ACEHTREND.COM,BANDA ACEH-Selama ini Pemerintah Aceh yang digawangi oleh Plt Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, MT., dikelilingi oleh sejumlah tim yang sangat gemuk. Mulai dari staf khusus, penasihat khusus sampai tim kerja. Akan tetapi keberadaan mereka seperti hantu. Tidak jelas siapa dan sedang melakukan apa. Di sisi lain, setiap bulan rakyat Aceh harus membayar gaji dan segenap fasilitas lainnya kepada tim-tim tersebut.
Oleh karena sangat tertutupnya infomasi terhadap “orang-orang khusus itu”, mantan Presiden Mahasiswa Univeraitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh, Rizki Ardial, Selasa (29/9/2020) mengajukan sengketa informasi kepada Komisi Informasi Aceh (KIA).
Pengajuan sengketa terpaksa harus ditempuh oleh Rizki Ardial, karena sebelumnya dia sudah mengajukan kebutuhan informasi tersebut kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Namun sampai batas waktu yang ditentukan oleh Undang-undang, apa yang diminta olehnya tidak diberikan.
“Bagaimana rakyat bisa melakukan pengawasan bila apapun informasi tidak diberikan. Bila ada kritik kepada Pemerintah Aceh, akan muncul orang-orang yang membabi buta membela pemerintah, sekalipun itu salah. Apakah mereka itu juga bagian dari stafsus, pensus ataukah tim kerja Gubernur Aceh? Tidak jelas. Ataukah hanya buzzer yang dibayar bulanan?” Kata Rizki Ardial.
Aktivid mahasiswa tersebut, mengatakan baik kepada PPID Utama maupun kepada KIA memohon data berupa:
1.Daftar nama Staf Khusus Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
2.Daftar nama Penasehat Khusus Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
3.Daftar nama Tim Kerja Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
4.Laporan kinerja Staf Khusus Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020
5.Laporan kinerja Penasehat Khusus Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
6.Laporan kinerja Tim Kerja Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
7.Alokasi anggaran untuk Staf Khusus Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
8.Alokasi anggaran untuk Penasehat Khusus Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
9.Alokasi anggaran untuk Tim Kerja Gubernur Aceh tahun 2019 dan 2020.
“Selama ini publik tidak pernah tahu berapa alokasi anggaran kepada staf khusus, penasihat khusus dan tim kerja Gubernur Aceh. Begitu juga dengan kinerja yang dilakukan oleh mereka. Apakah kehadiran mereka telah memperbaiki pengelolaan birokrasi di Pemerintah Aceh?” ujarnya.
Lebih lanjut kata dia, Informasi yang dia minta tidak pernah dipublis oleh Pemerintah Aceh, sehingga kerap menjadi simpang siur informasi dalam masyarakat.
“PPID berfungsi sebagai pengelola dan penyampai dokumen yang dimiliki oleh badan publik sesuai dengan amanat UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Nah di sini PPID telah melanggar UU tersebut, sehingga saya mengajukan sengketa penyelesaian informasi kepada KIA Aceh,” katanya.
Langkah ini, tambah Rizki merupakan pilihan terakhir. Sejak awal dia sudah meminta informasi tersebut kepada PPID Utama Aceh, namun setelah menunggu 10 hari kerja, pihak PPID tidak juga memberikan informasi tersebut. Selanjutnya dia ajukan keberatan kepada atasan PPID, akan tetapi setelah 30 hari kerja tidak juga mendapat respon.
“Kejadian ini merupakan bentuk tertutupnya informasi publik dari Pemerintah Aceh. Padahal anggaran yang digunakan oleh mereka bersumber dari APBA. Seharusnya publik harus tahu apa dampak dari penggunaan anggaran tersebut,” imbuhnya. []
Komentar