lupa kalimat tayyibah yang menjadi rangkaian takbir seperti tahmid sebagai bentuk puji syukur juga kita tujukan untuk Allah Swt dengan sifat rahman dan rahim-Nya Ilahi Rabbi.
Setelah sebulan penuh berjihad dengan Ramadan baik dalam fase rahmat, maghfirah, dan itqun minannar telah kita lalui dan para “alumni” Ramadan akan terlihat sosok “sarjana” usai syahrul mubarak itu berlalu. Salah satu bukti perginya sang kekasih Ramadan hadirnya Idulfitri yang merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa.
Mengulas ungkapan Idulfitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertakwa. Kata Id berdasar dari akar kata aada – yauudu yang artinya “kembali” sedangkan fitri bisa berarti “buka puasa” untuk makan dan bisa berarti “suci”. Adapun fitri yang berarti buka puasa berdasarkan akar kata ifthar (sighat mashdar dari afthara – yufthiru) dan berdasar hadis Rasulullah saw yang artinya: “Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad saw pergi (untuk salat) pada hari raya Idulfitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya.” Dalam Riwayat lain: “Nabi saw makan kurma dalam jumlah ganjil.” (HR Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas, makna Idulfitri berdasarkan uraian di atas adalah hari raya ketika umat Islam kembali untuk berbuka atau makan. Oleh karena itulah, salah satu sunah sebelum melaksanakan salat Idulfitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa hari raya Idulfitri 1 Syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.
Esensi kata fitri yang berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fathara-yafthiru dan hadis Rasulullah saw yang artinya, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap rida Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘alayh). Barangsiapa yang salat malam di bulan Ramadan dengan didasari iman dan semata-mata karena mengharap rida Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alaih). Dari penjelasan ini dapat disimpulkan pula bahwa Idulfitri bisa berarti kembalinya kita kepada keadaan suci, atau keterbebasan dari segala dosa dan noda sehingga berada dalam kesucian (fitrah).
Keberadaan Idulfitri dalam substansinya tidak dapat kita samakan dengan Lebaran. Idulfitri itu sebuah ruh yang menjelma dalam kesucian baik dalam tingkah laku dan lainnya. Sedangkan Lebaran sifatnya “sementara” dan “dhahir” dengan semua tradisinya pasti berlalu. Namun, Idulfitri dengan makna hakikinya sedianya terus menjadi cermin bagi perbuatan dan perilaku kita sepanjang tahun.
Di antara momentum Idulfitri untuk mempererat antarsesama dengan silaturahmi. Meskipun ada larangan mudik, tetapi tidak serta-merta menghilangkan silaturahmi. Sangat banyak hadis Rasullah saw yang menganjurkan kita untuk bersilaturahmi, antara lain hadis tersebut berbunyi:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
”Seorang yang menyambung silaturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silaturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Bahkan lewat silaturahmi ini akan menjaga hak orang yang telah menjalani hubungan yang mulia itu, ini sebagaimana disebutkan bahwa Abdurrahman ibnu ‘Auf berkata bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَنا الرَّحْمنُ، وَأَنا خَلَقْتُ الرَّحِمَ، وَاشْتَقَقْتُ لَهَا مِنِ اسْمِي، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلْتُهُ، وَمَنْ قَطَعَهَا بتَتُّهُ
“Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya.” (HR. Ahmad 1/194, shahih lighoirihi).
Dalam kesempatan yang lain, Abu Hurairah berkata, “Seorang pria mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, saya punya keluarga yang jika saya berusaha menyambung silaturahmi dengan mereka, mereka berusaha memutuskannya, dan jika saya berbuat baik pada mereka, mereka balik berbuat jelek kepadaku, dan mereka bersikap acuh tak acuh padahal saya bermurah hati pada mereka”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalau memang halnya seperti yang engkau katakan, (maka) seolah-olah engkau memberi mereka makan dengan bara api dan pertolongan Allah akan senantiasa mengiringimu selama keadaanmu seperti itu.” (HR. Muslim no. 2558
Hendaknya momentum Idulfitri mempererat kembali silaturahmi bermudik ke kampung halaman tercinta, juga nilai silaturahmi nilai yang tidak terpisahkan dari mudik itu sendiri dan silaturahmi itu melapangkan rezeki dan dipanjangkan umur dan banyak lainnya.
Islam merupakan agama yang menganjurkan umatnya untuk senantiasa berbuat baik. Amalan dalam Islam tidak hanya berupa ibadah seperti salat baik salat wajib maupun sunah. Puasa, zakat, dan sebagainya melainkan juga tersenyum dan menjalin tali silaturahmi.
Hikmah silaturahmi selain membuat orang lain yang kita kunjungi merasa senang, silaturahmi memiliki banyak keutamaan :
Silaturrahmi merupakan sebuah konsekuensi iman kepada Allah Swt. Silaturahmi adalah tanda-tanda seseorang beriman kepada Allah Swt sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
” مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ, وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.”
Seseorang akan dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya bila rajin bersilaturrahmi. Orang yang suka mengunjungi sanak saudaranya serta menjalin silaturahmi akan dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya. Sebagaimana hadis Rasullullah saw yang berbunyi:
” مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ “
“Barangsiapa yang senang diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi.”
Silaturrahmi Ala Covid-19
Pemerintah telah menyerukan masyarakat untuk membatalkan mudik ke kampung halaman jelang Lebaran, khususnya bagi umat Islam. Hal ini karena wabah corona masih mengancam. Alasan dan keputusan ini tentunya setelah melihat kondisi secara umum perkembangan wabah Covid-19 di negeri kita ini.
Tingkat kecepatan penyebarannya, gejalanya yang samar dan hampir serupa dengan flu biasa, tidak mudahnya terdeteksi mereka yang tertular. Indikasi ini menunjukkan bahaya dari virus itu. Maka wajib bagi setiap muslim untuk berikhtiar mencegah penularannya.
Ajakan pemerintah bersama-sama mendisiplinkan diri, memutus mata rantai penyebaran Covid-19, dengan tidak mudik Lebaran tahun ini. Kita menyadari bahwa menjadi tradisi umat Islam di Indonesia untuk mudik ke kampung halaman, bersilaturahmi dengan kerabat setiap Idulfitri. Tetapi, sebagaimana keputusan pemerintah yang menetapkan darurat wabah Covid-19 sampai 29 Mei (lima hari setelah Idulfitri), Lebaran tahun ini tetap harus dijalani dengan upaya-upaya disiplin memutus mata rantai penularan corona. Lantas apakah silaturrahmi menjadi “almarhum”?
Meskipun Covid-19, tetapi silaturahmi Idulfitri tetap kita lakukan secara daring atau silaturahmi online melalui teknologi komunikasi: video call dari tempat tinggal masing-masing; Lebaran di tengah virus corona daring (online).
Tentunya sikap disiplin untuk tetap di rumah dan menjaga jarak fisik dalam situasi sekarang jelas sangat membantu penanggulangan penyebaran Covid-19. Mudik, apalagi secara massal, tidak hanya membahayakan diri, tetapi juga orang lain, termasuk keluarga, dan dalam cakupan lebih besar ialah bangsa dan negara.
Silaturahmi online atau komunikasi secara virtual mungkin tidak sepenuhnya bisa menggantikan interaksi fisik atau perjumpaan secara langsung. Setidaknya ada sisi kehangatan yang mungkin hilang yang biasanya didapati saat melakukan interaksi secara langsung, belum lagi bagi mereka yang masih punya kendala terhadap akses internet.
Silaturahmi online dengan model konferensi video merupakan langkah yang paling realistis pada saat pandemi seperti saat ini. Silaturrahmi secara virtual yang berlangsung selama beberapa menit setidaknya cukup untuk menggantikan silaturahmi langsung yang sulit dilakukan selama masa pandemi. Karena kita sedang terkendala bersama maka kita juga akan saling memaklumi, seperti apa pun pesan yang kita ikhtiarkan, maka akan bisa dimengerti ketika ketulusan di atas segalanya.
Di antara media via silaturahmi online, pertama, telepon dan video call. Di zaman serba internet saat ini, sosialisasi bisa dilakukan secara daring (online). Jangan sungkan untuk menelepon atau video call teman dan keluarga saat wabah berlangsung.
Atur atau siapkan waktu untuk bersosialisasi bersama teman dan keluarga. Saat menelepon, jangan hanya membahas situasi atau kondisi terkini, ceritakan pula hal yang lucu dan lelucon yang menimbulkan gelak tawa. Tertawa dapat meningkatkan suasana hati dan baik untuk kesehatan mental.
Kedua, kegiatan secara daring. Jika tidak bisa berkumpul bersama keluarga saat wabah corona, lakukan kegiatan tersebut secara daring. Ada banyak aplikasi yang memungkinkan video call dilakukan oleh banyak orang sekaligus. Saat melakukan video call, setiap orang bisa menyiapkan makanan dan minuman lalu menikmatinya secara virtual. Anda juga bisa menonton film bersama secara daring dengan memanfaatkan sejumlah aplikasi yang tersedia.
Ketiga, media sosial. Manfaatkan media sosial untuk berinteraksi dengan teman. Lakukan interaksi yang positif seperti saling menyemangati. Hindari memberikan komentar yang negatif atau hate speech.
Beranjak dari itu, meskipun wabah Covid-19 tetapi momentum silaturrahmi harus kita rawat dengan baik meskipun silaturahmi via online. Terakhir marilah kita terus meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadan dan terus bersilaturahmi tidak mesti bulan Syawal, tetapi juga bulan lainnya. Mari kita terus meningkatkan diri menjadi insan kamil meraih hari esok yang lebih baik dalam pangkuan ridha-Nya. Amin.[]
Penulis adalah penggiat literasi asal Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga
Editor : Ihan Nurdin
Komentar