Oleh Nurul Meina
Terdros Adhanom Ghebreyesus yang menjabat sebagai Direktur jenderal World Health Organization (WHO) merilis sebuah pengumuman yang sangat menyentak kita semua. Corona virus Disease 2019 (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi global sejak Maret 2020. Virus mematikan yang dimulai dari Wuhan, China pada Desember 2019.
Covid-19 sebagai pandemi global tentu saja memberi dampak yang sangat serius bagi Indonesia sehingga membuat banyak orang harus melakukan Physical distancing (menjaga jarak fisik) dari keramaian agar terhindar penyebaran Covid-19. Ribuan karyawan di-PHK, berdampak pada buruh bahkan tukang sepatu sekalipun kesulitan mencari nafkah.
Kondisi ini tentu saja menimbulkan kebosanan, kecemasan dan panik yang jika tidak segera ditangani akan mengalami gangguan psikosomatis. Psikosomatis merupakan gangguan pada fisik yang disebabkan oleh tekanan-tekanan emosional dan psikologis atau sebagai akibat dari kegiatan psikologis yang berlebihan dalam merespon gejala emosi. Demikian menurut Kartono dan Gulo (1987).
Dalam kondisi sulit seperti ini berpikir positif akan sangat berpengaruh pada kesejahteraan psikis dan kesehatan fisik seseorang. Selain memberi asupan pada tubuh kita juga harus memberi vitamin untuk psikologis selama covid-19 ini. Meski terkesan dipaksa untuk melakukan segala aktifitas di rumah. Banyak sisi positif yang bisa dilakukan untuk menyiasati kebosanan ketika berada di rumah saja.
Cemas dan panik merupakan faktor dominan yang menyebabkan gejala psikosomatis. RS OMNI, sebuah Klinik Psikosomatik yang berada di Tangerang mendata 80 persen pasien dengan gejala psikosomatis yang mengunjungi mereka disebabkan oleh ganguan cemas dan panik.
Berbagai kebijakan dari pemerintah yang melakukan pembatasan terhadap berbagai aktifitas akan memicu rasa bosan, cemas, tertekan yang merupakan 2/3 dari gejala dasar psikosomatis, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Cemas fisik akan mengalami perubahan detak jantung, tekanan darah, hilangnya selera makan, gangguan pernapasan hingga terganggunya pola tidur.
Meski saat ini telah diterapkan sebagai fase new normal, namun gejala di atas dapat terjadi hingga hari ini sebagai stimulus emosional yang sudah terjadi beberapa bulan. Karenanya upaya untuk menyadari kondisi psikologis sebagai self control merupakan faktor penting untuk mengembalikan keadaan yang stabil. Atau juga bisa menempuh upaya dengan memanfaatkan jasa profesional seperti mengikuti layanan psikologis dari psikolog, konselor, dan psikiater guna mencegah timbulnya gejala psikosomatis.
Psikologi Islam sendiri memberi solusi dengan membaca Alquran dapat mengendalikan saraf otonom dan membangkitkan sistem imun tubuh. Dr Ahmed Al-Qadhi seorang peneliti di Klinik Besar Florida, USA membuktikan bahwa membaca Alqur’an dengan bersuara dapat menimbulkan vibrasi sehingga sel-sel yang rusak di dalam tubuh bisa berkerja dengan baik. Hal ini juga diperkuat oleh Muhammad Salim dari Universitas Boston, karena setiap sel di dalam tubuh manusia bergetar secara seksama yang dapat mengembalikan keseimbangan.
Al-Quran dengan tegas memberi pesan bahwa, al-Quran adalah penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana dapat dibaca pada surat al-Isra: 82.
Ketika new normal mulai diterapkan tentu saja terdapat dua respon psikologis, sebagian orang menerimanya secara terbuka dan menganggapnya sebagai sebuah harapan baru. Atau sebaliknya justru mengalami tingkat kepanikan dan stres yang berlebihan karena harus melakukan aktifitas seperti biasa meski masih di bawah ancaman Covid-19.
Bagi mereka yang mampu dengan cepat beradaptasi dengan kondisi new normal, mungkin dengan mudah dan tanpa beban mengikuti protokol kesehatan, seperti memakai masker setiap keluar dari rumah, menjaga jarak dengan orang lain, rajin cuci tangan dengan sabun, berolah raga, dan berjemur sebagai proteksi diri sekaligus menjaga orang lain.
Orang dengan respon psikologis bermasalah akan mengalami peningkatan rasa panik dan stres karena harus melakukan aktifitas seperti biasa sementara ancaman Covid masih mengintai. Ini akan menjadi sebuah tekanan yang luar biasa dimana stres dan panik sebelumnya belum sembuh ditambah lagi dengan tekanan baru sehingga berpotensi mengalami gangguan psikosomatis.
Dalam kondisi demikian penderita psikosomatis harus melakukan pencegahan peningkatan stres dengan melakukan terapi relaksasi dan memberi batas kekhawatiran dengan menempatkan resiko terjangkitnya Covid-19 berpotensi dialami oleh semua orang. Artinya dia mempunyai resiko yang sama dengan orang di seluruh dunia untuk terjangkit.
Selain terapi mandiri penderita psikosomatis juga dapat memanfaatkan jasa psikolog atau psikiater. Di Aceh sendiri banyak tersedia biro layanan psikologi seperti lembaga swasta Psikodista atau Ruang Konsultasi Psikologi, layanan yang disediakan UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Karena gangguan psikosomatis jika dibiarkan terlalu lama akan berdampak serius pada kondisi fisik seseorang.
Semoga wabah ini memberi kita sebuah pembelajaran berharga, dan semoga keadaan segera pulih dan ancaman Covid-19 menjadi zero.
Penulis adalah Alumnus Psikologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Konselor di Yakesma Banda Aceh.