Oleh Azwar Anas, S.Pd*
Meski telah memasuki pertengahan semester awal, pendidikan saat ini nyatanya masih belum dapat dijalankan secara optimal. Pandemi covid-19 yang muncul sejak akhir tahun lalu menjadi satu-satunya biang di balik lumpuhnya roda pendidikan normal sebagaimana biasanya dijalankan. Walau rencana new normal dalam berbagai bidang -termasuk pendidikan- kian digaungkan, namun tetap saja beberapa daerah di Indonesia masih harus melanjutkan kembali skema belajar dari rumah yang telah digagas Kemendikbud sejak beberapa bulan terakhir. Termasuk beberapa sekolah di Aceh yang harus menunda kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Meski beberapa diantaranya telah mulai melaksanakan pembelajaran normal seperti sekolah di Aceh Utara dan sebagian daerah lain dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang cukup ketat.
Belajar dari rumah atau yang lazimnya dikenal juga dengan istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), memunculkan berbagai masalah yang seakan menurunkan efektifitas proses dan hasil pembelajaran, sebagaimana yang biasanya dilakukan dalam pembelajaran tatap muka. Selain permasalahan utama pada teknis PJJ yang dinilai cukup berat, seperti akses penunjang yang kurang mendukung, terbatasnya kemampuan guru dalam mengelola PJJ, serta berbagai problem lain yang menghambat PJJ, permasalahan lain juga dirasakan oleh guru dan siswa sebagai pelaku utama pembelajaran.
Siswa yang masih memiliki cara berpikir kurang terbuka dengan PJJ, serta kebiasaan guru selama ini yang menjadi satu-satunya sumber belajar di kelas merupakan kunci utama kurang maksimalnya pelaksanaan PJJ dalam beberapa bulan terakhir. Hal demikian tidak mengherankan, mengingat selama ini pendidikan kita masih menganut cara konvensional, dimana guru berpusat sebagai sumber belajar dan siswa hanya sebagai subyek yang pasif. Sehingga pembelajaran hanyalah sebatas memahami dan mengulang kembali apa yang guru sampaikan, akibatnya lahirlah siswa yang kurang mandiri dalam belajar.
PJJ dan Kemandirian Belajar
Dogman (Aristorahadi, 2008) mengatakan bahwa ciri-ciri PJJ adalah adanya organisasi yang mengatur cara belajar mandiri, materi pembelajaran disampaikan melalui media, dan tidak ada kontak langsung antara guru dengan siswa. Dalam PJJ kemandirian belajar sangat diperlukan dan menjadi kunci utama keberhasilan pembelajaran.
Kemandirian belajar merupakan suatu aktivitas belajar yang dilakukan siswa tanpa bergantung kepada orang lain –teman maupun guru- dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu menguasai materi atau pengetahuan dengan baik atas kesadaran siswa sendiri serta dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah sehari-hari (Suhendri dan Mardalena, 2013). Lebih lanjut Tirtahardja (2005) mengatakan bahwa kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang berlangsung dengan dorongan atau kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.
Kemandirian belajar pada siswa sangat diperlukan sebagai upaya untuk menumbuhkan tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan diri dalam belajar. Individu yang memiliki kemandirian belajar dapat dicirikan oleh (1) kecintaannya terhadap belajar, (2) kepercayaan diri yang kuat sebagai siswa atau peserta didik, (3) terbuka terhadap tantangan dalam belajar, (4) memiliki sifat ingin tahu, (5) memiliki pemahaman diri dalam belajar, dan (6) menerima tanggung jawab untuk kegiatan belajarnya (Sugilar, 2000). Karenanya kemandirian belajar diperlukan bagi setiap siswa sebagai individu pembelajar untuk melakukan diagnosa terhadap kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, melakukan identifikasi sumber belajar, menentukan strategi belajar yang sesuai, serta melakukan evaluasi terhadap hasil belajar yang dicapai.
PJJ sebagai salah satu alternatif kegiatan belajar mengajar di masa pandemi nyatanya mutlak membutuhkan kemandirian belajar pada setiap siswa. Kurang optimalnya PJJ selama ini tak luput dari minimnya kemandirian belajar siswa yang ditandai dengan rendahnya motivasi dan self discipline dalam belajar. Hal ini ikut diperparah dengan pudarnya kesediaan dan ketaatan siswa untuk belajar secara teratur guna mencapai setiap tujuan dan tututan minimal yang ditetapkan. Selain itu, pendidikan kita masih cenderung terbelenggu dengan pemahaman bahwa satu-satunya cara untuk memperoleh pengetahuan hanya dengan hadir dan mengikuti serangkaian kelas yang selama ini dijalankan secara tradisional. Kita acap kali abai akan kompetensi dan kemampuan siswa untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka masing-masing yang nyatanya dapat melatih dan memperkaya keterampilan serta kemandirian mereka dalam belajar.
Kemandirian belajar sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan PJJ dimasa pandemi. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik akan memiliki inisiatif dan tanggung jawab untuk proaktif mengelola proses belajarnya sendiri. Selain itu, siswa yang memiliki kemandirian belajar juga mempunyai rasa percaya diri, tanggung jawab, mampu mengambil keputusan, kebebasan untuk berinisiatif, serta mampu menyesuaikan diri dengan segala bentuk pembelajaran, termasuk PJJ yang selama ini telah diterapkan.
Membentuk Kemandirian Belajar Siswa
Kemandirian belajar siswa merupakan hal yang penting dan perlu dibentuk sedini mungkin pada setiap peserta didik. Hal ini dikarenakan kemandirian belajar terkait erat dengan berhasil atau gagalnya siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Banyak hal dapat dilakukan guru guna membentuk kemandirian belajar pada siswa, seperti memberi motivasi dan membuat perencanaan pembelajaran dengan jelas. Kedua hal ini merupakan kunci utama agar terbentuknya siswa yang mandiri dalam belajar. Motivasi yang kuat akan mendorong siswa untuk terus memacu diri dalam melakukan berbagai upaya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Begitu juga dengan perencanaan pembelajaran yang jelas akan merangsang siswa untuk mencapai rencana atau target yang telah disusun bersama. Perencanaan yang matang menjadi stimulus paling efektif untuk mendorong siswa agar terus belajar.
Kemandirian belajar pada siswa juga dapat dibentuk melalui kegiatan pembelajaran yang menjelaskan keterkaitan proses belajar dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, seperti adanya perbandingan antara keberhasilan dan kegagalan. Pemahaman siswa akan hal ini menjadi pemicu bagi mereka untuk menjadi orang atau golongan yang berhasil sehingga dengan sendirinya akan terdorong untuk belajar. Selain itu kemandirian belajar juga dapat dibentuk dengan menumbuhkan rasa butuh belajar pada siswa. Hal ini dapat diwujudkan oleh guru dengan memberikan stimulus bagi siswa melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu rasa ingin tahu sehingga memungkinkan siswa untuk belajar mencari tahu dan menkontruksi sendiri pengetahuan yang ada.
Membuat dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan melalui variasi metode dalam pembelajaran juga merupakan langkah guru dalam mewujudkan siswa yang mandiri dalam belajar. Selain itu, guru juga dapat memberikan tugas individu bagi beberapa siswa yang dianggap perlu dan butuh dengan tujuan untuk menambah durasi dan efektifitas belajar siswa sehingga kemandirian mereka dalam belajar akan terlatih secara pelan-pelan.
Terakhir, bimbingan dan arahan guru secara individual bagi setiap siswa yang dirasa butuh merupakan langkah jitu dalam mewujudkan kemandirian belajar siswa. Hal ini sangat penting dilakukan guru mengingat siswa sebagai subyek belajar tak jarang merasa dilema dalam menentukan arah dan metode untuk belajar. Peran guru sebagai aktor utama dalam pendidikan sangat diperlukan untuk terus membimbing dan menunjukkan jalan bagi setiap siswa agar mereka mampu berdikari dalam belajar. Sehingga ke depan siswa akan siap untuk terus belajar dalam kondisi dan keadaan apa pun. Karena sampai kapan pun belajar tak boleh berhenti. Selamat mencoba!
*)Penulis adalah anggota IGI Kota Lhokseumawe dan guru SMAS Sukma Bangsa Lhokseumawe
Catatan redaksi: Tulisan ini merupakan kerjasama aceHTrend dan IGI Aceh.