ACEHTREND.COM,Lhoksukon– Setiap hari, Aisyah (62) lansia dhuafa yang bermukim di Lorong Mee, Gampong Meunasah Drang, Muara Batu, Aceh Utara, bersama suaminya Ramli Haji (64) membersihkan botol plastik bekas dengan upah Rp1000 per kilogram. Sebuah ikhtiar bertahan hidup di bawah himpitan ekonomi keluarganya.
Aisyah dan suaminya tidak sehat. Kedua kaki perempuan berkulit sawo matang itu tidak lagi kuat menopang tubuhnya. Setali tiga uang dengan sang belahan jiwa, Ramli Haji pun sudah lama sakit-sakitan.
“Kami tidak lagi kuat berjalan. Botol plastik bekas dibawa pulang oleh anak saya dari gudang pengepul yang tidak jauh dari sini. Salah satu anak saya bekerja di sana,” ujar Aisyah, Rabu (19/8/2020).
Menjadi buruh lepas di usaha barang bekas bukan sesuatu yang baru bagi pasangan itu. Aisyah dan Ramli sudah belasan tahun mengumpulkan pundi rupiah di sana. “Setiap hari saya bisa mendapatkan Rp20.000.”
Sembari beringsut di atas lantai gubuknya yang sudah sangat renta dilamun waktu, Aisyah cekatan membersihkan satu persatu botol-botol bekas air mineral.
Kerja keras merupakan hal lumrah bagi mereka. Setiap hari, keluarga akar rumput itu bekerja mengumpulkan recehan rupiah demi rupiah.
Di dalam gubuk yang tidak lagi mampu melindungi mereka secara utuh dari air hujan, Aisyah menetap bersama tiga anak perempuannya, dua menantu dan dua cucu yang masih kecil.
Setiap pekan Aisyah dapat menghasilkan uang Rp100.000. Sangat kecil tapi tidak ada celah lain bagi perempuan tersebut. “Alhamdulillah. Walau tidak mampu menalangi seluruh kebutuhan, setidaknya masih ada yang bisa kami hasilkan,” katanya sembari tersenyum. Sebuah sunggingan senyum manis yang bercampur getir.
“Anak-anak saya dan menantu juga bekerja. Kami harus tetap bergerak agar bisa bertahan hidup,” ujarnya.
Sepanjang cerita, Aisyah tidak pernah menggerutu. Dia tetap bersyukur. Pun demikian, dia tidak dapat menutup kegelisahan jiwanya. Dia tidak bisa berpura-pura menutupi tekanan ekonomi yang dialami oleh keluarganya. Setidaknya, beberapa kali ia menyapu sudut matanya yang basah dengan jilbab kuning yang ia gunakan.
AceHTrend, melihat secara detail gubuk tempat Aisyah dan keluarganya bernaung. Atapnya dari daun rumbia. Dinding dari tepas. Sebagian lagi ditutup dengan spanduk. Di bagian belakang kayu-kayu lapuk menutup gubuk reot itu.
Kalau hujan turun, mereka meringkuk kedinginan.
“Rumah saya tempati ini kami bangun di atas tanah milik pemerintah. Karena saya asli orang sini, maka diberi izin menempati di atas tanah tersebut,” katanya.
Apa yang diharapkan Aisyah saat ini? “Kami sangat mengharapkan agar adanya bantuan rehab rumah, agar kami tidak lagi kehujanan kala hujan turun.” []
Laporan: Mulyadi Pasee
Komentar