Oleh Tgk. Helmi Abu Bakar El-Langkawi*
Tahun 2020 saat ini di tengah pandemi Covid-19 masih melanda dunia termasuk negeri kita, kini kita kembali menyambut tahun baru Islam 1442 Hijrah. Bulan Muharram yang sedang kita lalui merupakan bulan yang mempunyai banyak keistimewaan dan kemuliaannya di antara bulan lainnya.
Bulan Muharram salah satu dari empat bulan haram yang telah Allah muliakan. Secara khusus Allah melarang berbuat zalim pada bulan ini untuk menunjukkan kehormatannya.
Allah Taala berfirman, “Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…” (QS. Al-Taubah: 36).
Larangan berbuat zalim pada bulan-bulan ini menunjukkan bahwa dosanya lebih besar daripada dikerjakan pada bulan-bulan selainnya. Sebaliknya, amal kebaikan yang dikerjakan di dalamnya juga dilebihkan pahalanya.
Salah satu amal saleh yang dianjurkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk dikerjakan pada bulan ini ialah ibadah puasa sunah. Baginda menganjurkan untuk memperbanyak ibadah di dalamnya termasuk puasa sunah dan lainnya. Di antara hari tersebut dikenal dengan hari Tasu’a (hari ke-9 Muharram) dan hari Asyura (hari ke-10 Muharram). Tahun ini berdasarkan kalender yang beredar hari Tasu’a jatuh pada Jumat (28 Agustus 2020) sedangkan Asyura hari Sabtu (29 Agustus 2020).
Hari Tasu’a
Salah seorang ulama besar dalam mazhab Imam Syafi’I, Imam al-Nawawi rahimahullaah menyebutkan tiga hikmah dianjurkannya berpuasa hari Tasu’a: Tujuan disyariatkan puasa Tasu’a untuk menyelisihi orang Yahudi yang berpuasa hanya pada hari kesepuluh. Tujuannya juga untuk menyambung puasa hari ‘Asyura dengan puasa di hari lainnya, sebagaimana dilarang berpuasa pada hari Jumat saja. Pendapat ini disebutkan oleh al-Khathabi dan ulama-ulama lainnya. Untuk kehati-hatian dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura, dikhawatirkan hilal berkurang sehingga terjadi kesalahan dalam menetapkan hitungan, hari kesembilan dalam penanggalan sebenarnya sudah hari kesepuluh.
Sedangkan alasan yang paling kuat disunahkannya puasa hari Tasu’a adalah alasan pertama, yaitu untuk menyelisihi ahli kitab sebagaimana sabda baginda tentang puasa ‘Asyura, “Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim) .
Sementara itu dalam perspektif Ibnu Hajar rahimahullaah dalam catatan beliau terhadap hadis, “Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” Keinginan beliau untuk berpuasa pada hari kesembilan dibawa maknanya agar tidak membatasi pada hari itu saja. Tapi menggabungkannya dengan hari kesepuluh, baik sebagai bentuk kehati-hatian ataupun untuk menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani. Dan ini merupakan pendapat yang terkuat dan yang disebutkan oleh sebagian riwayat Muslim.”
Hari ‘Asyura
Sangat banyak hadis yang mengupas kelebihan hari Asyura terutama tentang berpuasa sunah pada hari tersebut. Di antara hadis nabi bunyinya: “Aku tidak pernah mendapati Rasulullah saw menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan.” (HR Muslim).
Sedangkan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Rasulullah saw juga bersabda: “Puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu”. (HR Abu Daud).
Pernah pada suatu ketika bahwa Nabi Muhammad saw ditanya tentang ‘Asyura’, beliau menjawab ‘Asyura’ dapat melebur dosa-dosa yang telah lewat”. Telah diceritakan bahwa Nabi Nuh as ketika kapalnya bersandar pada tanggal 10 Muharram, beliau berkata pada semua orang yang bersamanya ”Kumpulkanlah apa pun yang tersisa dari perbekalan kalian” kemudian ada yang membawa segenggam kacang, beras, gandum, biji adas, dll, kemudian Nabi Nuh as berkata, ”Masaklah semuanya, kalian telah bergembira dengan keselamatan yang diperoleh.” Maka dari itu para muslimin mengambil biji-bijian untuk dimasak dan pada hari itu adalah hari pertama memasak di bumi setelah terjadi banjir bandang yang menjadi adat bagi umat Islam setiap datangnya bulan Muharram tepatnya tanggal 10 Muharram (‘Asyura’). (Nihayatut Zain, h. 196 )
Menurut sebagian ulama ada 12 amalan yang dilaksanakan pada hari tanggal 10 Muharram (‘Asyura ) di antaranya, salat Tasbih, puasa, bersedekah, memberikan kemudahan atau kelonggaran pada keluarga untuk mandi (seperti mandi besar), berziarah kepada orang ‘alim yang saleh, menjenguk orang sakit, mengusap kepala anak yatim, memakai celak, memotong kuku, membaca surat Al Ikhlas 1.000 kali, dan silaturrahim.
Imam Ibnu Hajar Al ‘Askilani dalam syarah Bukhari bahkan mengatakan beberapa kalimat, barang siapa yang mengucapkannya pada hari tanggal 10 Muharram (‘Asyura ) maka hatinya tidak akan mati. Adapun doanya adalah sebagai berikut: Hasbunallahu wani’mal wakiilu ni’mal maulaa wani’man nashiiru Subhanallahi mil-al miizaani wa muntahal ‘ilmi wa mablaghar ridhaa wazinatal ‘arsyi Laa malja-a walaa manja-a minallahi illa ilaihi subhaanallahi ‘adadasy syaf’ir wal witri Wa ‘adada kalimaatillahittaammaati kulliha nas-alukas salaamata birahmatika yaa arhamar raahimina Walaa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhiimi Wa huwa hasbuna wa ni’mal wakiilu ni’mal maulaa wa ni’man nashiiru Wa shallalahu ta‘ala alaa sayyidina wanabiyyina muhammadin wa ‘alaa aalihi washahbihii aj’main.
Sementara itu Sayyid ‘Ali Al Ajhuri juga telah mengutip bahwa barangsiapa yang membaca pada 10 Muharram (Asyura’) kalimat ”Hasbiyallahu wa nikmal wakilnikmal maula wanikmannashir Allah akan mencegah segala kejelekan yang terjadi pada orang tersebut pada tahun itu. ( Nihayatut Zain juz 1 Hal. 196 ).
Memperbanyak Salat Sunah
Di antara salat sunah yang dilakukan pada malam atau hari Asyura sebenarnya tidak hanya di hari ‘Asyuraa saja, tetapi pada selain Asyura juga boleh dikerjakan. Para ulama dalam berpendapat terhadap salat ‘Asyura, terjadi ikhtilaf atau perbedaan pendapat terhadap salat yang sudah sering dikerjakan dan dikenal oleh masyarakat.
Dalam hal ini ada dua macam. Pertama, salat sunah yang dilakukan pada malam Asyuara’, yaitu salat empat rakaat membaca Al-Fatihah satu kali dan surat Al-Ikhlas satu kali. Kedua, salat sunah yang dilakukan pada hari Asyura’ di antara Zuhur dan Asar, yaitu salat 40 rakaat, setiap satu rakaat membaca Al Fatihah satu kali, ayat kursi 10 kali, Al-Ikhlas 11 kali, Al-Muawwidzatain 5 kali, dan setelah salam membaca Istighfar 70 kali. Pelaksanaan ibadah salat di atas menurut Syeh Haqi Annazili (pengarang Kitab Khazinah Al-Ashrar) diperbolehkan.
Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa melakukan salat ini tidak diperbolehkan (haram) karena rawi hadis yang menerangkan praktik salat di malam ‘Asyura’ termasuk mudtharib (kurangnya kredibilitas dan hafalnya lemah). Sedangkan yang menjelaskan salat ‘Asyura’ di siang hari termasuk hadis maudhu’ (palsu), oleh sebab itu sebaiknya di hindari saja.
Lantas solusi terhadap fenomena semacam ini adalah jalan tengahnya dengan melaksanakan salat malam atau salat Tasbih. Tentu saja ini berlandaskan seperti dalam hadis: “Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah satu kali seminggu, jika tidak maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu.” (HR Abu Daud 2/67-68).
Beranjak dari paparan di atas mari kita isi kesempatan dan waktu tersisa di awal tahun baru Islam ini dengan ibadah dan amal kebaikan baik di hari tasu’a dan Asyura serta hari lainnya juga tidak lupa terus bermuhasabah (introspeksi diri) menjadikan kita sebagai abdun dan sosok “insan kamil”. Semoga.[]
Wallahu Al-Muwafiq Ila Awamith Thariq
*Guru Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga dan Dosen IAIA Samalanga serta Mahasiswa Doktoral UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Editor : Ihan Nurdin