• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Perjuangan Guru di Tengah Badai Covid-19

Muhajir JuliMuhajir Juli
Selasa, 04/08/2020 - 13:57 WIB
di Jambo Muhajir, OPINI
A A
Muhajir Juli. CEO aceHTrend. Peminat kajian politik, hukum dan sosial budaya. [Teungku Hendra Keumala/aceHTrend]

Muhajir Juli. CEO aceHTrend. Peminat kajian politik, hukum dan sosial budaya. [Teungku Hendra Keumala/aceHTrend]

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Muhajir Juli*

Sudah berbilang bulan dunia pendidikan di banyak negara terganggu karena badai pandemi Covid-19. Bukan hanya negara miskin, selevel United State of America (USA) saja kelimpungan. Di sana guru sudah berteriak minta sekolah ditutup dan belajar dari rumah semakin ditingkatkan. Hanya saja–beberapa pekan lampau– justru Presiden AS Donald Trump yang menolak seruan itu, karena ia khawatir akan berdampak lebih buruk terhadap kondisi ekonomi negara tersebut.

Sebagai antisipasi meluasnya penularan Covid-19, Pemerintah Republik Indonesia, pun mengambil keputusan bahwa untuk sementara waktu–sampai batas yang belum ditentukan secara tegas– semua jenjang pendidikan tidak lagi diselenggarakan secara tatap muka. Sekolah tidak diliburkan dalam arti yang sesungguhnya, tapi tatap muka diganti dengan tatap layar alias belajar online. Melalui monitor laptop yang terhubung dengan internet, guru tetap menjalankan tugasnya. Demikian juga peserta didik, tetap masuk kelas melalui layar telepon pintar.

Keputusan belajar dari rumah dengan perangkat elektronik sebagai penghubung, bukan tanpa masalah. Ragam persoalan kemudian timbul. Mulai perihal keterbatasan fasilitas di internal orang tua murid, hingga terbatasnya daya jangkau internet.

BACAAN LAINNYA

Muslim Ayub/Foto/Istimewa.

Muslim Ayub Minta KPK Turun Ke Aceh

25/02/2021 - 19:44 WIB
Wisuda USK, Februari 2021. Foto/Ist.

Jumlah Pengangguran di Aceh Berada di Peringkat 8 Nasional

25/02/2021 - 06:56 WIB
PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Foto/acehtrend/Bustami.

Sumut dan Kepulauan Riau Dapat Jatah Urea Subsidi dari PIM Terbanyak se-Sumatera

24/02/2021 - 16:37 WIB
Ilustrasi/Foto/Istimewa.

Carut Marut Tender Di Aceh

24/02/2021 - 13:10 WIB

Bila ditelisik lebih dalam lagi, di tingkat internal orang tua murid, problem pertama adalah kemampuan mendampingi peserta didik. Banyak dari ayah dan ibu tidak memiliki bekal yang cukup untuk melakukan pendampingan. Baik karena ketiadaan ilmu-ilmu dasar sebagai “pengasuh anak” hingga tingkat penguasaan teknologi.

Di level akar rumput, banyak juga orang tua yang menaruh kecurigaan terhadap telepon pintar yang dipersepsikan sebagai wahana maksiat yang bila diberikan kepada anak-anak (peserta didik) akan disalahgunakan untuk berbagai hal yang berkaitan dengan konten negatif. Mulai dari game online hingga situs-situs yang menyajikan materi porno. Bahwa telepon pintar sejatinya sebagai pintu gerbang ilmu pengetahuan, tidak pernah masuk dalam alam pikir mereka.

Di media sosial, orang tua murid di kelas yang demikian, kerapkali ribut dengan ragam makian. Mulai dengan menyalahkan pemerintah, hingga menyalahkan entitas agama dan bangsa tertentu, yang menurut mereka telah menyebabkan segala kekotoran hadir di dalam rumah mereka.

Tidak sedikit juga yang menyalahkan guru. Para tenaga didik dianggap memanfaatkan kondisi darurat kesehatan untuk berleha-leha. Tidak menjalankan tugas dengan baik dan mengalihkan tugas mengajar kepada orang tua murid. Bahkan banyak juga yang menuduh Menteri Pendidikan RI Nadiem Makarim dan Presiden RI Ir. Joko Widodo sedang bekerja merusak tatanan pendidikan, demi mempercepat tumbuh suburnya komunisme di Indonesia. Tidak sedikit meme yang bertujuan menghina guru, bertebaran di media sosial. Sungguh terlalu!

Semua guru di seluruh dunia, tidak menginginkan kondisi seperti ini. Bila ada guru yang sebelum pandemi Covid-19, masih bersikap ogah-ogahan ketika mengajar, kini kena batunya. Praktik belajar dari rumah, bekerja dari rumah, bukan persoalan mudah. Setingkat dosen saja mengeluh, apalagi guru SD yang peserta didiknya merupakan kelompok manusia yang belum memiliki kemampuan berpikir dengan baik. Ditambah lagi dengan kemampuan peserta didik yang antara satu dengan lainnya jauh sekali timpang. Bayangkan, mengajar di balik layar laptop, dengan murid-murid yang tidak mengerti bahasa Indonesia, serta kualitas suara yang berhasil dipancarkan oleh gelombang internet sangat buruk. Apa yang akan terjadi? Keluar yang dibilang, seluar yang terdengar.

Ikhtiar Guru

Di Aceh, banyak komunitas guru yang mencoba berbagai alternatif. Mereka berusaha maksimal–dengan segala keterbatasan– melayani pendidikan. Mulai dengan menggelar kelas online, mengajar door to door, hingga menyusun tugas-tugas offline. Serta tetap masuk sekolah walau murid tidak berada di sekolah.

Saya mengenal beberapa guru, oleh akibat Covid-19, secara sukarela meningkatkan kemampuan diri. Mereka mengikuti berbagai pelatihan online yang kelak dipergunakan untuk mengampu kelas virtual dan non virtual. Semua ikhtiar itu dilakukan demi satu tujuan mulia: seburuk apapun kondisi, anak bangsa tetap harus terdidik. Titik!

Peran Mahasiswa

Saya melihat “kekosongan” yang terus diupayakan sekeras mungkin oleh guru agar tidak kosong dapat diisi oleh mahasiswa yang saat ini juga harus kembali ke kampung halaman karena kampus “tutup” untuk sementara waktu.

Sebagai orang terdidik, saya kira mahasiswa bisa turun tangan membantu penyelenggaraan pendidikan. Minimal satu mahasiswa mengasuh tiga sampai lima anak di kampung masing-masing.

Mahasiswa dengan pendidikan yang lebih tinggi saya nilai akan mampu mendidik “adik-adiknya” dengan baik.

Aceh punya pengalaman menghadirkan guru darurat. Ketika konflik bersenjata banyak guru yang eksodus ke luar daerah. Kekosongan tersebut diisi oleh tentara yang sedang bertugas di Aceh. Dengan seragam loreng dan menenteng senjata, prajurit TNI bertugas mengajar di sekolah-sekolah pedalaman yang ditinggalkan oleh guru. Walau hasilnya tidak maksimal, setidaknya tidak ada kekosongan.

Kehadiran mahasiswa sebagai tenaga bantu pendidikan di komunitas masing-masing, bukan bertujuan menggantikan peran guru, tapi membantu mengisi ruang kosong yang tidak mampu diisi oleh guru di tengah badai Covid-19.

Akhirnya, kita semua harus bergandengan tangan, memberikan yang terbaik untuk negeri ini. Terima kasih kepada seluruh guru di seluruh dunia yang tidak pernah berhenti mengajar dalam kondisi terburuk. []

*)Penulis adalah CEO aceHTrend.

Tag: #Headlineaceh darurat covid-19belajar dari rumahGurusekolah
Share144TweetPinKirim
Sebelumnya

SMA Adidarma Bagikan Daging Kurban untuk Siswa dari Keluarga Kurang Mampu

Selanjutnya

IRT di Jeunieb Ditemukan Tergeletak dengan Luka Gorok di Leher

BACAAN LAINNYA

Marthunis M.A.
OPINI

Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

Kamis, 25/02/2021 - 12:26 WIB
aceHTrend.com
Artikel

Aceh & Hikayat Som Gasien, Peuleumah Hebat

Senin, 22/02/2021 - 17:41 WIB
Dwi Wulandary
OPINI

Melek Teknologi dengan Mengenali Vektor Versus Raster

Senin, 22/02/2021 - 08:38 WIB
Ilustrasi Kemiskinan/FOTO/Media Indonesia.
Artikel

Aceh Tidak Miskin, Aceh Dimiskinkan!

Minggu, 21/02/2021 - 20:01 WIB
Muhajir Juli
Jambo Muhajir

Rokok Rakyat dan Cerutu Pejabat

Sabtu, 20/02/2021 - 16:57 WIB
Ilustrasi: FOTO/Jawapos.
Artikel

Gurita Korupsi Di Aceh, Siapa Peduli?

Jumat, 19/02/2021 - 12:18 WIB
Saiful Akmal
OPINI

Aceh Meutimphan: antara Kemiskinan dan Politik Peu Maop Gop

Jumat, 19/02/2021 - 09:37 WIB
Fauzan Hidayat.
OPINI

Mengapa UEA Alih Investasi dari Singkil ke Sabang?

Kamis, 18/02/2021 - 16:31 WIB
Boy Abdaz. [Ist]
Artikel

Aceh Miskin, Rakyat juga yang Salah

Kamis, 18/02/2021 - 08:47 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
Korban saat dirujuk ke RSUD dr Fauziah Bireuen @ist

IRT di Jeunieb Ditemukan Tergeletak dengan Luka Gorok di Leher

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Bayi yang ditemukan di rumah warga

    Warga Babah Lhung Blangpidie Temukan Bayi Dalam Goodie Bag di Warungnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tuding Kapal Aceh Hebat Dibangun dari ‘Rongsokan’, Massa Demo Dishub Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Carut Marut Tender Di Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Polda Aceh Lirik Pengadaan Wastafel di Dinas Pendidikan Aceh Senilai 41,2 Miliar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Terkait Rencana Pengembangan Kampus, Hendra Budian Imbau Rektor USK Bersikap Bijak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Muslim Ayub/Foto/Istimewa.
Hukum

Muslim Ayub Minta KPK Turun Ke Aceh

Redaksi aceHTrend
25/02/2021

KMP Aceh Hebat 3 @aceHTrend/Sadri Ondang Jaya
Politik

Dituding dari Kapal Bekas, Dishub Aceh: Pengadaan KMP Aceh Hebat Melalui Mekanisme Multiyears

Muhajir Juli
25/02/2021

ersangka dan barang bukti saat diamankan di Polres Langsa, Kamis (25/2/2021).
BERITA

Polisi Tangkap Seorang Pemuda di Langsa karena Memiliki 39 Paket Sabu

Syafrizal
25/02/2021

Massa AGAH melakukan unjuk rasa di depan Dinas Perhubungan Aceh, Kamis (25/2/2021). Mereka menduga bila 3 unit KMP Aceh Hebat dibangun dari kapal bekas pakai. Foto/Ist.
Politik

Tuding Kapal Aceh Hebat Dibangun dari ‘Rongsokan’, Massa Demo Dishub Aceh

Muhajir Juli
25/02/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.