ACEHTREND.COM, Banda Aceh- Komisi I DPRA menyoal tapal batas Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara, yang bertolak belakang dengan isi Memorandum of Undestanding (MoU Helsinki) yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005. Di dalam perjanjian antara GAM dan perwakilan Pemerintah RI disepakati bila tapal batas Aceh dengan Sumut merujuk pada batas 1 Juli 1956.
Dalam rapat kerja Komisi I DPRA yang digelar Rabu (17/6/2020) Ketua Komisi I Muhammad Yunus mengatakan bahwa Pemerintah Aceh tidak boleh mengambil kesimpulan sendiri mengenai tapal batas. Apalagi dalam penetapan tapl batas yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang hasilnya diumumkan pada Kamis (11/6/2020) tidak melibatkan Parlemen Aceh sebagai pelanjut mandat rakyat.
Hal itu disampaikan oleh Yunus di hadapan Asisten I Pemerintah Aceh, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Topografi Kodam Iskandar Muda, Biro Tapem Aceh, Kadis DLHK Aceh, Kadis Pertanahan dan segenap unsur lainnya.
Menurut M. Yunus, pengabaian terhadap MoU Helsinki yang merupakan ruh perdamaian Aceh, merupakan hal yang tidak patut. Perjanjian damai antara GAM dan RI jangan dianggap sepele.
“2 ribu anak syuhada Aceh yang gugur di dalam konflik datang kepada kami. Mempertanyakan hal tersebut. [Pemerintah] jangan main-main, ini menyangkut darah orang tua mereka,” ujar Yunus.
Menurut Yunus, penetapan batas Aceh dan Sumut oleh Pemerintah Pusat merupakan aksi sepihak yang mengabaikan keberadaan tim juru runding GAM dan juru runding RI. Padahal mereka masih hidup. “Kalau mereka dilibatkan saya kira persoalan akan menjadi lain. Tapi ini aksi sepihak, tidak melibatkan juru runding,” katanya.
Batas Aceh 1 Juli 1956 Tidak memiliki Dokumen
Asisten I Pemerintah Aceh Bidang Pemerintahan dan Keistimiewaan M Jafar mengatakan, tapal batas di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 (UUPA), d di dalam pasal 3 huruf c, bahwa batas daerah Aceh itu salah satunya berbatasan dengan Sumut. Dengan demikian, pemerintah sama sekali tidak mengabaikan keberadaan MoU Helsinki. Hanya saja di dalam UUPA tidak diatur sedetail di dalam MoU Helsinki.
Batas tegas yang disebut di dalam MoU Helsinki bahwa perbatasan Aceh dan Sumut merujuk 1 JUli 1956, merupakan rujukan utama tim dalam melakukan kajian. Dengan melibatkan Universitas Syiah Kuala, pihak pemerintah melakukan kajian.
Hanya saja, dari hasil kerja tim Unsyiah, tidak ditemukan dokumen apapun terkait batas Aceh merujuk 1 JUli 1956. Pihaknya, tambah Jafar, juga sudah bertemu dengan juru runding GAM seperti Bakhtiar Abdullah, Munawarliza Zainal–sebagai support tim GAM– Hanya saja, setelah bertemu mereka hasilnya juga sama. Tidak ada dokumen apapun tentang 1 Juli 1956. Demikian juga ketika mereka bertemu Paduka Wali Nanggroe Aceh Teungku Malik Mahmud Al-Haytar.
Karena tidak ada dokumen 1956, maka pihaknya berpedoman pada peta dasar, yaitu peta yang dibuat oleh TNI AD, yang disebut dengan peta topographi Angkatan Darat 1978, itu juga punya Belanda peta stat blade yang skala 1 : 250, dijadikan oleh TNI AD menjadi 1 : 50000.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri akhirnya menetapkan batas sembilan wilayah Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut) setelah 32 tahun bersengketa. Pemerintah Provinsi Aceh berharap tak ada lagi persoalan batas perbatasan dengan provinsi tetangga tersebut.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Aceh, Syakir dalam keterangan kepada wartawan, Kamis (11/6/2020), mmengaku mendapat informasi terkait tuntasnya batas wilayah Aceh-Sumut dari pejabat Direktorat Toponimi & Batas Daerah Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan. Menurutnya, persoalan tapal batas daerah di dua provinsi ini terjadi sejak tahun 1988.
Batas wilayah yang menjadi sengketa terletak di Kabupaten Aceh Tamiang, Gayo Lues, Aceh Tenggara, serta Kota Subulussalam.
Sembilan Permendagri terkait batas wilayah yaitu Permendagri tentang batas daerah Kabupaten Gayo Lues dengan Kabupaten Langkat melalui Permendagri No. 27 Tahun 2020. Kedua Permendagri No. 28 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Tamiang dengan Kabupaten Langkat.
Selanjutnya, Permendagri No 29 Tahun 2020 tentang batas daerah Aceh Tenggara dengan Kabupaten Karo dan Permendagri No. 30 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Tapanuli Tengah. Kemudian Permendagri No. 31 Tahun 2020 tentang batas daerah Kota Subulussalam dengan Kabupaten Dairi.
Batas daerah Kab Aceh Tenggara dengan Kabupaten Dairi, diatur melalui Permendagri No. 32 Tahun 2020. Sementara Permendagri No. 33 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Tenggara dengan Kab Langkat, Permendagri No. 34 Tahun 2020 tentang batas daerah Kota Subulussalam dengan Kabupaten Pakpak Bharat, dan Permendagri No.35 Tahun 2020 tentang batas daerah Kabupaten Aceh Singkil dengan Kabupaten Pakpak Bharat. []
Komentar