ACEHTREND.COM, Banda Aceh — Hasil penelitian yang dilakukan oleh dosen Universitas Muhammadiyah Aceh menunjukkan, mayoritas masyarakat Aceh atau sebesar 58 persen tidak puas terhadap kinerja Pemerintah Aceh dan sebesar 56 persen tidak puas terhadap kinerja Pemerintah Pusat dalam menangani pandemi Covid-19 secara umum.
Termasuk, masyarakat Aceh juga tidak puas dengan kinerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), serta pada kinerja Gugus Tugas Nasional maupun Provinsi Aceh.


Penelitian ini dilakukan secara independen oleh Dr. Aulina Adamy, ST., M.Sc., IPM dan Dr. Ir. Hafnidar A. Rani, S.T., M.M., IPU., ASEAN Eng dengan subjek penelitian “Kinerja Pemerintah dalam Menangani Pandemi Covid-19: Survei Daring di Aceh”. Survei ini melibatkan 529 responden di seluruh Aceh yang mayoritasnya berdomisili di Banda Aceh Aceh Besar. Mayoritas responden merupakan lulusan sarjana dengan komposisi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan.
Dr Aulina dalam konferensi pers yang digelar secara daring pada Sabtu (3/10/2020) menyampaikan, melalui penelitian ini pihaknya ingin mencari tahu bagaimana penilaian masyarakat Aceh terhadap kinerja Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat dalam mengatasi wabah berdasarkan 17 indikator dari WHO.

“Tujuan berikutnya untuk mengukur sejauh mana dukungan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah di tengah pandemi. Pengambilan data dilakukan selama tujuh hari dengan menyebar kuesioner link Google Forms lewat aplikasi pesan WhatsApp secara acak,” ujarnya.
Berdasarkan 17 indikator penanganan wabah, semua indikator menunjukkan penilaian yang tidak baik terhadap kinerja pemerintah, kecuali dalam mengisolasi pasien dengan ketat dan mempunyai petugas kesehatan yang profesional. Responden memberikan nilai terburuk pada tiga indikator: menyediakan alat test, melakukan rapid test, dan test Covid-19 (SWAB/PCR) sebanyak mungkin.
Survei ini juga menemukan mayoritas masyarakat mendukung kebijakan pemerintah mengurangi penyebaran virus seperti membatasi pergerakan warga, memaksakan isolasi pasien, memperbanyak test, keluar rumah bila darurat saja, mewajibkan pemakaian masker, dan menyediakan alternatif alat test yang terjangkau. Dalam hal penggunaan vaksin, mayoritas masyarakat Aceh juga bersedia walaupun 29.7% responden menyatakan tidak bersedia.

Hasil ini kata Aulina, menyiratkan bahwa masyarakat Aceh mendukung penuh pemerintah Aceh untuk bersikap tegas dalam membuat kebijakan untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Dukungan ini seharusnya menjadi modal penting bagi Pemerintah Aceh untuk percaya diri dalam menjalankan otoritasnya. Mayoritas masyarakat Aceh khawatir dengan kondisi saat ini terutama oleh terbatasnya jumlah test.
Dalam kesempatan yang sama Dr Hafnidar menambahkan, terdapat 86.2% responden percaya bahwa pandemi ini bukan hoaks. Kepercayaan ini menurutnya bertolak belakang apabila melihat kondisi masyarakat Aceh masih berkegiatan di luar rumah, tidak menjaga jarak, dan tidak menggunakan masker.
“Analisis kami, kontradiksi ini disebabkan oleh penegakan aturan yang tidak tegas. Prasangka bahwa masyarakat Aceh tidak disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan karena tidak percaya pada Covid-19 dengan demikan tidak berdasar. Hasil penelitian menunjukkan sebaliknya, masyarakat Aceh mendukung kebijakan yang tegas dan mayoritas percaya bahwa pandemi ini nyata dan mengancam.”
Oleh karena itu kata dia, diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih tepat seperti dalam indikator penanganan wabah dari WHO yang dilakukan secara tegas dan konsisten. Jangan sampai peraturan hanya berlaku untuk masyarakat sementara pemerintah sendiri mengabaikannya. Ketidakpuasan masyarakat Aceh ini merupakan pesan untuk pemerintah agar segera memperbaiki kinerja.
Peneliti juga mendorong Pemerintah Aceh mengutamakan sains sebagai dasar dalam membuat kebijakan menangani pandemi Covid-19 karena mendapat modal dukungan masyarakat Aceh.
“Pemerintah Aceh juga harus segera melakukan evaluasi dan berbenah untuk membuat kebijakan yang tepat dalam menangani pandemi Covid-19 karena mayoritas masyarakat Aceh menilai kinerja selama ini tidak baik dan situasi saat ini dianggap sudah mengkhawatirkan,” kata Hafnidar.
Dalam indikator penanggulangan wabah WHO maka Pemerintah Aceh disarankan memprioritaskan kebijakan untuk menyediakan lebih banyak alat test dan memperbanyak melakukan SWAB/PCR serta menekan jumlah penularan.[]