Oleh Herman RN*
MENGAPA soal air bersih penting dikaitkan dengan Covid-19? Secara sederhana, semua orang sudah paham bahwa Covid-19 mengajarkan manusia untuk hidup bersih, rapi, dan terkendali. Itu sebabnya pemerintah di setiap negara menganjurkan rakyatnya untuk menjaga kebersihan. Bahkan, badan kesehatan dunia (WHO) senantiasa mengingatkan agar semua orang menjaga kebersihan dengan selalu mencuci tangan dan pakai masker.
Sekarang, menjaga kebersihan bukan lagi sebuah anjuran, tetapi sudah dijadikan sebagai peraturan oleh pemerintah Indonesia, termasuk pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mengeluarkan berbagai peraturan terkait menjaga kebersihan. Di antaranya, semua toko, semua kedai, semua mall, dan tempat-tempat umum lainnya harus menyediakan tempat cuci tangan portabel, kalau perlu dilengkapi dengan hand sanitizer dan sejenisnya.
Pemerintah Kota Banda Aceh juga tidak mau ketinggalan dalam memberikan kebijakan terkait kebersihan bagi warganya. Pemko dalam peraturannya sudah menetapkan denda bagi warga kota yang terkena razia masker. Patut diapresiasi langkah Pemko Banda Aceh dalam memastikan kebersihan agar warganya terhindar dari Covid-19.
Kebersihan semestinya tidak semata soal cuci tangan dan masker, tetapi bagaimana menyediakan air bersih yang memadai. Bagaimana mungkin orang mandi hingga bersih jika sumur-sumur di rumah tidak bersih airnya. Hal ini sudah menjadi janji masa kampanye pasangan Aminullah Usman-Zainal Arifin. Bahkan, janji akan menuntaskan air bersih menjadi salah satu alasan yang membawa pasangan ini menang dari rivalnya (Illiza Sa’aduddin Djamal-Farid Nyak Umar). Hampir setiap kesempatan kampanye masa itu, Aminullah menyampaikan akan menuntaskan persoalan air bersih di Banda Aceh setuntas-tuntasnya.
Keseriusan Aminullah dalam membereskan air bersih di Banda Aceh diperlihatkannya tiga bulan pertama menjabat sebagai wali kota. Ia turun langsung ke lapangan, memastikan air dalam pipa. Namun, lambat laun, semua ‘ditiup angin’. Janji menuntaskan persoalan air bersih di awal tahun 2019, digeser pada pertengahan lalu akhir tahun 2019. Sebelum memasuki tahun 2020, Aminullah kembali berjanji akan menyelesaikan air bersih di Kota Banda Aceh. Setelah pertengahan tahun 2020, ia mengubah janjinya menjadi akhir tahun ini.
Janji demi janji terus diucapkannya di media. Nyaris Aminullah menjadi ‘Master Janji’ jika dibandingkan para pemimpin sebelumnya. Kini, sudah hampir selesai tahun 2020, kondisi air bersih di Banda Aceh masih sangat memprihatinkan. Bahkan, semakin mengecewakan dibanding masa kepemimpinan sebelumnya. Dulu, tidak pernah ada istilah mati air secara bergiliran atau sistem zonasi. Kini, di masa Aminullah-Zainal, warga Banda Aceh sudah terkena aturan mati air bergilir. Masalahnya, ada kawasan yang belum sempat merasakan giliran hidup, malah terkena giliran mati lagi sepanjang hari.
Kondisi Terkini
Saya tinggal di Ie Masen Ulee Kareng, kebetulan di sebelah belakang, Dusun Cempaka tepatnya. Dalam kondisi normal sebelum zonasi mati bergilir, air hanya bisa ditarik malam hari di kawasan ini. Konon lagi dalam kondisi sekarang, terjadi pengurangan debit air dan zonasi, semakin khupak luyak kawasan Ie Masen Ulee Kareng dan sekitarnya. Inilah kondisi terkini.
Hari Ahad, 20 September adalah jadwal PDAM Tirta Daroy mematikan air untuk Kawasan Ulee Kareng, termasuk Ie Masen dan sekitarnya. Mestinya, hari Senin dan seterusnya air bisa dinikmati oleh warga di kawasan ini. Kenyataannya sangat pahit. Senin, Selasa, hingga Rabu, air PDAM masih tetap mati, yang hanya hidup air hanya bagian depan dekat jalan raya. Hari Kamis, 24 September sudah terkena lagi giliran mati air. Jumat dan Sabtu ternyata masih tetap mati juga. Lantas kapan giliran hidupnya jika seperti ini jadwal mati air di daerah ini?
Laporan warga terkait mati air dianggap main-main oleh pihak PDAM Tirta Daroy. Ada orang teknisi yang datang ke kawasan Ie Masen Ulee Kareng, menghidupkan sebentar air di persimpangan jalan dekat Simpang Tujuh, lalu swafoto dan rekam video sebentar. Foto dan video tersebut dikirim kepada Ketua DPRK Banda Aceh sebagai laporan bahwa pihak PDAM sudah membuat saluran air.
“Hoax banget!” kata anak zaman sekarang. Lima menit setelah mereka pergi, air kembali mati (entah tadi dihidupkan sekadar laporan semata). Warga kemudian berusaha begadang hingga larut malam bahkan sampai subuh, ternyata tetap tidak ada air. Laporan yang diberikan oleh pihak PDAM tidak lebih sebagai ABS (asal bapak senang). Ada foto dan video bahwa mereka sudah ke lapangan, dikira sudah cukup membuat ‘bapak senang’. Tidak ada sedikit pun upaya, misalnya, menggali sambungan pipa dari pipa utama ke pipa komplek dan rumah warga yang mungkin tersumbat atau yang lainnya.
Ini persoalan kebersihan yang sangat mendasar, yang mesti diselesaikan oleh Aminullah dan jajarannya. Bagaimana mungkin warga diminta dan diwajibkan menjaga kebersihan, sementara ketersediaan air bersih saja tidak jelas di kota ini. Inikah yang katanya menuju smart city? Sangat tidak mungkin!
Warga bisa jatuh sakit karena begadang setiap malam, sedangkan air tidak ada. Ketika warga sakit, gatal, atau kelahan karena begadang, kondisi imun menurun, lalu tergejala Covid-19, apa yang bisa dilakukan oleh Pemko dan PDAM?
Harusnya, PDAM Tirta Daroy memberikan pelayanan air keliling untuk rumah warga yang mati air lebih dari dua hari. Soal harga bisa disepakati. Misalnya, karena ini kesalahan PDAM, jika tidak mungkin memberikan air gratis, bisa dengan setengah harga normal. Antarkan air dan isi penampungan air di rumah warga. Itu baru solusi!
Tahun depan, kepemimpinan Aminullah selesai. Mungkinkah ia melanjutkan periode kedua atau naik kelas jika kondisi air bersih yang sudah dijanjikan masa kampanye dulu tidak ia selesaikan hingga berakhir masa jabatan? Masyarakat yang memilih. Warga yang menilai. Jangan sampai pula seperti kata Khalil Gibran, “Kasihan bangsa yang menyambut pemimpinnya dengan terompet kemenangan, melepasnya dengan cacian.”[]
Herman RN, warga Kota Banda Aceh berkhidmah pada kerja-kerja kebudayaan.
Editor : Ihan Nurdin