ACEHTREND.COM, Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menolak seluruh jawaban Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, terhadap jawaban hak interpelasi yang diajukan lembaga DPR Aceh beberapa waktu lalu. Menurut dewan, Pemerintah Aceh sangat tidak profesional dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Di samping itu, ada beberapa pertanyaan yang sengaja tidak dijawab.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Hak Interpelasi Dewan, Irfannusir, saat menyampaikan tanggapan dewan atas jawaban Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah terhadap hak interpelasi dewan dalam rapat paripurna lanjutan jawaban Plt Gubernur Aceh atas hak interpelasi dewan di di Gedung DPRA, Selasa siang (29/09/2020).
Menurut Irfannusir, Pemerintah Aceh tidak sistematis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan, jawaban tersebut tidak berurutan sebagaimana mestinya, bahkan jauh dari substansi persoalan yang dipertanyakan dalam interpelasi.
Dalam jawaban Plt Gubernur terhadap hak interpelasi DPR Aceh yang disampaikan pada paripurna Jumat (25/9/2020), ditemukan pelanggaran berupa tidak melaksanakan kewajiban sebagai Gubernur, mengingkari sumpah jabatan, dan melanggar larangan bagi gubernur dan wakil gubernur serta melanggar etika pemerintahan.
“Bahwa DPR Aceh menolak seluruh jawaban/tanggapan Plt Gubernur Aceh atas hak interpelasi yang diajukan. Berdasarkan poin 1, 2, 3, dan 4 tersebut DPRA juga akan menggunakan haknya lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Irfannusir.
Irfannusir juga menyinggung beberapa jawaban Plt Gubernur Aceh di antaranya terkait alasan Plt Gubernur Aceh menggunakan APBA untuk mengangkat tenaga penasihat khusus yang ditempatkan pada SKPA-SKPA dengan jumlah yang terlalu banyak dan tidak ideal, menurut DPRA itu hanya membuat pemborosan anggaran.
“Padahal Pemerintah Aceh telah memiliki SKPA mulai dari sekretaris daerah, pejabat eselon II, III, IV sampai staf baik PNS dan tenaga kontrak yang jumlahnya sangat banyak. Sehingga menurut pandangan kami pengangkatan penasihat khusus ini tidak rasional dan sangat membebani postur anggaran APBA,” ujarnya.
Di samping itu kata dia, pembentukan pensus tidak memiliki dasar hukum sama sekali dan keberadaannya tidak urgent untuk membantu percepatan pembangunan Aceh. Keberadaan SKPA dan badan-badan teknis Aceh lainnya dinilai sudah mencukupi/memadai untuk percepatan pembangunan Aceh.
“Kami menilai tindakan pembentukan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 82 Tahun 2019 tentang Tim Percepatan Lima Belas Unggulan Aceh Hebat atau yang lebih dikenal dengan Pergub tentang Pensus sebagai upaya untuk menjustifikasi kepentingan politik Saudara Plt Gubernur Aceh,” kata Irfannusir
Lebih lanjut Irfannusir menyampaikan, tindakan Plt Gubernur ini melanggar Pasal 76 ayat (1) huruf a UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengenai larangan Kepala Daerah yaitu Kepala Daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Apalagi saat ini keberadaan pensus tidak ada indikator kinerja yang jelas,” tuturnya.[]
Editor : Ihan Nurdin