Oleh Zulfadhli Kawom
Sesosok lelaki berambut, misai dan janggut uban duduk sendiri di sebuah sudut Kedai Kopi WD Bireuen; tak ada yang menyapa, lama saya perhatikan, ternyata benar, pria tersebut Pak Nurdin, Bupati Bireuen periode 2007-2012. Kejadiannya seminggu sebelum sekolah ditutup karena wabah COVID-19. Saat itu saya pulang dari Banda Aceh, singgah di Bireuen sekedar melepas lelah dan minum kopi.
Lelaki dari Gampong Kulu, Kutablang, Bireuen itu beberapa kali bertemu dengan saya semasa konflik Aceh saat menjadi Direktur RATA,dan Jeda Kemanusiaan (JSC), terakhir menjadi guru Bahasa Inggris saya tahun 2002 di Laboratorium Bahasa Unsyiah dalam Program Pelatihan TOEFL selama 90 hari. Waktu itu ia melatih kami writing. Dia selalu memeriksa tulisan saya dan selalu bersama sekadar ngopi ke Kantin FKIP, sesekali kami pulang bersama. Saat itu dia sering naik Vespa putih dan menggunakan Jaket Kanzen. Di rumahnya di kawaasan Ule Kareeng, Banda Aceh, internet LAN aktif 24 jam. Saat itu saya selalu bertanya tentang penangkapan beliau di Kutaraja Taylor karena terlibat GAM.
Setelah berpisah dia memberi saya alamat email, kebetulan tahun 1999 saya sudah punya akun email yahoo.com.
Saat Darurat Militer saya mencoba mengontak beliau lewat email dengan akun, din_doraman@yahoo.com, ternyata aktif, dia sedang di Australia kebetulan adiknya juga membuka Restoran di Sidney, Australia. Beberapa kali kamu chatting lewat YM saat dia muiai aktif dalam perundingan, saya selalu menanyakan perkembangan karena penasaran. Di awal-awal saya sangat bersemangat dalam perundingan GAM masih menuntut merdeka, namun kabar terakhir dari Pak Nurdin adalah “self government” saat itu saya selalu berpikir “apa mungkin?”.
Saat dia pulang setelah tsunami dan perdamaian saya bertemu di Lhokseumawe, waktu itu katanya sedang mengurus bisnis dan organisasi Aceh World Trade Center (AWTC). Setelah jadi Bupati Bireuen, saya tak pernah lagi bertemu beliau, hanya sesekali membaca kebijakannya lewat media. Bagi saya almarhum tetaplah seorang guru; bukan pebisnis atau politisi.
Innalillahi wainnailaihi rajiun. Beuluwah kubu Pak Nurdin.
Penulis adalah pemerhati budaya, politik, dan hal-hal yang berkaitan dengan Aceh.
Komentar