• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Covid-19 dan Keteladanan Sosial

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Rabu, 26/08/2020 - 07:56 WIB
di OPINI, Artikel
A A
Herman RN

Herman RN

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Herman RN

 

 WATAK orang Indonesia itu keras kepala. Tidak mau mengalah dalam berdebat. Merasa dirinya paling benar. Jika dinasihati, masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Label keras kepala ini sudah jadi rahasia umum, meski tidak dapat dijadikan sebagai referensi mutlak. Sebagian orang Indonesia mungkin memang memiliki watak seperti itu, tetapi tentu saja tidak bisa digeneralisasikan.

BACAAN LAINNYA

aceHTrend.com

Dinul Islam, Momentum Pembentukan Karakter Islami Peserta Didik

21/04/2021 - 15:38 WIB
Ilustrasi.

Covid-19 & Pertanian Padi Organik

15/04/2021 - 18:36 WIB
Abu Rahman

Peran Sekolah Swasta dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

14/04/2021 - 15:34 WIB
aceHTrend.com

Menjadikan Ramadan Momentum Muhasabah Diri

13/04/2021 - 12:10 WIB

Setiap daerah punya definisi sendiri dalam menggambarkan watak keras kepala mereka. Di Sumatera Utara, watak keras kepala disematkan pada kesukuan. Karena di sana banyak orang Batak yang dikenal bersuara lantang, watak keras kepala melekat pada ke-Batak-an tersebut. Halnya di Aceh, watak keras kepala sudah menjadi pemeo yang dikalimatkan dalam guyonan sehari-hari. “Berdebat dengan orang Aceh, jangankan mengalah, seri pun dia tidak mau.” Ungkapan ini melukiskan kerasnya watak orang Aceh. Bahkan, dalam sebuah peribahasa Aceh tergambar lebih sadis lagi. Ureueng Aceh hanjeut teupeh; meunyo ka teupeh, bu leubeh han jipeutaba ‘Órang Aceh tidak boleh tersinggung; kalau sudah tersinggung, nasi basi pun tidak mau ia bagi’.

Tentu saja masing-masing daerah punya kekhasan tersendiri untuk mengungkapkan identitas watak keras kepala mereka. Ada sifat keras kepala karena suka melanggar peraturan lalu lintas. Ada pula sifat keras kepala dilekatkan pada mereka yang pantang menyerah dalam melakukan sesuatu.

Belakangan, watak keras kepala kembali dipersoalkan karena banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Di media disiarkan masih banyak masyarakat umum yang tidak memakai masker. Masih banyak juga yang tidak mengenakan penutup wajah. Bahkan, banyak pula yang tidak mau mengindahkan imbauan pemerintah agar menjaga jarak selama pandemi Covid-19 ini.

Ungkapan keras kepala dan tidak taat aturan ini lebih ditujukan kepada masyarakat biasa. Terkadang, awak media sengaja diajak oleh Satpol PP untuk melihat langsung perkumpulan remaja yang tidak mematuhi imbauan pemerintah. Selain itu, tersebut pula kabar sedikit masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa Covid-19 ini hanya konspirasi pihak tertentu.

Di saat banyak yang kurang percaya terhadap wabah mematikan ini, korban terus berjatuhan. Setiap hari Satgas Covid-19 mengabarkan jumlah masyarakat terpapar kian bertambah. Setiap hari pula selalu ada yang meninggal karena Covid-19. Orang boleh saja meragukan wabah ini, tetapi korban yang terus bertambah adalah kenyataan.

Keteladan Sosial

Pemerintah, terutama elite, harus memiliki formula jitu dalam mengatasi persoalan keras kepala ini. Elite di sini bukan hanya kalangan pejabat pemerintah, termasuk pula kalangan legislatif (DPR, MPR, dan DPD). Meski diakui sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan legislatif, tetap masih banyak yang mengabaikan imbauan tersebut. Pasalnya, pemerintah mengimbau agar masyarakat menjauhi masjid dan rumah ibadah lainnya, lalu menutup sekolah tatap muka. Akan tetapi, kafe dan tempat wisata dibiarkan aktif dan terbuka.

Terlepas alasan perekonomian dan wisata, telah terjadi ketimpangan peraturan sehingga menimbulkan pelanggaran oleh sebagian masyarakat terhadap imbauan bahaya Covid-19. Suatu hal yang mesti dicermati, pemerintah melupakan keteladan sosial yang harusnya melekat dalam diri setiap pejabat dan elite.

Lihat saja beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan video bupati dan pejabat Subang sedang berjoget ria. Video tersebut viral di media massa. Di sana terlihat sang bupati dan sejumlah pejabat setempat tidak mengenakan masker. Mereka berkumpul tanpa jarak.

Bupati Subang ini hanya contoh kecil pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh kalangan pejabat. Sebenarnya masih banyak kasus lain yang sudah terjadi. Media sudah menyiarkan adanya anggota dewan yang marah-marah karena terkena razia masker. Belum lagi soal kalangan aparat keamanan sendiri yang melakukan perkumpulan massa di kedai kopi atau kafe. Semua ini pernah terjadi di daerah-daerah, termasuk di Aceh. Hanya saja, Bupati Subang yang nahas tertangkap video warganet.

Di tingkat kementerian dan perguruan tinggi juga ada kasus yang mungkin belum viral seperti dialami oleh Bupati Subang. Sebuah perguruan tinggi di daerah dikunjungi oleh staf Inspektorat Jenderal (Itjen) suatu kementerian dalam rangka tugas negara. Pertanyaannya, apakah di masa pandemi ini, semua tugas negara harus dilakukan dengan kunjungan langsung? Tatap muka langsung? Lantas di mana imbauan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar semua orang dapat menghindari tatap muka langsung saat bekerja? Apa makna belajar di rumah atau bekerja dari rumah yang digaungkan presiden selama ini?

Pertanyaan lain, apakah staf Itjen yang diutus mengunjungi kampus tersebut sudah melewati tes kesehatan dengan swab? Salahkah orang perguruan tinggi bertanya perihal tes swab tersebut kepada tamu yang mengunjunginya? Pertanyaan-pertanyaan ini mengacu pada keteladan sosial. Jangan karena merasa diri staf dari Itjen, mereka bebas melakukan apa saja pada pihak universitas. Lantas, sepeninggalan mereka, kalangan kampus akhirnya terpapar Covid-19. Siapa yang bertanggung jawab jika sudah begini?

Kisah yang saya sebut ini baru saja terjadi di salah satu kampus di Indonesia. Barangkali di kampus lain juga pernah terjadi dalam bentuk kasus yang mirip, tetapi tidak terungkap ke publik. Oleh karena itu, jika ingin memutus mata rantai wabah Covid-19 ini diperlukan keteladan sosial dari atas. Jika pihak atas sendiri mengabaikan protokol kesehatan, betapa pula pihak di bawah dan masyarakat umum?

Keteladan sosial merupakan karakter yang harus ada pada pemimpin di negeri ini. Keteladanan sosial juga harus dimiliki oleh kalangan pejabat, legislatif, elite politik, dan seterusnya. Keteladanan sosial juga harus menjadi karakter utama dalam dunia akademik. Menteri memberikan keteladanan pada staf dan jajarannya. Staf menteri tidak boleh merasa diri utusan kementerian sehingga bebas keluar masuk kampus orang. Di kalangan kampus, rektor harus memberikan keteladanan sosial bagi wakil rektor, dekan, dan dosen. Pejabatan dekanan juga harus memberikan keteladanan sosial bagi para dosen dan mahasiswa. Singkatnya, keteladanan sosial harus menjadi karakter setiap orang.

Apabila yang di atas sudah memberikan keteladanan sosial bagi orang yang di bawahnya, tentu imbauan dan ajakan memutus mata rantai virus ini akan berjalan lebih mudah. Selama ini, imbauan selalu diiringi dengan sanksi. Sanksi atau hukuman cenderung membentuk karakter keras kepala. Maka itu, wajar jika orang Indonesia umumnya dikategorikan keras kepala. Mereka sudah terbiasa diajarkan melanggar aturan. Pemerintah harus mengubah cara pandang dan pola pikir masyarakat Indonesia. Hindari sanksi yang berlebihan. Terapkan keteladanan sosial. Mungkin dengan begitu, masyarakat lebih tersentuh hatinya. Akhirnya, semoga wabah ini membentuk keteladanan sosial dalam diri setiap pemimpin kita sehingga layak diteladani oleh masyarakat luas.[]

*Berkhidmah pada kerja-kerja sosial, budaya, dan kearifan lokal

Editor : Ihan Nurdin

Tag: covid-19Herman RNketeladanan sosialopini acehtrend
Share5TweetPinKirim
Sebelumnya

Setelah Rumah Digulung Angin, Janda Tua Asal Abdya Menetap di Gubuk Reot

Selanjutnya

99,75 Persen Warga Banda Aceh Sudah Memiliki KTP

BACAAN LAINNYA

Gunawan
Artikel

Mengenal Potensi Kecerdesan Anak

Senin, 19/04/2021 - 06:22 WIB
Sikat gigi. Ilustrasi.

Hati – hati, Menggosok Gigi Bisa Batalkan Puasa

Jumat, 16/04/2021 - 12:17 WIB
Mawar. Ilustrasi.

Bukan Hanya Batalkan Puasa, Senggama di Siang Ramadan Dendanya Sangat Berat

Kamis, 15/04/2021 - 16:23 WIB
M. Ikhwan. Dosen STAIN Meulaboh.
Artikel

Puasa dan Aktualisasi Ketakwaan

Kamis, 15/04/2021 - 06:03 WIB
Foto:Instagram/eoktorina)
Artikel

Sie Reubôh Simbol Diplomasi Budaya dan Agama

Selasa, 13/04/2021 - 13:34 WIB
dr. Syarifah Nurakmal.
Artikel

Aceh Butuh Banyak Darah, Ayo Kita Donasikan

Selasa, 13/04/2021 - 00:44 WIB
Tu Sudan.
Kolom

Kolom: Suka Pamer

Sabtu, 10/04/2021 - 16:48 WIB
Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
OPINI

LMC (79): Islam Klasik: Wabah dan Peradaban (IV)

Sabtu, 10/04/2021 - 13:54 WIB
Verolika Gustini.
Artikel

Memahami AKM sebagai Pengganti UN

Rabu, 07/04/2021 - 18:40 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
Kepala Dinas  Kependudukan  dan Pencatatan  Sipil  (Disdukcapil) Kota  Banda Aceh, Dra. Emila Sovayana @Diskominfotik Banda Aceh

99,75 Persen Warga Banda Aceh Sudah Memiliki KTP

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
Koni Ramadhan 2021
  • Usman Sulaiman (kanan) dan Hasan (kiri).

    Mafia Sabu yang Ditangkap di Aceh Timur Ternyata Salah Satu Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Bireuen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menebak Agama Kartini, Islam Atau Budha?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bawa Sabu – sabu, Anggota DPRK Bireuen Diringkus Polisi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bea Cukai & BNN Gagalkan Penyelundupan 80 Kg Sabu di Aceh Timur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Usman Sulaiman Menjadi Wakil Tanfidziyah PCNU Bireuen?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Usman Sulaiman, politisi PKB yang terlibat jaringan peredaran narkoba.
EDITORIAL

Mengapa Usman Sulaiman Menjadi Wakil Tanfidziyah PCNU Bireuen?

Redaksi aceHTrend
21/04/2021

aceHTrend.com
BERITA

Warga Abdya Keluhkan Jalan Becek Akibat Tumpahan Material Pembangunan Gudang PT Wings Food di Kecamatan Setia

Masrian Mizani
21/04/2021

Kapolres Subulussalam, AKBP Qori Wicaksono SIK menggelar konferensi pers di halaman Polsek Simpang Kiri terkait kasus kejahatan hipnotis, Rabu (21/4/2021).
BERITA

Polres Subulussalam Bekuk Tiga Pelaku Kejahatan Hipnotis

Nukman Suryadi Angkat
21/04/2021

Bea Cukai Aceh berhasil mengamankan 80 kg sabu - sabu yang diperoleh dari penangkapan di laut Idi Rayeuk, Aceh Timur, Sabtu (17/4/2021)
Hukum

Bea Cukai & BNN Gagalkan Penyelundupan 80 Kg Sabu di Aceh Timur

Syafrizal
21/04/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.