Oleh Hakim Muttaqim,M.Ec.Dev*
Dampak yang ditakutkan dari pandemi Covid-19 pada ekonomi dunia akhirnya terlihat. Sejumlah negara di mengalami resesi ekonomi. Resesi ekonomi terjadi apabila kondisi ekonomi negara dalam dua triwulan berturut-turut mengalami kontraksi atau pertumbuhan ekonomi berada dalam angka negatif.
Amerika Serikat mengumumkan telah mengalami resesi akibat kontraksi perekonomian yang menurun sangat tajam ke arah negatif yaitu minus 32,9 persen pada kuartal kedua tahun 2020. Keadaan tersebut jauh lebih tajam dari kuartal pertama tahun 2020 yang mencatatkan di angka minus 5 %.
Jerman juga telah menyatakan mengalami resesi di mana pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun 2020 terkontraksi cukup dalam dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2020 yang mengalami minus 2,2 persen. Hongkong yang pada kuartal kedua tahun 2020 mengalami minus 0,1 persen. Kontraksi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi yang terjadi pada kuartal tahun pertama tahun 2020, yang mencatatkan minus 9 persen. Pada Selasa kemarin,(14/7), Singapura juga mengalami resesi setelah perekonomiannya tertekan sangat tajam. Secara kuartalan, ekonomi Singapura di kuartal tahun 2020 berkontraksi atau minus 41,2 persen. Sementara pada kuartal tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Singapura telah mengalami kontraksi hingga 2,2persen (year on year/YoY).
Korea Selatan mengumumkan juga telah mengalami resesi. Pada kuartal kedua tahun 2020 perekonomian Korsel tercatat minus 3,3 persen, lebih dalam dibandingkan perekonomian pada kuartal pertama tahun 2020 yang berada pada angka minus 1,3 persen.
Negara-negara Uni Eropa dan negara-negara Asean telah terkontraksi turun ke angka minus yang masuk ke jurang Resesi.
Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari Rabu (5/8/2020) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2020 berada pada level yang sangat berbahaya yaitu minus 5,32 persen secara year on year (yoy). Angka yang sangat mengkhawatirkan dibandingkan kuartal pertama tahun 2020 yang masih berada dalam zona aman yaitu sebesar 2,97 persen secara year on year(yoy). Hasil minus pada kuartal kedua ini, di luar prediksi dari pemerintah. Pergerakan ekonomi yang terus jatuh ke level minus pada kuartal kedua merupakan penurunan dari Produk domestik bruto(PDB) terparah sejak krisis tahun 1998 silam. Dampak dari pelemahan pertumbuhan ekonomi akan terlihat pada sektor rumah tangga yang mana terjadi pengurangan pendapatan sehingga melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat. pada Sektor UMKM melemahnya kemampuan dalam memenuhi kredit dikarenakan produksi yang tersendat-sendat, begitu juga pada korporasi dengan perlambatan ekonomi, maka mereka akan mengurangi proses kegiatan dan mengurangi tenaga kerja (PHK). Semua hal tersebut akan berefek kepada sektor keuangan secara makro, sehingga pada akhirnya terjadi depresiasi (penurunan nilai mata uang) ditambah dengan arus modal yang akan keluar menjadikan nilai investasi turun drastis serta disusul oleh penurunan penerimaan negara dari pajak yang menyebabkan turunnya target pertumbuhan ekonomi
Stimulus Ekonomi Dijalankan, Bukan Diperdebatkan
Keadaan pandemi Covid-19 yang tidak berujung, membuat pekerjaan pemerintah bukan hanya mengatasi maalah kesehatan masyarakat tetapi harus segera mengembalikan kenormalan pertumbuhan ekonomi yang semakin hari semakin berat. Pemerintah dituntut harus berpacu dalam penyelamatan kesehatan warga juga menyiapkan stimulus ekonomi dari ancaman resesi di depan. Realisasi anggaran Penangan Covid-19 masih sekitar 20 persen per 3 juli 2020 dari pagu sebesar Rp 695 triliun. Distribusi anggaran Covid-19 harus segera di realisasikan sepenuhnya dengan segera. Perlunya stimulus ekonomi kepada masyarakat dan para pelaku usaha sehingga dapat mendongkrat kinerja sektor riil nantinya pada kuartal ketiga, sehingga laju perekonomian dapat kembali mengarah pada keadaan positif.
Adanya kebijakan secara makroekonomi dengan menambah akses kemudahan dan jaminan dalam pengurusan administrasi dalam berinvestasi perlu diperkuat. Selain hal tersebut, bantuan sembako dan bantuan lainnya harus melihat dalam jangka pendek, dimana dalam 3 (tiga) bulan ke depan pertumbuhan ekonomi harus mampu dibalikkan ke angka positif. Sebaiknya semua bantuan diberikan dalam bentuk tunai agar tingkat konsumsi dan daya beli di masyarakat meningkat sehingga meningkatkan permintaan di sektor informal.
Langkah pemerintah mencairkan gaji ke-13 ASN beserta TNI Polri ditambah pensiunan merupakan langkah yang efektif dalam meningkatkan daya konsumsi rumah tangga pada kuartal ketiga ini. Adanya agenda pemberian subsidi tunai kepada para pekerja yang pendapatan 5 juta ke bawah dan bantuan buat UMKM juga merupakan respon positif dalam mempercepat perekonomian yang merosot. Hal ini salah satu cara dalam menjaga daya beli masyarakat tetap kuat karena konsumsi rumah tangga/masyarakat merupakan penopang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya circular flow dalam ekonomi baik mikro dan makro harus selalu berputar sehingga permintaan barang dan jasa mampu dibarengi oleh penawaran yang seimbang dan untuk menghindari resesi pada akhir tahun.
Harapan penulis, pemerintah harus secepatnya menjalankan berbagai stimulus ekonomi yang telah diprogramkan bukan hanya dalam laporan dan agenda, karena resesi telah menunggu di depan mata.
*)Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim.