• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

LMC (40): Mungkinkah Banda Aceh Menjadi Model Penanggulangan Covid-19?

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Selasa, 01/09/2020 - 09:51 WIB
di OPINI, Pandemi, Sejarah, dan Kebijakan
A A
Ahmad Humam Hamid. [Ist]

Ahmad Humam Hamid. [Ist]

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Ahmad Human Hamid*

Ada yang menarik dari tayangan sebuah video yang tersebar di berbagai media sosial akhir-akhir ini. Mendagri Tito Karnavian menerangkan capaian kinerja berbagai pemerintah daerah terkait penanggulangan Covid-19. Yang paling menarik ketika ia menerangkan kinerja dua provinsi yang secara terbuka mendapat pujian dari Mendagri.

Kedua provinsi itu adalah DKI Jakarta dan Sumatera Barat. Kedua propinsi itu dipuji karena kecepatan dan ketepatan reaksi kepala daerah dalam merespons perkembangan pandemi. Secara khusus Menteri Tito sangat mengapresiasi kinerja kedua provinsi yang secara penuh mengikuti prinsip-prinsip WHO, terutama dengan cara bekerja sama dengan ilmuwan dan perguruan tinggi.

Yang hendak dikatakan Tito sebenarnya sangat sederhana, “hai para kepala daerah seluruh Indonesia, lihat dan belajarlah dari cara kerja Anies Baswedan di DKI Jakarta dan Irwan Prayitno di Sumatera Barat.”

BACAAN LAINNYA

Polisi melakukan identifikasi dua kerangka yang ditemukan di tambak oleh warga @ist

Dua Kerangka Manusia Ditemukan di Aceh Timur, Diyakini Ayah dan Anak serta Korban Konflik

27/01/2021 - 20:22 WIB
Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy, S. H., S. I. K., M. Si.

Teroris yang Tertangkap Rencanakan Bom Bunuh Diri di Aceh

27/01/2021 - 11:59 WIB
Aryos Nivada/FOTO/ Humas Dinsos Aceh.

Aryos: Pilkada Aceh Seharusnya Tunggu Keputusan KPU Pusat

27/01/2021 - 09:15 WIB
aceHTrend.com

Syekh Ali Jabeer dan Guru Sekumpul, Yang ‘Hidup’ Setelah Wafat

27/01/2021 - 07:22 WIB

Di tengah maraknya serangan Covid-19 di Aceh, dan kurangnya contoh nyata penanggulangan Covid-19 yang “terpelajar”, cepat, tepat, dapatkah kita berharap Banda Aceh menjadi teladan untuk menjadi rujukan seluruh kabupaten kota se Aceh?

Dengan melihat kepada kecepatan, ketepatan, dan kinerja Pemko Banda Aceh, maka jawabannya adalah tidak, atau tepatnya belum. Penilaian ini mungkin saja subjektif, tetapi saya yakin karena Walikota Aminullah adalah walikota yang “terpelajar” ia tidak akan marah.

Kenapa ? Karena kita tahu ia mempunyai potensi dan peluang untuk membuktikan bahwa dirinya kompeten dan sungguh-sungguh kepada publik kota bahkan publik Provinsi Aceh sekalipun. Jangan-jangan warga Kota Banda segera akan melihat perubahan radikal Pemerintah Kota Banda Aceh menangani Covid-19 dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya setelah tulisan ini diterbitkan.

Apa ukuran pertama tentang kehebatan sebuah lokasi administrasi , terutama dalam konteks perang melawan pandemi Covid-19 seperti kota Banda Aceh yang dapat dilihat oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun? Dalam zaman digital yang sudah merasuki semua ruang di muka bumi dan dengan hanya menggunakan telunjuk dan ibu jari, Banda Aceh nampaknya tertinggal jauh.

Untuk diketahui hampir semua provinsi dan kabupaten kota di Indonesia yang mempunyai prestasi, paling kurang mempunyai kinerja yang sungguh-sungguh, semuanya memiliki laman Covid-19 provinsi atau kabupaten kota yang sangat informatif dan edukatif. Di situ ditampilkan komponen edukasi, perkembangan terakhir pandemi, dan apa saja yang telah, sedang, dan akan dikerjakan secara benar, jujur, sistematis, enak dilihat dan dibaca.

Cobalah berkunjung ke laman Covid-19 kota- kota di Sumatera seperti Padang, Pekan Baru, Batam, Palembang, dan Jambi. Maka yang terlihat adalah betapa laman itu sarat dengan informasi dan pengetahuan yang terbuka dan di-update setiap hari oleh pemerintah kota.

Laman Covid-19 Kota Padang yang dikelola oleh Dinas Infokom misalnya melaporkan perkembangan Covid-19 setiap hari secara sangat teratur sampai ke detail kasus perkampung.

Bagi yang malas lihat tabel, lihat saja peta kampung di seluruh kota Padang. Seorang mahasiswa asal kelurahan Bongo Pasang, kecamatan Koto Tengah kota Padang yang tinggal di Reykjavik, Islandia, dapat saja mengecek keadaan Covid-19 kampung orang tuanya, walaupun waktu di Padang tengah malam sekalipun.

Dia bahkan dapat melihat keadaan semua atau sejumlah kampung sekota Padang yang berurusan dengan ninik mamaknya atau teman lama. Hal yang sama terjadi dengan Kota Batam, Pekan Baru, Jambi, dan Palembang.

Memang kota Banda Aceh mempunyai laman Covid-19 yang khusus, tetapi ada sebuah pertanyaan besar ketika melihat konten. Apa isinya? Pernyataan dan kegiatan Walikota Banda Aceh tentang Covid-19. Pengelola laman ini nampaknya perlu mendapat kursus online terbaru tentang pencitraan daerah dan pengelolanya.

Alih-alih bentuk dan konten menarik yang disajikan tentang informasi dan edukasi Covid-19, yang terjadi justeru sebuah campuran konten yang berbaur kental antara pemberitaan dan pencitraan. Ada pekerja lembaga internasional yang pernah bekerja di Aceh menelpon saya, menceritakan mau tahu statistik terakhir Covid-19 Kota Banda Aceh, dia tidak mendapatkannya.

Dia juga mau tahu perkembangan Covid-19 tentang keluarga kostnya berikut dengan tetangga di kampung Pineung , kecamatan Syiah Kuala, namun tidak dia dapatkan. Sayang dia tidak bernasib baik dibandingkan dengan banyak perantauan dari kota-kota Palembang, Batam, Pekan Baru yang 24 jam tersambung online dengan perkembangan virus berbahaya itu di kota mereka.

Banda Aceh memang tidak sendiri dalam kloter tertinggal digitalisasi informasi Covid-19 di Sumatera. Ada sejumlah kota lain seperti ibukota Bangka Belitung, Pangkal Pinang, dan kota Bengkulu. Kalau ini kita sebutkan, tentu saja hati kita menjadi trenyuh karena yang menjadi ukurannya adalah “kepatutan” atau “kepantasan” kota kita disandingkan dengan kota-kota itu.

Nampaknya “warisan” mantan Walikota Illiza Saaduddin Djamal tentang Banda Aceh sebagai smart city yang seharusnya menjadi wahana yang sangat tepat untuk menghubungkan “semuanya” dengan “semuanya”, terutama untuk keperluan khusus seperti masalah pandemi Covid-19 belum dapat diwujudkan.

Lihatlah kota Pekanbaru yang membuat laman Covid-19 luar biasa bekerjasama dengan Politeknik Caltex. Ada pembagian pekerjaan yang runtut, namun rileks, dan tidak heboh. Kita tidak tahu dimana salah, sehingga Pemerintah kota Banda Aceh lupa memberi tugas yang seperti ini kepada PoliteKnik Aceh, milik pemerintah kota. Kita tahu kapasitas lembaga pendidikan bantuan Chevron ini untuk hal-hal yang seperti itu sungguh sangat gampang untuk ditangani.

Betapapun tinggalnya Banda Aceh, sebagai pelipur lara, tetapi jangan dijadikan ukuran tentang ketertinggalan ibu kota propinsi lain, seperti kota Medan, Sumatera Utara. Laman kota ini juga tak jelas, dan ini semua membuktikan uang, APBK, dan hebatnya status kota bukan ukuran, melainkan komitmen pemerintah kotanya.

Rasanya menjadi tidak adil kalau observasi penangaan Covid-19 Banda Aceh hanya melihat kepada yang tersurat seperti aspek digital saja. Namun demikian, laman yang tidak menjelaskan banyak, seringkali juga menjadi cermin yang dikerjakan juga tidak banyak, tidak sistematis, dan bahkan jangan-jangan tidak dikerjakan.

Ambil saja komponen penting pengendalian pandemi yang mesti dikerjakan dari awal,test, yang sudah harus dimulai pada kasus impor, kemudian trasmisi lokal, apalagi ketika transmisi komunitas, saat virus sudah masuk ke kamar tidur warga kota.

Sampai hari ini tidak ada berita sama sekali tentang berapa orang warga kota yang telah menjalani test, positivity rate, apalagi fatality rate kota Banda Aceh. Ingat ini adalah beranda Provinsi Aceh.

Terus terang ketika ada berita kerjasama Unsyiah dengan Pemerintah yang awalnya sangat menyejukkan, dengan jumlah peserta yang relatif besar, test PCR. Kemana angka-angka itu, dan bagaimana lanjutannya? Bagaimana angka-angka itu kemudian oleh sang walikota dijadikan sebagai rujukan dalam komunikasi dan edukasi dengan warga dalam pengendalian pandemi.

Lihatlah bagaimana Anies Baswedan atau Walikota Bogor, Bima Arya menggunakan angka-angka itu untuk mendidik warga. Mereka tidak siang malam menghafal protokol Covid-19 dan himbauan menggunakan masker, tetapi menjadikan berbagai kasus lokal untuk meyakinkan warga bahwa pandemi ini serius dan memberikan jalan keluarnya.

Persoalan yang paling mendasar di Banda Aceh adalah soal testing dan tracing. Bahwa ada kecerdasan komunikasi publik pegawai pemerintah kota yang dipertunjukkan seolah-olah memang ada tracing yang serius sepertinya masih perlu diiinvestigasi secara lebih dalam dan tuntas.

Lihatlah di berbagai tempat di Banda Aceh, pasien yang disebut positif, pernahkah digali habis dengan siapa interaksinya dalam dua minggu terakhir. Pernahkah siapa yang disebut itu kemudian dilacak, ditemukan, ditest, dan kalau ya kemudian minta isolasi mandiri atau isolasi oleh pemerintah kota.

Sepertinya akan terlalu sia-sia mempertanyakan soal tracing dan tracking Convid-19 di kota Banda Aceh, karena memang kota ini tidak mempunyai kejelasan tempat tes gratis untuk warganya.

Padahal ukuran utama keseriusan semua pemda dalam penanganan Covid-19 menurut kepala negara hanyalah dengan test, tracking, tracing, dan pemutusan mata rantai dengan isolasi mandiri, isolasi teroganisir, ataupun karantina wilayah.

Kalau memang pemerintah kota menunjuk RS Meuraksa kenapa tidak ada pengumuman besar-besaran yang memberikan peluang kepada siapapun pemegang KTP Banda Aceh untuk test swab secara gratis.

Sinyalemen sebagian kalangan tentang lebih beratnya bobot ‘pencitraan” dari “pekerjaan” untuk pengendalian Covid-19 pada beberapa waktu yang lalu sangat jelas terukur pada kasus test ini. Apalagi Test swab yang di-launching pada tanggal 4 Juni bekerjasama dengan Unsyiah sampai dengan hari ini juga tidak ada penjelasan.

Tanpa harus mempertanyakan prosentase ideal test perminggu untuk satu juta populasi seperti yang disyaratkan oleh WHO, cukup dengan melihat tempat dan aksesibilitas test kepada publik juga tidak tersedia. Sementara di sejumlah iba kota provinsi lain rakyat dengan mudah dapat melakukan test di puskesmas terdekatnya masing-masing, di Banda Aceh, sampai dengan hari ini belum ada. Ketika hal itu ditanyakan kepada petugas, mereka cuma nyengir sambil mengangkat bahu.

Ada banyak hal lain yang sesungguhnya perlu disampaikan, tetapi dengan hanya mengambil dua komponen besar penaggulangan Covid-19 sudan cukup bagi kita untuk melihat posisi kota Banda Aceh hari ini dalam menangani pengendalian Covid-19.

Selanjutnya, yang perlu dicatat Banda Aceh adalah ibu kota provinsi dan pernah menjadi viral sebagai ibu kota kemanusian internasional abad ke XXI pada saat pasca tsunami. Belasan ribu pekerja dan pengunjung kemanusian pernah tinggal, bekerja, dan membawa kenangan tentang kota ini.

Pada waktu tragedi Covid-19 seperti ini banyak mereka yang berkunjung secara online untuk melihat sesuatu yang pernah mereka ambil dan tinggalkan di kota ini.

Bukan tidak mungkin pula di tengah kebingungan dengan tragedi pandemi terbesar abad ini, mereka berkunjung lagi diam-diam secara virtual. Kunjungannya hanya untuk “memantik” ulang rasa kepedulian mereka pada sebuah tugu besar solidaritas kemanusiaan yang bernama Banda Aceh.

Mereka akan sangat duka melihat ketidakpedulian atau kepedulian yang tidak terpelajar dalam penanganan Covid-19 di kota ini. Jika mereka saja duka seperti itu apalagi kita, warga yang sedang dan akan merasakannya.

*)Penulis adalah Guru Besar Unsyiah.

Dari redaksi: Lhob Mate Corona (LMC) adalah serial tulisan dari Ahmad Humam Hamid, Sosiolog Universitas Syiah Kuala yang ditujukan untuk sharing dan edukasi publik dan pihak-pihak terkait untuk topik Covid-19. Dipublikasikan setiap Selasa dan Sabtu.

Tag: #HeadlineAhmad Humam Hamidbanda acehcovid-19LMC
Share21TweetPinKirim
Sebelumnya

Isnaini Husda Hadiri Gebrak Masker di Gampong Pande: Covid-19 Itu Nyata!

Selanjutnya

Biografi Zaini Abdullah “Abu Doto: Perjuangan Tanpa Akhir” Diluncurkan

BACAAN LAINNYA

Ida Hasanah. Alumnus UGM Yogyakarta.
Artikel

Peran Lembaga Penyiaran Di Aceh Dalam Pelestarian Cagar Budaya

Selasa, 26/01/2021 - 17:23 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.
OPINI

LMC (76): Era Islam Klasik: Wabah dan Peradaban (II)

Selasa, 26/01/2021 - 12:44 WIB
Dian Guci
OPINI

Tangan Jahil Kita, Monstera, dan Efek Kupu-Kupu

Selasa, 26/01/2021 - 09:56 WIB
Sadri Ondang Jaya
OPINI

Pelestarian Budaya Lokal Mengangkat Citra Daerah

Senin, 25/01/2021 - 12:46 WIB
Cut Fitri Yana
OPINI

Memaksimalkan Pembelajaran di Masa Pandemi

Senin, 25/01/2021 - 12:34 WIB
Ahmadi M. Isa.
Celoteh

Generasi Muda Aceh Harus ‘Divaksin’

Kamis, 21/01/2021 - 09:40 WIB
Mukhlis Puna
OPINI

Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

Rabu, 20/01/2021 - 11:46 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.
OPINI

LMC (76): Orang Tua dan Covid-19: Kenapa Harus Serius?

Selasa, 19/01/2021 - 18:48 WIB
Bendera Pemerintah Otonomi Bangsamoro. Foto?ist.
Jambo Muhajir

Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

Selasa, 19/01/2021 - 16:03 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
Zaini Abdullah saat tampil dalam peluncuran buku biografinya Abu Doto: Perjuangan Tanpa Akhir di Hotel Kyriad Banda Aceh, Senin, 31 Agustus 2020. @aceHTrend/Ihan Nurdin

Biografi Zaini Abdullah "Abu Doto: Perjuangan Tanpa Akhir" Diluncurkan

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Dua residivis narkoba dan barang bukti saat diamankan di Polres Langsa, Senin (25/1/2021).

    Polisi Ringkus Dua Residivis Narkoba karena Kembali Edarkan Sabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Syekh Ali Jabeer dan Guru Sekumpul, Yang ‘Hidup’ Setelah Wafat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gubernur Aceh Tunjuk Direktur IDeAS Sebagai Pengawas BPKS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laju Pemanasan Global Semakin Cepat, Tahun 2100 Suhu Bumi Capai 6 Celcius

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kelompok Tani Aceh Utara Terima Bantuan Traktor

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Kepala Dinas Kesehatan Abdya, Safliati.
BERITA

Seorang Bocah di Abdya Meninggal Diduga Akibat Keteledoran Petugas Puskesmas , Ini Penjelasan Kadinkes

Masrian Mizani
27/01/2021

Anggota DPRA Tgk H Irawan Abdullah @ist
BERITA

Pemerintah Aceh Diminta Serius Berlakukan Zakat Pengurang Pajak

Ihan Nurdin
27/01/2021

Polisi melakukan identifikasi dua kerangka yang ditemukan di tambak oleh warga @ist
BERITA

Dua Kerangka Manusia Ditemukan di Aceh Timur, Diyakini Ayah dan Anak serta Korban Konflik

Syafrizal
27/01/2021

Prosesi kenaikan pangkat Kompol Sulaiman.
BERITA

19 Personel Polres Abdya Terima Penghargaan, Satu Anggota Naik Pangkat

Masrian Mizani
27/01/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.