ACEHTREND.COM, Meulaboh – Menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dugaan limbah batu bara, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) meninjau langsung Daerah Aliran Sungai (DAS) Krung Tujoh di Kawasan Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Kamis (9/7/2020). Peninjauan kali ini termasuk dalam agenda pansus DPRA Dapil X.
Koordinator Pansus DPRA, Tarmizi, usai melihat lokasi Krueng Tujoh mengatakan, pihaknya akan melibatkan tim independen untuk melakukan pemeriksaan sampel air guna membuktikan secara secara ilmiah. Sehingga dugaan tercemar seperti keluhan warga lebih berdasar.
“Kita sudah melihat langsung dan mendengar keluhan masyarakat. Bahwa Krueng Tujoh ini sudah berkurang manfaatnya bagi warga. Salah satunya mereka para nelayan tradisional. Oleh karena itu kami sebagai wakil rakyat akan menyikapi masalah ini,” ungkap Tarmizi.
Tarmizi mengaku, akan berkoordinasi dengan pihak terkait dan menurunkan tim ahli yang independen guna memeriksa kandungan air Krung Tujoh, kenapa air sungai itu disebut-sebut bisa berubah warna hitam, sebabkan gatal-gatal, populasi ikan semakin menurun, bahkan ada yang berakibat fatal bagi pertanian padi warga setempat.
“Kami akan bersama-sama anggota DPRA dari Dapil X untuk menindak keluhan masyarakat. Sepertinya memang benar sudah lama kami tidak lagi mendegar ikan lele dari Krung Tujoh yang dulunya sangat terkenal dan cita rasa yang sedikit berbeda dengan ikan daerah lain,” katanya.
Seperti pernah diberitakan beberapa waktu lalu, kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Tujoh yang berlokasi di kawasan Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat semakin memprihatinkan. Air sungai itu diduga tercemar limbah batu bara milik salah satu perusahaan tambang di wilayah itu.
Anwar, salah seorang warga Ujong Tanoh Darat kepada wartawan saat itu (Kamis (12 maret 2020) mengatakan saat musim kemarau datang, kondisi air Krueng Tujoh itu berubah warna menjadi kehitaman. Dan sangat berdampak buruk bagi aktivitas nelayan tradisonal serta pertanian warga yang menggunakan air tersebut.
“Jangankan untuk diminum, mandi atau berwudu saja terasa gatal. Kalau warga kami yang selama ini mencari kerang memang sudah berhenti, nggak mungkin mencari kerang lagi. Karena dampaknya satu kali menyelam, lima hari gatal-gatal,” jelas Anwar, yang juga dipercayakan sebagai Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Krueng Tujoh.
Saat itu, manajeman perusahaan PT Mifa Bersaudara yang merupakan perusahaan pertambangan yang bergelut dengan batu bara di wilayah itu saat dikonfirmasi mengatakan, pihak perseroan dalam melakukan kegiatan penambangan tetap mengedepankan good mining practices atau praktik pertambangan yang baik dari berbagai aspek.
Pihaknya juga selalu melakukan monitoring secara berkala, serta melaporkan setiap aktivitas pengelolaan lingkungan kepada dinas terkait, sebagai bentuk komitmen perusahaan terhadap lingkungan.
“Kami semaksimal mungkin sudah melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan. Meskipun area Krueng Tujoh berada di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), namun kami tetap melakukan koordinasi dengan DLH, serta siap membantu melakukan pemeriksaan dugaan air keruh ke lokasi Krueng Tujoh secara formil,” ungkap Indra.[]
Editor : Ihan Nurdin