• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

LMC (42): Nasution, Vo Nguyen Giap,dan Perang Semesta Rakyat Aceh Melawan Covid-19

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Selasa, 08/09/2020 - 07:09 WIB
di OPINI, Pandemi, Sejarah, dan Kebijakan
A A
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.

Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Ahmad Humam Hamid*

Adakah yang tahu salah satu “buku suci” Vo Nguyen Giap, jenderal legendaris Vietnam yang berhasil mengusir Perancis, dan membuat AS lari terbirit-birit dari Vietnam, adalah karangan seorang pelaku dan pemikir perang Indonesia? Jenderal Giap sangat terkenal dengan keberhasilannya dalam perang perbukitan Dien Bien Phu, yang membuat Perancis menyerah dan keluar dari Vietnam. Giap juga arsitek ulung perang Vietnam mengalahkan AS.

Jenderal Giap adalah sarjana hukum yang menjadi pelaku dan pemikir perang. Ia juga seorang pencinta buku-buku perang. Ia adalah pengagum Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, penulis buku penting yang menjadi bacaan semua calon perwira, bahkan komandan perang di banyak akademi militer terhebat di dunia sekaliber West Point dan Naval Academy AS, Akademi Militer Turki, dan Akademi Militer Breda di Belanda.

Buku yang ditulis oleh Nasution berada dalam rak kepustakaan akademi-akademi militer itu berdampingan dengan buku-buku klasik para ahli perang dan strategi dunia sekaliber Carl von Clausewizt, Sun Tzu, Baron Jomini, Afred Thayer Mahan,Julian Corbet, Ludwig Wittgenstein, dan lain-lain. Tidak ada jendral yang sekolah di akademi itu yang tidak bersentuhan dengan pemikiran Nasution, sama halnya dengan pemikiran dari berbagai ahli strategi lainnya.

BACAAN LAINNYA

aceHTrend.com

Pria yang Membunuh Ibu Kandung di Aceh Utara Divonis Penjara Seumur Hidup

21/01/2021 - 16:33 WIB
aceHTrend.com

Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

20/01/2021 - 07:19 WIB
KIP Aceh menetapkan tahapan Pilkada 2022. Keputusan tersebut dibuat pada Selasa (19/1/2021) di Banda Aceh.

KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

19/01/2021 - 22:08 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.

LMC (76): Orang Tua dan Covid-19: Kenapa Harus Serius?

19/01/2021 - 18:48 WIB

Kenapa pemikiran Nasution dianggap perlu dipelajari dan penting oleh sekolah-sekolah meliter itu? Buku yang berjudul Pokok Pokok Perang Gerilya-Fundamentals of Guerrilla Warfare, itu ditulis oleh Nasution, seorang pelaku dan pemikir perang gerilya terhebat pasca Perang Dunia II. Buku ini menjadi penting karena ada dua kelompok negara-negara baru yang merdeka setelah perang selesai. Merdeka yang diberikan, umumnya jajahan Ingris, dan merdeka yang direbut, seperti Indonesia dan sebagian negara Afrika.

Terhadap kelompok negara yang merebut kemerdekaan dan mengusir penjajah, Indonesia adalah kampiun besar, karena tidak hanya melawan Belanda, akan tetapi juga tentara sekutu yang menyertai Belanda masuk ke Surabaya. Perlawanan melawan penjajah terjadi di banyak negara di benua Asia dan Afrika. Akan tetapi perang Indonesia melawan Belanda adalah perang yang cukup banyak menjadi perhatian. Indonesia segera medeka, dan terjadi setelah kekalahan terakhir pelaku perang dunia ke II di Asia Jepang dengan pengeboman nuklir Hisroshima dan Nagasaki.

Indonesia menjadi kampiun, karena mempunyai sebuah strategi besar yang ternyata sangat ampuh. Strategi itu adalah menjadikan perang melawan penjajah sebagai perang rakyat Indonesia, perang rakyat semesta.

Menariknya, perang itu bukanlah perang tanpa sebuah “grand design.” Walaupun yang berperang adalah petani, penjual jamu, para kuli, dan berbagai keragaman strata warga masyarakat perdesaan, ini adalah sebuah perang yang direncanakan dengan sebuah konsep. Ini adalah sebuah perang dengan strategi yang memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan logika perang yang sebelumnya tidak pernah ditulis secara khusus oleh pemikir perang Barat.

Menurut sebuah cerita, kehebatan Nasution menulis buku ini tidak hanya karena ia pelaku sekaligus pemikir perang, tetapi ia juga seorang murid, pencatat, pendengar yang baik dan eksekutor handal perintah komandannya, Jenderal Besar Sudirman yang juga oleh banyak pengamat militer dianggap sebagai seorang genius perang rakyat melawan Belanda.

Sebagai pelaku perang melawan Jepang dan Belanda, Nasution adalah orang yang “terpilih” dari cukup banyak pejuang. Di dalam buku Pokok-Pokok Perang Gerilya ia mengemukakan tentang pertingnya pengerahan segala kekuatan untuk mengalahkan musuh yang lebih kuat. Ia mengemukakan tentang pentingnya kerjasama kuat tiga pihak; rakyat, partisan, dan tentara dalam perang dengan tiga kata kunci, agresivitas, mobilitas, dan flexibilitas.

Apakah esensi penting perang rakyat semesta dapat digunakan dalam memaknai perang melawan Covid-19? Dapatkah konsep dan strategi perang rakyat semesta dipergunakan dalam menghadapi bencana besar Covid-19 yang sedang mengancam kehidupan manusia Indonesia? Dapatkah Covid-19 dianggap sebagai kekuatan asing yang sedang “mengivasi Indonesia” ? Mungkinkah sebuah makhluk super kecil diperlakukan seperti layaknya musuh fisik yang tampak seperti manusia, bahkan tentara negara asing sekalipun?

Sekalipun konsep dasar perang rakyat semesta lebih ditekankan kepada penggunaan totalitas sumberdaya bangsa untuk ancaman simetris fisik konvensional, konsep ini tetap saja relevan bila dihadapkan dengan berbagai serangan asimetris non militer seperti perang siber, perang biologi, bahkan ancaman soft power dan smart power sekalipun.

Tuduhan Israel dan AS kepada Cina sebagai produsen Covid-19 senjata biologis, walaupun tidak mesti benar, namun telah menunjukkan besarnya hakekat ancaman keamanan nasional yang sedang mereka hadapi. Lihatlah bagaimana ambruknya perekonomian AS dan kalang kabutnya pemerintahan Perdana Menteri Netanyahu menghadapi kekacuan dalam negeri Israel akibat kebijakan pengendalian Covid-19 yang tidak disukai rakyat.

Dengan konsep dasar penggunaan seluruh sumberdaya nasional, terutama rakyat sebagai basis dari perang rakyat semesta, maka corak perang asimetris seperti perang Covid-19 memerlukan modifikasi prinsip dengan tujuan memenangkan perang. Ketika andalan perang biasa menekankan pada “kecepatan” yang menjadi “hadis shahih” mulai dari Sun Tzu, Peter Agung, bahkan Nasution sendiri, nature dan realitas perang Covid-19 menyatakan sebaliknya.

Kunci dari perang konvensional adalah pergerakan, mobilitas manusia untuk menyerang dan menguasai wilayah yang sebelumnya diduduki musuh ataupun mempertahan wilayah dari serahgan musuh. Intinya adalah mobilisasi manusia dan berbagai peralatan perang untuk semakin mampu menahan musuh, atau mengusai wilayah fisik yang sebelumnya dikuasai musuh.

Hal itu sama sekali tidak berlaku dalam perang melawan Covid-19, karena sifat virus yang unik, yang diperlukan adalah demobilisasi. Berbagai kegiatan mobilitas manusia untuk tujuan apapun, dalam perang dengan Covid-19 harus dihentikan. Jikapun mobililitas tidak tidak dihentikan, maka yang diperlukan adalah pengaturan mobilitas yang kaedahnya haruslah mendekati prinsip-prinsip demobilisasi.

Dalam konteks demobilisasi, maka pengorbanan warga negara yang diminta untuk masa depan bangsa adalah “menghentikan” mobilitas untuk masa tertentu. Tidak seperti perang biasa yang mensyaratkan mobilitas tinggi, maka perang rakyat semesta Covid-19 mensyaratkan masyarakat untuk pasif, tidak bergerak, tidak aktif, tidak pindah, dan tidak meninggalkan rumah.

Selain kecepatan informasi dan pelayanan dari pemerintah, maka seluruh hal lain yang menyangkut dengan pergerakan manusia haruslah dihentikan. Bahkan untuk kegiatan ekonomi, bagi sebagian besar masyarakat juga tidak melakukan apa-apa, kecuali bagi sebagian kecil saja yang karena kemampuan dan ketersedian teknologi dapat bekerja di rumah, namun juga tidak memerlukan mobilitas.

Ini adalah logika yang sangat terbalik dengan perang simetris konvensional yang lagi-lagi mensyaratkan mobilitas. Jika dalam perang konvesional kecepatan dan mobilitas adalah kunci memenangkan peperangan, maka dalam perang rakyat semesta Covid-19, yang diperlukan hanya kecepatan demobilisasi “kelambanan”. Durasi demobilisasi yang ditentukan oleh minggu bahkan bulan akan sangat menentukan terhadap kemampuan memenangkan perang melawan Covid-19.

Suasana demobilisasi fisik kemudian diikuti oleh mobilisasi non fisik, yakni mobilisasi pesan atau perintah kepada semua warga negara untuk menjadi masyarakat “bersih” dengan menganut kepada protokol kebersihan seperti yang disyaratkan dalam buku putih pengendalian Covid-19. Yang disyaratkan terjadi adalah massalisasi kebersihan, masyarakat disinfektan, dan kehidupan bebas total individu, komunitas, dan masyarakat dari virus yang mematikan.

Logika menghancurkan dan membunuh musuh manusia yang menjadi ciri penting dalam perang konvensional simetris, justeru dibalik dengan menghindari musuh. Azas membunuh manusia lain sebagai musuh, justeru dibalik dengan menyelamatkan siapapun yang bernama manusia, apalagi sebagai bagian dari anak bangsa. Doktrin perang menghancurkan kehidupan manusia-musuh, dalam perang Covid-19 dikonversi menjadi sebuah doktrin baru, “memperahankan”kehidupan manusia.

Akibat dari demoblisasi masyakat yang skalanya massal, ciri kebebasan masyarakat untuk dapat melakukan apapun,kemudian berubah menjadi masyarakat “patuh”, masyarakat yang mengunci dan memenjarakan dirinya sendiri. Prinsip membunuh atau memenjarakan lawan dalam perang simetris konvensional diubah menjadi prinsip memenjarakan diri sendiri, komunitas, atau masyarakat dalam konteks teritorial tertentu, bahkan negara sekalipun.

Konsep penjara dalam konteks Covid-19 bukanlah dimulai dengan “penangkapan”, melainkan lebih berkonotasi dengan “berhenti” secara “kerelaan” untuk kemaslahatan diri sendiri ataupun orang lain. Kata kuncinya kemudian “keikhlasan” memenjarakan diri sendiri, walaupun itu mendatangkan stress, mengurangi bahkan meniadakan pendapatan, dan bahkan untuk durasi tertentu dapat “mengancam” keberkanjutan kehidupan.

Dalam perang apapun, kemenangan pertempuran, sama sekali tidak sama dengan kemenangan peperangan. Sebaliknya, semakin banyak pertempuran yang dimenangkan, akan semakin besar pula peluang memenangkan peperangan. Bayangkanlah cakupan pertempuran yang cukup banyak, tersebar secara geografis dan sosiologis yang mustahil akan efektif tanpa komando yang mumpuni.

Seperti halnya perang konvensional simetris, perang asimetris Covid-19 juga memerlukan komando yang efektif, agresif, dan fleksibel. Dalam situasi kehidupan virtual maka kontrol dan komando dalam perang rakyat semesta Covid-19 telah pula bergeser kepada “kepatuhan digital” yang berisi berbagai perintah, petunjuk, dan anjuran yang semuanya ditujukan untuk memenangkan perang.

Walaupun di Indonesia metode itu belum sepenuhnya dilakukan, di sejumlah negara seperti Cina, Singapore, Taiwan, Korea Selatan, dan Vietnam seluruh warga sepenuhnya berada dalam pengawasan negara dengan sistem “kontrol” pelacakan. dan pengawasan yang berlanjut. Setiap warga harus merelakan sebagian wilayah pribadinya berada dalam genggaman negara untuk memenangkan perang melawan Covid-19,yang dikelola dengan instrumen dan strategi digital.

Dunia internet yang sempat dikecam sebagai kawasan ‘beracun’, pelecehan, ancaman kematian, mesin penyebar kebencian, ekstremisme politik, populisme, kejahatan dunia maya, menjadi instrumen penting perang rakyat semesta.

Pengawasan pemerintah, “pelepasan” data pribadi yang diambil secara massal dengan sedikit perlindungan privasi, kini telah dipandang sebagai penyelamat. Lebih dari itu, kini bahkan realitas virtual telah memberikan ruang kepada warga untuk mengembara kemana saja walau sekalipun terpenjara dalam rumah sendiri.

Akhirnya perang, apapun namanya, mengharuskan warga untuk memberikan “kewenangan” tidak biasa kepada negara untuk memastikan kemenangan melawan musuh. Itu artinya kebebasan pribadi, wilayah pribadi, dan sejumlah hak-hak pribadi dalam perang rakyat semesta Covid-19 mestilah diikhlaskan untuk diatur oleh otoritas.

Pertanyaannya adalah apakah rakyat akan berkorban? akan rakyat mau memberikan yang diperlukan untuk memenangkan peperangan melawan Covid-19? Inilah kunci yang sangat penting untuk dijawab. Tidak gampang jawabannya, karena bagaimanapun, kepatuhan dan keikhlasan warga sangat ditentukan oleh pemimpinnya.

Kepatuhan rakyat kepada Jenderal Giap, terjadi karena rakyat vietnam melihat dirinya ada pada Jrnderal Giap karena ia lebih dulu berkorban untuk rakyatnya. Kepatuhan rakyat Indonesia kepada Sukarno, Hatta, dan Jenderal Sudirman dalam konteks perang rakyat semesta melawan Belanda, karena rakyat tahu sebelum mereka meminta rakyat berkorban, mereka telah lebih dulu menjadi contoh tentang pengorbanan.

Allayraham Jenderal Muhammad Yusuf, mantan panglima TNI dan Menhankam pada masa Pak Harto menyebutnya dengan istilah “kemananunggalan” antara pemimpin dengan rakyat, antara TNI tengan rakyat.

Rakyat Aceh jika diminta mungkin akan siap untuk memasuki era baru perang rakyat semesta melawan Covid-19. Hanya saja persoalannya, di mana dan kepada siapa mereka harus melihat contoh pengorbanan. Apakah terlalu berat bagi para pemimpin di Aceh untuk memberi contoh pengorbanan?

*)Penulis adalah Guru Besar Unsyiah.

Dari redaksi: Lhob Mate Corona (LMC) adalah serial tulisan dari Ahmad Humam Hamid, Sosiolog Universitas Syiah Kuala yang ditujukan untuk sharing dan edukasi publik dan pihak-pihak terkait untuk topik Covid-19. Dipublikasikan setiap Selasa dan Sabtu.

Tag: #HeadlineAhmad Humam Hamidcovid-19lhob mate corona
Share11TweetPinKirim
Sebelumnya

Pemko Langsa Bebaskan Orang Tua Ingin Anaknya Belajar di Sekolah atau Rumah

Selanjutnya

Politik Uang Dalam Pilkada Mengundang Azab Allah

BACAAN LAINNYA

Ahmadi M. Isa.
Celoteh

Generasi Muda Aceh Harus ‘Divaksin’

Kamis, 21/01/2021 - 09:40 WIB
Mukhlis Puna
OPINI

Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

Rabu, 20/01/2021 - 11:46 WIB
Bendera Pemerintah Otonomi Bangsamoro. Foto?ist.
Jambo Muhajir

Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

Selasa, 19/01/2021 - 16:03 WIB
aceHTrend.com
OPINI

Digitalisasi di Sekolah, Burukkah?

Senin, 18/01/2021 - 10:52 WIB
Sadri Ondang Jaya. Foto/Ist.

Sadri Ondang Jaya dan Singkel

Sabtu, 16/01/2021 - 23:47 WIB
Ilustrasdi dikutip dari website seni.co.id.
Jambo Muhajir

Kolom: Pelacur

Kamis, 14/01/2021 - 18:47 WIB
Fitriadi.
Artikel

Sekolah Butuh Pemimpin atau Pimpinan?

Rabu, 13/01/2021 - 09:26 WIB
Ilustrasi tewasnya Abrahah dan pasukan gajahnya saat akan menghancurkan Ka'bah / kicknews.today
Pandemi, Sejarah, dan Kebijakan

LMC (75): Era Islam Klasik, Wabah, dan Peradaban

Selasa, 12/01/2021 - 11:16 WIB
Liza Faradilla
OPINI

Kelas Online: Kesenjangan Baru Sosial Ekonomi

Senin, 11/01/2021 - 07:00 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
aceHTrend.com

Politik Uang Dalam Pilkada Mengundang Azab Allah

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Salah satu hasil perundingan damai antara Moro Islamic Liberation Front (MILF) dengan Pemerintah Filipina, adalah lahirnya otonomi. Salah satunya adalah dibenarkannya bendera Bangsamoro berkibar di daerah otonomi tersebut. Foto/Ist kiriman Nur Djuli.

    Rayakan Otonomi, Bendera Bangsamoro Berkibar di Cotabato

    928 shares
    Share 928 Tweet 0
  • KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

    255 shares
    Share 255 Tweet 0
  • Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

    16 shares
    Share 16 Tweet 0
  • Siswa dari Pesantren Tradisional yang Tidak Memiliki NISN Terancam Dikeluarkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

aceHTrend.com
BERITA

Prajurit TNI Bantu Mantan Kombatan dan Korban Konflik di Aceh Utara

Mulyadi Pasee
21/01/2021

aceHTrend.com
BERITA

Komisi VI DPRA Minta Anggaran Rp3,5 Triliun di Dinas Pendidikan Aceh Tepat Sasaran

Ihan Nurdin
21/01/2021

Safrizal dan Siti Hilmi Amirulloh @ist
LIFE STYLE

Luncurkan Produk Terbaru, Yalsa Boutique Siap Kuasai Pasar Busana Muslim

Ihan Nurdin
21/01/2021

aceHTrend.com
BERITA

Bupati Abdya Letakkan Batu Pertama Pembangunan Masjid Al-Ikhlas Padang Panjang 

Masrian Mizani
21/01/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.