• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
Trending

LMC (49): Kepergian dr. Lukman: Covid-19 Aceh yang Semakin Merah Menyala

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Selasa, 29/09/2020 - 07:52 WIB
di Pandemi, Sejarah, dan Kebijakan, OPINI
A A
aceHTrend.com
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Ahmad Humam Hamid*

PRIA paruh baya itu namanya Lukman, tepatnya dr. Lukman Ahmad Nurdin. Ayahnya dan ibunya adalah guru SD. Ketika saya yang sekolah MIN mau ikut ujian SD, saya, anak kampung, kemudian ikut kursus persiapan ujian negeri di SD ibu kota kecamatan. Di kursus itu almarhum ayah dr. Lukman mengajarkan tiga mata pelajaran sekaligus, berhitung, bahasa Indonesia, dan pengetahuan umum. Kemampuannya luar biasa. Sampai sekarang saya merasakan ada aroma persiapan test skolastik yang diberikan walaupun untuk tingkat SD sekalipun.

Keluarga itu adalah contoh nyata bagimana pendidikan dapat menjadi kunci mobilitas sosial yang sangat ampuh untuk keluar dari ketertinggalan dan kemiskinan perdesaan. Kakek-nenek dari kedua orang tuanya memang bukan orang kaya, tetapi mereka juga bukan orang miskin. Pendidikan telah mengantarkan keluarga itu naik berjenjang. Ayah ibunya adalah generasi kedua yang naik kelas, bersekolah, terdidik, dan menjadi guru.

Lukman naik sejenjang lagi menjadi dokter. Abangnya Lukman menjadi perawat senior yang pasiennya sama jumlahnya dengan praktek dokter. Mereka tujuh bersaudara, dan adik Lukman yang bungsu juga menjadi dokter. Saudaranya yang lain juga mempunyai prestasi tersendiri, guru, pejabat publik yang dan juga naik kelas sosialnya. Keluarga mereka menjadi role model yang dicontoh dan dibicarakan masyarakat di kemukiman dalam menggairahkan anak-anak dalam keluarga pedesaan itu untuk giat belajar.

BACAAN LAINNYA

aceHTrend.com

Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

20/01/2021 - 07:19 WIB
KIP Aceh menetapkan tahapan Pilkada 2022. Keputusan tersebut dibuat pada Selasa (19/1/2021) di Banda Aceh.

KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

19/01/2021 - 22:08 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.

LMC (76): Orang Tua dan Covid-19: Kenapa Harus Serius?

19/01/2021 - 18:48 WIB
Bendera Pemerintah Otonomi Bangsamoro. Foto?ist.

Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

19/01/2021 - 16:03 WIB

Menjadi dokter bagi Lukman adalah cita-cita, sekaligus impian orang tuanya. Setelah tamat, kemudian ia bekerja. Setelah beberapa tahun sebagai pekerja profesional medis ia ingin melanjutkan pendidikan spesialis. Ia lulus dan diterima, tapi akhirnya ia memutuskan untuk menunda pendidikan lanjutan itu. Ia dekat dengan ulama kharismatik Aceh, almarhum Abu Panton. Ketika Abu Panton tahu dia memutuskan untuk menunda pendidikan spesialis, ia menangis.

Seorangpun tak tahu kenapa Abu menangis. Apakah karena Lukman mendengar nasihat dia untuk menunda pendidikan spesialis, ataukah ia menyesali karena Lukman telah mengorbankan dirinya untuk mengurus kesehatan rakyat jelata. Yang pasti ia tak sampai hati meninggalkan pasien di Lhoksukon yang relatif banyak, namun tak jarang juga miskin. Lagi pula saat itu belum ada dokter yang menggantikannya.

Ia memilih untuk “berkorban”, melepas ambisinya untuk menjadi spesialis- sebuah impian normal untuk seorang dokter. Ia menunda kepentingan pribadinya hanya untuk memastikan rakyat kecil dapat terurus kesehatannya dengan baik. Seperti banyak kawan-kawannya, secara moral bahkan menuruti sumpah Hipokrates pun wajar saja kalau ia bersekolah lagi. Bukankah setelah tamat nanti ia akan bisa berbuat lebih banyak lagi?

Lukman membuat sebuah pengorbanan besar, karena menurutnya ada kepentingan yang lebih dari dirinya dan kebanggaan keluarganya. Kepentingan itu adalah kepentingan rakyat jelata, dan itu artinya uang bukanlah segalanya bagi Lukman. Kehidupan kesehariannya juga biasa-biasa saja, tidak nampak ada “kemakmuran “ yang mencolok. Ia dihormati bawahannya, disukai atasannya, dan sangat dicintai oleh pasiennya.

Barangkali ia mewakili sebagian kecil sejawatnya yang mempunyai sifat altruisme yang tinggi. Ketika orang altruisme menolong orang lain, semua benar-benar tulus tergerak dari hatinya. Jadi, tidak ada paksaan, loyalitas, atau iming-iming seperti pahala yang membayangi tingkah lakunya. Ia pernah jadi dokter teladan provinsi, tetapi dalam karirnya ia selalu menolak jabatan struktural. Setelah mengabdi lebih dari dua puluh tahun, ketika ia meninggal ia tetap menduduki posisi staf kesehatan Puskesmas Kecamatan Gedong.

Dua hari yang lalu Lukman membuat pengorbanan yang paling besar lagi, dan kali ini sifat altruismenya berkadar tidak biasa. Ia bekerja tidak seperti hari-hari biasa, mengurus banyak pasiennya yang didera flu luar biasa, yang dia pasti tahu bukan tidak mungkin itu adalah Covid-19 yang sedang membawa kematian ke bumi Aceh. Keputusan itu akhirnya mengancam jiwanya. Kematiannya membuktikan teori altruisme, karena ia mengambil keputusan berisiko mungkin ya atau tidak menimbangnya secara matang akhirnya mengancam keselamatan dirinya sendiri.

Kali ini pengorbanan itu bukan ambisi pribadinya, harapan isteri atau anaknya, apalagi kebanggaan keluarga besarnya. Kali ini ia mengorbankan jiwanya. Ia pergi menuju keabadian menemui sang Khalik, meninggalkan semua yang dicintainya di dunia ini. Ia meninggal kerena menjalankan tugas sucinya, membantu pasiennya dalam perang besar global melawan Covid-19.

Menurut catatan resmi, Lukman adalah korban keenam pekerja kesehatan dan korban kempat dokter di provinsi Aceh. Ia menyusul tiga sejawatnya yang telah pergi terlebih dahulu. Ada dr.Nuchsan Umar Lubis, ada dr Dharma Widya, dan dr Imai Indra. Mereka gugur sebagai petempur di baris terdepan untuk menyelamatkan rakyat Aceh dari gempuran Covid-19. Sebelumnya, 2 perawat Aceh juga telah meninggal karena Covid-19, satu di Aceh Utara, dan satu lagi di Aceh Barat.

Kepulangan dr. Lukman menghadap sang Khalik membawa banyak pesan kepada kita, seakan ia melengkapi pesan kepergian tiga sejawatnya yang terdahulu. Ada banyak peringatan dan makna yang dalam dari kesyahidan mereka kepada kita yang ditinggalkan, baik rakyat maupun otoritas.

Pertama, pekerja kesehatan seperti dokter dan perawat adalah kelompok yang paling rentan untuk terkena dengan berbagai penyakit menular seperti Covid-19 ini. Di luar potensi konvensional seperti transmisi lokal dan komunitas, maupun keluarga, para pekerja kesehatan, terutama yang berususan dengan kesehatan publik, apalagi melayani pasien Covid-19 adalah kelompok yang mempunyai risiko tertinggi.

Tidak hanya karena interaksinya dengan pasien, karena tidak kurang pula rumah sakit tempat dimana mereka bekerja, telah menjadi sumber utama penularan Covid-19. Tidak heran, kalau kemudian banyak rumah sakit kabupaten di Aceh, bahkan RSUZA sendiri menjadi tempat sang virus itu berbiak dan menulari siapapun yang berada di situ. Lihatlah bagaimana pekerja kesehatan kita tertular secara berombongan di berbagai rumah sakit.

Sampai dengan tanggal 3 September 2020 Amnesty Internasional melaporkan sekitar 7000 pekerja kesehatan global telah meninggal dalam peperangan melawan Covid-19, dengan tingkat kematian yang beragam. 5 besar tingkat kematian perseratus ribu pasien Covid-19 di dunia berturut-turut adalah, Mexico, 234 orang, Inggris 219 orang, Mesir 166 orang, Indonesia 94 orang, dan Italia 70 orang.

Kematian adalah takdir, tetapi Yang Maha Kuasa memberikan akal budi dan pikiran kepada manusia untuk mencari tahu dan melihat kemungkinan. Ilmu statistik, apalagi modelling secara khusus adalah ilmu luar biasa yang mampu memperlihatkan arah takdir, dan tak jarang memberikan presisi takdir yang luar biasa.

Dengan menggunakan ilmu statistik yang dapat memperlihatkan kecendrungan takdir itu, maka ketika hari ini ada 4325 kasus pasien dengan jumlah kematian pekerja kesehatan Aceh 6 orang, Aceh menjadi lain tampilnya di tingkat nasional.

Ketika angka dikonversi menjadi kematian perseratus ribu pasien-seperti indikiator ilmiah yang dianut, maka angka itu dibaca menjadi setiap 100 000 kasus positif Covid-19,-Nauzubillah, maka kecendrungan takdir kematian pekerja kesehatan Aceh adalah 138 orang.

Kalau ini yang menjadi ukurannya, maka secara proporsional Aceh telah menggeser posisi global Indonesia dari ranking 4, menjadi ranking 5. Dan Aceh kemudian menjadi ranking 4 besar rasio kematian pekerja kesehatan terbesar dunia bersama-sama dengan Mexico, Inggris,dan Mesir. Sebuah angka yang membuat kita merinding bulu kuduk mendengarnya.

Pesan kedua adalah, kematian akibat Covid-19 kini telah tersebar pada lingkaran ketiga dan mungkin lingkaran ke 4 wilayah penyebaran. Dua kasus kematian dokter di kabupaten, Aceh Timur -dr.Dharma dan Aceh Utara-dr Lukman adalah bukti nyata terakhir yang sangat solid, bahwa Covid-19 telah mengumumkan dirinya menjadi “warga Aceh” baik di perkotaan, maupun di perdesaan. Hanya selangkah lagi, akan ada pengumuman baru, bahwa Covid sudah tiba di kawasan terpencil Aceh.

Ada cukup banyak penyebab tertularnya pekerja kesehatan dengan Covid-19, mulai dari kelengkapan dan kwalitas APD, tingkat kedisiplinan protokol rumah sakit secara keseluruhan, dan tingginya jumlah pasien yang dilayani. Secara matematika kemungkinan, maka semakin banyak pasien yang dilayani, semakin banyak interaksi dengan pasien, semakin panjang jam kerja, maka akan semakin besar pula terpaparnya pekerja kesehatan dengan sang virus. Belum lagi karena kelelahan, dan beban psikologi yang dihadapi yang pasti menurunkan immunitasnya.

Pesan ini mengisyaratkan kepada kita juga bahwa angka yang sebenarnya tentang penularan Covid-19 di Aceh lebih besar, dan kalau pemerintah masih bersikap seperti sekarang, tidak mengadakan pembendungan secara besar besaran, lewat test, tracing, dan karantina kalau perlu, maka skenario 138 perseribu itu akan terjadi. Inilah kesyahidan Lukman yang perlu dibalas oleh pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mencegah hal itu berkelanjutan. Tidak perlu di artikel ini kita tuliskan indikator-indakator lain yang akan membuat immunitas publik turun, cukup dengan fakta yang diwakili oleh Allayarham dr. Lukman.

Pesan ketiga yang tidak kurang pentingnya, Covid-19 tidak lagi memilih korbannya secara sangat selektif berdasarkan prinsip demografis dan komorbiditas. Lukman relatif muda,48 tahun, sangat sehat, dan hidup dengan sangat teratur. Walaupun titik awal umur korban Covid-19 pada umur 45 ke atas, akan tetapi kematian terbanyak didapatkan pada umur 60 tahun ke atas, dan umumnya mempunyai penyakit serius lainnya.

Ini juga berarti bahwa ancaman kematian akibat Covid-19 juga berpeluang besar terjadi pada generasi Lukman, generasi pasca kemerdekaan Indonesia yang ketiga yang baru saja menjalani mobilitas sosial. Mereka baru saja “naik kelas” hidup lebih baik dari generasi orang tuanya dan kakek neneknya. Secara sosiologis, kalau proses dan mekanisme ini terjadi secara berkelanjutan, maka Aceh tidak hanya akan kehilangan manusianya di hari-hari esok, akan tetapi akan kehilangan sebuah gugus demografis manusia terdidik, profesional, sedang sangat produktif, dan menjadi mesin reproduksi manusia Aceh generasi ke empat yang sehat dan kuat secara ragawi, namun juga cerdas dan sigap secara non ragawi.

dr Lukman kini telah dikebumikan di kampungnya, di Tanjungan Idem, Mukim Tanjungan, kecamatan Samalanga, Bireuen, bersama dengan keluarga yang telah mendahuluinya. Ia pergi meninggalkan anak-anaknya dan isterinya yang juga dokter. Ia akan bertemu bapaknya, guru kami yang mengajarkan kami dan juga Lukman tentang cita-cita,kerja keras, kesederhanaan, dan berbuat baik kepada orang banyak. Ia persis mengerjakan seperti yang apa diajarkan oleh bapaknya. Saya cemburu, tidak bisa seperti Lukman,walau hanya sebagian, walaupun saya murid bapaknya.

Ada cukup banyak pekerja kesehatan lain, dokter maupun perawat yang sama dengan Lukman, yang mewaqafkan dirinya untuk kehidupan manusia lain, walaupun kadang harus merelakan dirinya menjadi korban. Mereka tersebar di perkotaan, di kecamatan, bahkan kadang di dikawasan terpencil. Setiap ada di antara mereka yang meninggal, kita selalu berdoa mudah-mudahan inilah yang terakhir.

Takdir adalah ketentuan Allah SWT, tetapi Allah juga menyuruh ummatnya “menjemput” takdir, bukan dengan menunggu. Ilmu pengetahuan menyatakan salah satu cara ampuh menjemput takdir untuk menyelamatkan manusia Aceh dan pekerja kesehatannya adalah dengan dua disiplin.

Disiplin rakyat dan petugas kesehatan adalah menjaga dan mematuhi protokol yang berlaku untuk individu dan pekerja kesehatan. Disiplin kedua adalah disiplin pemerintah yang bertugas membendung virus dengan melakukan test, tracing,dan isolasi atau karantina jika diperlukan. Itu kata WHO, dan itu kata Presiden Jokowi.

Di Aceh menjemput takdir itu nampaknya berat sebelah. Rakyat dan petugas diminta untuk disiplin, sementara pemerintah daerah belum disiplin. Apa buktinya? Sampai hari ini belum ada test agresif, tracing yang massif, dan isolasi atau karantina yang selektif.

Lukman telah pergi menghadap Khalik. Kalau saja ia dihidupkan sejenak, dan diminta untuk menyampaikan pernyataan, maka ia akan menyatakan “tolong, biarlah saya yang terakhir untuk Covid-19 mewakili sejawat pekerja kesehatan yang lain. Jemputlah takdir baik itu secara bersama-sama”

Mudah-mudahan akan ada dokter spesialis mata dan dokter spesialis THT yang mendapat pasien yang mendadak, memastikan matanya dan pendengarannya masih bagus bagus saja.

*). Penulis adalah Guru Besar Unsyiah.

Tag: #HeadlineAhmad Humam Hamidcovid-19dr. Lukman Ahmad NurdinLMCLukmantenaga medisvirus corona
Share221TweetPinKirim
Sebelumnya

Hasil Survey, Banyak Masyarakat Indonesia yang Yakin Tidak Akan Terpapar Covid-19

Selanjutnya

Mendorong Kualitas Penelitian yang Akurat, FH Unsyiah Gelar Seminar Metodologi Penelitian Hukum

BACAAN LAINNYA

aceHTrend.com
OPINI

Digitalisasi di Sekolah, Burukkah?

Senin, 18/01/2021 - 10:52 WIB
Sadri Ondang Jaya. Foto/Ist.

Sadri Ondang Jaya dan Singkel

Sabtu, 16/01/2021 - 23:47 WIB
Ilustrasdi dikutip dari website seni.co.id.
Jambo Muhajir

Kolom: Pelacur

Kamis, 14/01/2021 - 18:47 WIB
Fitriadi.
Artikel

Sekolah Butuh Pemimpin atau Pimpinan?

Rabu, 13/01/2021 - 09:26 WIB
Ilustrasi tewasnya Abrahah dan pasukan gajahnya saat akan menghancurkan Ka'bah / kicknews.today
Pandemi, Sejarah, dan Kebijakan

LMC (75): Era Islam Klasik, Wabah, dan Peradaban

Selasa, 12/01/2021 - 11:16 WIB
Liza Faradilla
OPINI

Kelas Online: Kesenjangan Baru Sosial Ekonomi

Senin, 11/01/2021 - 07:00 WIB
Sayuti.
Celoteh

Reshuffle Kabinet dan Kemenangan Nalar

Sabtu, 09/01/2021 - 11:15 WIB
Zulfadhli Kawom. [Ist]

Lheuh keu Saman Gop

Jumat, 08/01/2021 - 15:46 WIB
Syamsiah Ismail.

Etos Kerja ala Pengawas Sekolah 4.0

Rabu, 06/01/2021 - 13:18 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
Ilustrasi

Mendorong Kualitas Penelitian yang Akurat, FH Unsyiah Gelar Seminar Metodologi Penelitian Hukum

Komentar

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Salah satu hasil perundingan damai antara Moro Islamic Liberation Front (MILF) dengan Pemerintah Filipina, adalah lahirnya otonomi. Salah satunya adalah dibenarkannya bendera Bangsamoro berkibar di daerah otonomi tersebut. Foto/Ist kiriman Nur Djuli.

    Rayakan Otonomi, Bendera Bangsamoro Berkibar di Cotabato

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rimo: Dari Afdeling Kebun Terus Menggeliat Menjadi Pusat Perdagangan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Diduga Langgar Aturan, Polisi Diminta Usut Proses Hibah APBA untuk 100 Organisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Barang bukti sabu-sabu yang ditemukan di lapas @ist
BERITA

Petugas Gagalkan Penyelundupan Sabu ke Lapas Kelas II Blangpidie Abdya

Masrian Mizani
20/01/2021

aceHTrend.com

Politik Bendera dan Parlok Bangsamoro di Filipina

Muhajir Juli
20/01/2021

KIP Aceh menetapkan tahapan Pilkada 2022. Keputusan tersebut dibuat pada Selasa (19/1/2021) di Banda Aceh.

KIP Aceh Tetapkan Tahapan Pilkada 2022

Muhajir Juli
19/01/2021

Ilustrasi
BERITA

Listrik Padam di Beberapa Daerah di Aceh, PLN Minta Maaf

Mulyadi Pasee
19/01/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.