• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Kisruh Darussalam Coreng Wajah 15 Tahun Damai Aceh

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Sabtu, 22/08/2020 - 19:18 WIB
di MAHASISWA MENULIS
A A
Muhammad Sulthan Alfaraby

Muhammad Sulthan Alfaraby

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Muhammad Sulthan Alfaraby*

PENDIDIKAN merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan juga mempunyai peranan aktif untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat penting bagi pembangunan bangsa maupun negara kita ke depannya. Berbicara persoalan pendidikan, hal ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh pengalaman maupun pengaruh lingkungan di sekitar kita. John Locke selaku tokoh empirisme pernah beranggapan bahwa keberhasilan seorang anak didik itu ditentukan oleh pengalaman dan lingkungannya. Dalam konteks ini, pengaruh lingkungan seperti ajaran daripada guru-guru maupun orang ‘berilmu’ tinggi semisal sarjana, magister, doktor atau profesor merupakan faktor pemicu terpenting yang bisa mengubah paradigma para anak asuhnya.

Kenapa penulis mengatakan sarjana, magister, doktor atau profesor merupakan orang yang ‘berilmu’ tinggi? Dikarenakan kita haruslah mengacu kepada sistem atau aturan pendidikan di Indonesia yang saat ini kita anut terkait penggunaan gelar-gelar tersebut yang merupakan acuan seseorang bisa dikatakan ‘berilmu’ tinggi atau sudah memadai. Meskipun di luar sistem pendidikan tersebut, gelar dan ijazah bukanlah pertanda utama seseorang itu mempunyai ilmu yang tinggi atau pernah berpikir, melainkan hanya sekedar pertanda atau bukti bahwa orang tersebut pernah bersekolah. Namun, karena kita berada di ranah sistem atau aturan pendidikan Indonesia, maka mau tidak mau kita haruslah sepakat untuk mengakui bahwa gelar adalah pertanda seseorang itu mempunyai ilmu yang tinggi atau memadai.

Berbicara soal orang ‘berilmu’ tinggi dalam sistem pendidikan, maka ada sebuah kejadian yang sangat memalukan sekaligus mencoreng dunia pendidikan saat ini, salah satunya adalah persoalan ‘rebutan tanah’ dan ‘kekuasaan’ yang bangga dipertontonkan di muka televisi. Sebagai contoh, baru-baru ini di pertengahan tahun 2020, kisruh persoalan tapal batas Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry di Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh. Hal yang bisa dibilang sebagai ‘aib’ bagi dunia pendidikan ini, menjadi perbincangan menarik dan sekaligus seru untuk dibahas demi mencerdaskan kehidupan bangsa Aceh melalui pengulikan sejarah-sejarah yang sudah lama terbenam meskipun agak sedikit miris jika kita melihatnya. Kisruh ini sebenarnya sudah lama bermula sejak tahun sebelumnya dan sampai saat ini belum mendapatkan titik terang atau solusi yang kongkrit.

BACAAN LAINNYA

Muhajir Al-Fairusy, antropolog Aceh.

Robohnya Kearifan “Darussalam”

14/05/2020 - 17:20 WIB
Unsyiah

Darussalam ke DarusTalam?

30/08/2019 - 14:03 WIB
Surat Rektor Unsyiah (Ist)

Polemik Unsyiah dan UIN Ar Raniry: “Jalur Gaza” Baru di Darussalam?

11/05/2019 - 07:55 WIB
aceHTrend.com

Bupati Bireuen Tinjau Korban Banjir di Darussalam

18/11/2018 - 07:02 WIB

Akademisi juga banyak melontarkan pernyataan, mulai dari saling kritik bahkan melontarkan bait-bait puisi ‘ejekan’. Sungguh pemandangan yang memalukan bagi kaum-kaum ‘berilmu’ tinggi dan bisa berpotensi untuk menimbulkan ‘erupsi’ emosional di kedua kampus tersebut. Sekitar tahun 2019 yang lalu, juga pernah diadakan sebuah kegiatan diskusi publik oleh salah satu organisasi kemahasiswaan (ormawa) untuk menilik kembali asal muasal persoalan hak milik tanah di Kopelma Darussalam yang kini diduduki oleh dua kampus terbesar di Aceh itu. Penulis berharap, diskusi ini harus terus dihidupkan dan ‘dibakar’ demi menjaga keselarasan ‘pola pikir sehat’ oknum akademisi-akademisi yang mulai ‘miring’ tak berdaya.

Jangan sampai, timbul padangan dari publik bahwa ormawa hanya bangga mengkritik ‘Kanda-kanda’ di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, namun takut untuk mengkritisi kelakuan elit-elit atau kampus yang jauh dari kata ‘bermoral’. Sudah saatnya, ormawa bersatu dan bergerak untuk membantu penyelesaian sengketa ini. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Apa harus tunggu kisruh ‘Tapal batas’ jilid III?

Beban moral juga kerap penulis rasakan selaku mahasiswa yang berkecimpung aktif dalam kegiatan-kegiatan yang kerap diadakan oleh dua kampus ‘Jantong Hate Rakyat Aceh’ tersebut. Bagaimana tidak, adik-adik angkatan baru di kedua kampus tersebut, banyak bertanya-tanya persoalan kisruh tapal batas ini. Namun, penulis hanya menjawab “Itu biasa”. Penulis menjawab hal ini sudah biasa, karena bukan hanya kejadian di Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh saja terjadi persoalan perebutan tanah, melainkan juga di luar Kopelma Darussalam Banda Aceh juga kerap terjadi. Ketika ada pihak yang mengklaim hak milik tanah atas dasar legalitas atau sertifikat yang ia miliki, maka tak bisa dipungkiri bahwa hal tersebut akan menjadi senjata kuat bagi pemegang legalitas atau sertifikat tersebut untuk dipertarungkan di ranah hukum. Memanglah sulit jika kita meredakan persoalan ini, apalagi jika membahas ‘amanah nenek moyang’ yang sudah berlangsung sangat lama dan perlu adanya saling diskusi untuk mengulik kembali tuntutan-tuntutan sejarah.

Selain itu, jika kita telusuri lebih jauh persoalan ini lewat rekaman video diskusi publik tahun 2019 silam yang diupload di website resmi UIN Ar-Raniry, maka kita akan menonton berbagai kesaksian daripada tokoh-tokoh awal yang pernah mengukir sejarah di kedua kampus tersebut. Memang, pada awalnya tanah Kopelma Darussalam merupakan tanah hibah dari bangsa Aceh yang dipergunakan secara bersama-sama sebagai niat suci untuk membangun sebuah peradaban yang ‘bermoral’ demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Aceh untuk ke depannya. Namun, selang berpuluh-puluh tahun lamanya, sapaan-sapaan mesra dari kedua kampus yang di tengahnya ada taman indah Tugu Kopelma Darussalam yang pernah diresmikan oleh Ir. Soekarno, kini sudah berubah menjadi cuitan sindiran yang tajam. Baru-baru ini juga viral di media sosial terkait seorang oknum dosen yang membacakan puisi di lokasi tapal batas tersebut.

Puisi tersebut bertemakan kesedihan dan kemarahan yang dilontarkan untuk Unsyiah, karena dianggap mengklaim sepihak tanah Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh dan melupakan sejarah leluhur. Tentu saja, hal ini merupakan kesedihan bagi kita semua sekaligus ‘aib’ yang memalukan dan tidak sepantasnya kita saling ‘gigit-mengigit’ terkait permasalahan yang sepele ini. Apa artinya keributan, jika kita masih bisa saling berpegangan tangan dan ‘menyapa’ mesra kembali seperti dulu lagi. Untuk sekadar diketahui, UIN Ar-Raniry juga telah meminta kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, untuk segera ‘menengahi’ konflik labil yang berkepanjangan bak ‘Jalur Gaza’ ini.

Semoga, dengan adanya peran daripada seluruh pihak nantinya, bisa membuat kesejukan yang lebih berarti bagi Kopelma Darussalam Kota Banda Aceh ke depannya. Apalagi, jika kita mengintip dari lubang teropong berdebu perdamaian Aceh 15 tahun lalu, maka sudah sepantasnya Aceh kini ‘berdamai penuh’ dalam segala sektor. Pendidikan, merupakan salah satu sektor paling penting demi mengubah nasib buruk Aceh yang kini dilanda badai di tengah samudera antah berantah. “Antah berantah”, merupakan kata yang tepat sebagai penggambaran bahwa dalam segala sektor saat ini Aceh masih memerlukan arahan maupun bimbingan.

Terlebih dari kaum intelektual yang menggali ilmu dari dalam maupun dari luar Aceh, untuk berkontribusi maksimal dalam hal penciptaan inovasi-inovasi seperti daerah lainnya. Apalagi, Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh merupakan hal yang diberikan secara istimewa oleh Republik Indonesia (RI) harus bisa dimanfaatkan dengan tepat dan optimal. Berbagai permasalahan-permasalahan yang hampir tak mempunyai solusi, seperti kemiskinan dan juga kesejahteraan, adalah tanggung jawab besar terkhusus kaum akademisi selaku ‘pemikir’ yang berintelektual dan mempunyai ‘derajat’ keilmuwan yang memadai. Tentunya, jangan sampai masyarakat malah memandang ‘rendah’ moralitas-moralitas akademisi di Aceh, akibat polemik ‘rebutan tanah’ dua kampus kebanggaan ini.

Masyarakat Aceh saat ini sangatlah membutuhkan peran nyata daripada akademisi yang berkiprah dalam dunia pendidikan Aceh, bukan malah saling hujat menghujat dan melupakan cita-cita perdamaian. Jangan sampai, ribuan bahkan jutaan sarjana telah dilahirkan, namun hanya mampu untuk bekerja kepada orang asing. Itu yang seharusnya kita pikirkan seksama! Sudah sepantasnya, seluruh pihak bergandengan tangan untuk menciptakan ‘manuver’ kongkrit demi kesejahteraan Aceh ke depannya. Jangan hanya sekadar teori belaka di bangku perkuliahan, namun bisa direalisasikan secara nyata dan berkelanjutan.

Bicara soal kesejahteraan, semoga dengan diperingatinya 15 tahun perdamaian Aceh pada tanggal 15 Agustus 2020, bisa memberikan perubahan nyata yang positif ke depannya bagi nasib Aceh yang kini ‘terombang-ambing’ dalam berbagai sektor. Kita tentunya berharap penuh teruntuk kaum ‘akademisi elit’ di Kopelma Darussalam Banda Aceh agar segera mengakhiri kisruh ‘tapal batas’ ini dan kembali kepada perjuangan awal. Adapun perjuangan awal itu yaitu menuntaskan cita-cita leluhur bangsa Aceh dalam membangun dan merawat peradaban Aceh yang lebih baik ke depannya, bukan malah mencoreng momen sakral perdamaian Aceh ini dengan membangun kisruh yang tak berujung. Semoga kita semua bisa berbenah menjadi pribadi terpelajar yang lebih bisa saling memahami satu sama lain ke depannya. Amin.

*)Penulis adalah Juru Bicara Gerakan Mahasiswa Peduli Kampus, dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pemuda Cinta Aceh.

Tag: darussalamtapal batas Unsyiah UIN Ar-Raniry opini mahasiswa Aceh
Share11TweetPinKirim
Sebelumnya

Bupati Bireuen Beri Hadiah Rp10 Juta untuk Pembawa Baki Bendera Pusaka

Selanjutnya

Enam Staf Reaktif Covid-19, Instalasi Radiologi RSUD Langsa Ditutup Sementara

BACAAN LAINNYA

Dian Saputra. Mahasiswa asal Singkil.
MAHASISWA MENULIS

Catatan Kecil tentang Singkil

Minggu, 17/01/2021 - 23:45 WIB
Noer Zainora
MAHASISWA MENULIS

Mempertanyakan Komitmen Pemerintah dalam Menerapkan Qanun LKS

Minggu, 17/01/2021 - 15:56 WIB
Mariana Syahfitri
MAHASISWA MENULIS

Manfaat Mempelajari Matematika: dari Berpikir Logis hingga Jadi Kreator Konten

Senin, 04/01/2021 - 10:46 WIB
Wahlul Zikra.
MAHASISWA MENULIS

Pemuda Aceh Dalam Pelukan Judi Chip Domino

Sabtu, 26/12/2020 - 07:54 WIB
Dian Saputra. Mahasiswa asal Singkil.
MAHASISWA MENULIS

Setitik Mutiara di Ujung Sungai Singkel

Kamis, 10/12/2020 - 06:05 WIB
Baihaki.
MAHASISWA MENULIS

Bahaya Popularitas Dunia dan Solusinya

Kamis, 26/11/2020 - 07:25 WIB
Ahmad Zharfan
MAHASISWA MENULIS

Demokrasi Kita Semakin Menurun?

Selasa, 20/10/2020 - 12:23 WIB
Ahmad Zharfan
MAHASISWA MENULIS

UU Cipta Kerja untuk Kesejahteraan dan Keadilan di Indonesia?

Selasa, 13/10/2020 - 10:41 WIB
Aulia Prasetya
MAHASISWA MENULIS

Demokratis, Birokrasi, dan Mahasiswa 

Kamis, 24/09/2020 - 18:24 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
RSUD Langsa @Berita One

Enam Staf Reaktif Covid-19, Instalasi Radiologi RSUD Langsa Ditutup Sementara

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Ilustrasi perokok. Foto/Anadolu Agency.

    Vaksin Covid-19 Tidak bekerja Maksimal di Tubuh Perokok dan Peminum Alkohol

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pelajar Asal Aceh Tamiang Meninggal Dunia karena Kecelakaan di Langsa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammad Nizam Asal Aceh Timur Terpilih sebagai Ketua IKAMAPA Bogor

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Terduga Teroris yang Ditangkap di Aceh, Mulai Pedagang Buah Hingga PNS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Kaum Muda dalam Perubahan Sosial

    3 shares
    Share 3 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

aceHTrend.com
BERITA

Dewan Minta Pemko Percepat Realisasi Program Kerja Tahun 2021

Teuku Hendra Keumala
25/01/2021

Kapolres Lhokseumawe, AKBP Eko Hartanto, menunjukkan barang bukti dari ER dalam konferensi pers, Senin, 25 Januari 2020. @aceHTrend/Mulyadi Pasee
BERITA

Nekat Jual Sabu karena Terhimpit Ekonomi, IRT Hamil Tujuh Bulan di Aceh Utara Ditangkap Polisi

Mulyadi Pasee
25/01/2021

aceHTrend.com
BERITA

Kader HMI Cabang Blangpidie Galang Dana untuk Pesantren Serambi Mekah Aceh Barat 

Masrian Mizani
25/01/2021

aceHTrend.com
BERITA

42 CPNS Kemenag Wilayah Barsela Terima SK di Abdya 

Masrian Mizani
25/01/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.