Oleh Irwandi Zakaria, M.Ag*
Pandemi Corona Virus 19 (Covid-19) belum reda di Indonesia. Kondisi ini sangat berpengaruh pada semua aspek kehidupan. Pedidikan sebagai sendi utama tidak bisa dihindari dari efek terpaan Covid-19. Sekolah diliburkan, anak-anak belajar dalam jaringan (daring), luar jaringan (luring), sebagian sekolah swasta memutus kontrak para gurunya.
Kita memahami bahwa dengan berbagai infrastrukturnya, pemeritah telah berusaha maksimal membantu terlaksananya pendidikan dalam keadaan darurat ini. Mulai dari menerbitkan payung hukum pendidikan selama kedaruratan pandemi. Mendikbud menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). Juga menggerakkan lembaga-lembaga pendukung lainnya, seperti TVRI, RRI dalam upaya menyelamatkan anak-anak Indonesia dari kehilangan kesempatan belajar.
Kita melihat Menteri Pendidikan Nadiem Makarim telah sekuat tenaga melindungi anak-anak Indonesia untuk tidak berada di tempat keramaian. Dengan meliburkan sekolah sesegera mungkin di awal Maret. Bahkan memberi “hadiah kelulusan” dengan tidak ada Ujian Nasional (UN). Walaupun tidak bermakna bahwa mereka tidak dinilai, karena ada komponen lain yang boleh diambil oleh guru dalam memberi penilaian.
Awalnya di bulan Maret saat mulai libur tahap pertama, mungkin sebagian anak bersorak sorai, karena ketidaktahuannya. Libur adalah mantra ajaib bagi yang sedang bersekolah. Saat itu diberikan sungguh dia akan luar biasa terasa indahnya. Begitu juga sebagian guru PNS senyum-senyum libur panjang, sedangkan gaji mereka tetap berjalan. Bagi guru non-PNS pemerintah turun tangan memberi bantuannya. Namun di tengah jalan, guru, anak-anak dan orang tua mulai mengeluarkan air mata dengan masalah ini.
Kenyataan ini juga terlihat di lapangan. Ada kesempatan sekolah di zona hijau. Anak-anak dengan antusias datang dan mengikuti proses pembelajaran dengan serius. Ini menjadi bukti bahwa kalau anak-anak sangat ingin bersekolah saat ini.
Ternyata senyum kita terhadap libur panjang di awalnya adalah sebuah bencana. Kita telah kehilangan banyak hal. Kesempatan belajar yang baik, bertemu sahabat, bercengkarama, berbagi suka duka di kantin bagi siswa atau guru. Dan dari itu semua kita kehilangan waktu untuk mendidik mereka menjadi dewasa dengan proses yang wajar.
Anak-anak mulai bertanya pada gurunya kapan kembali ke sekolah. Mereka bosan di rumah, materi yang diberikan susah dipahami. Apalagi pada saat yang sama semua guru memberikan materi yang mungkin dalam masa yang sama harus dikerjakan. Bayangkan anak-anak menerima tugas dari tiga guru satu hari, misalnya satu guru memberi sepuluh soal.
Guru di seberang sana dengan kecanggihan teknologi tingggal pencet tombol send untuk kirim soal. Baik dari aplikasi WhatApps, Google Form, Google Class atau lainnya. Di seberang anak-anak berteriak. Merasa telah dihukum dengan seabrek tugas dari sekolah.
Orang tua yang awalnya banyak yang setuju dengan anak-anak belajar di rumah agar terlindung dari covid-19. Kini mulai gerah, tugas harus dikerjakan setiap hari di rumah. Anak-anak malas keluar kamar, atau yang keluar kamar tak kembali nongkrong sepanjang hari di warnet. Belum lagi dengan biaya internet yang luar biasa mahalnya.
Namun dengan bantuan internet dari Kemdikbud yang mulai dari September sampai Desember 2020 memang sangat membantu. Begitu juga di sebagian daerah yang kepala sekolahnya visioner memberi tablet dengan dana Biaya Operasioanal Sekolah (BOS) Affirmasi dan Kinerja. Semoga dapat meringankan anak-anak yang belum beruntung.
Lompatan Peradaban Setelah Pandemi?
Hanya Tuhan yang bisa menjawab, Dia sedang memberi kita cobaan. Dia Maha Tahu ini mungkin yang terbaik untuk disrupsi ini. Kita pulang ke rumah dan merenungkan segalanya. Mungkin akan ada lompatan besar perubahan pola kehidupan setelah pandemi ini.
Peradaban akan berjalan tidak seperti lima atau sepuluh tahun yang lalu. Manusia akan sangat tergantung pada internet dalam berbagai sendi kehidupannya. Sekolah seperti yang kita lihat sekarang ini untuk masa akan datang mugkin akan berkurang. Anak-anak tak perlu duduk lagi di kelas untuk belajar dan menghadap guru yang sebagiannya kurang ekspresif di depan kelas.
Anak-anak masa depan akan belajar dari atau di rumah atau di manapun. Dan mereka akan naik kelas kapanpun sesuai dengan kemampuan mereka. Dan kelas-kelas sekolah yang kita katakan modern hari ini akan bubar. Gedung-gedung sekolah mungkin hanya akan menjadi semacam tempat berkenalan di awal semester dengan guru dan saat pesta wisuda di akhir sekolah. Sekolah-sekolah yang hari ini kita sebut modern akan dipaksa membuka diri dengan sistem dan peradaban dunia yang terus berubah dalam lompatan baru teknologi dunia.
Lalu ke mana setiap harinya anak-anak akan pergi. Mereka akan lebih lama bersantai, mengikuti hobi yang lebih tidak tersalurkan di kurikulum-kurikulum sekolah yang sangat rigit. Tempat pelatihan akan tumbuh menjamur untuk menampung hobi manusia yang beragam. Klub-klub “sekolah kecil” terdiri dari 6 – 10 orang atau kalau sekarang dikenal dengan private akan tumbuh di mana. Dan setiap orang yang punya keahlian akan membukanya di manapun dia berada dengan sangat fleksibel.
Kalau ini terjadi Menteri Nadiem tak perlu repot sediakan dana beli pulsa buat siswa, dan ini akan lebih menghemat. Karena mereka anak-anak akan belajar sambil bekerja di usia yang sangat muda. Dan seperti diprediksi 20 sampai dengan 30 persen kampus dalam masa sepuluh tahun ke depan akan bubar. Karenanya tak perlu banyak lagi diperlukan profesor yang ilmunya kurang praktis untuk kehidupan.
Ini mungkin hanya sebuah mimpi bagi saya yang suka mojok di kedai kopi atau pinggiran belakang rumah. P7n demikian, dengan imaji saya itu, bila wujud, orang tua akan lebih banyak punya waktu bersama anak-anaknya. Kita akan kembali ke masa lalu dengan gaya berbeda. Kita kumpul, namun tidak bicara. Kita bersama namun jauh berada di tempat berbeda. Itulah masa depan yang mungkin akan terjadi, dan dengan datangnya masa pandemi telah mempercepat masa itu semua.
Kemanakah para guru saat itu? Ya mungkin akan sangat sedikit guru direkrut oleh pemerintah. Karena memang model pembelajaran seperti sekarang dipastikan akan menghilang. Maka yang diutuhkan adalah orang-orang secara pribadi punya keahlian yang bisa mereka jual melalui situs – situs online. Saya membayangkan model Ruangguru.com dan lainnya adalah tipe tempat berkumpulnya para guru masa depan. Maka mulai sekarang sudah saatnya mengasah keahlian dan kemampuan diri sebagai guru untu dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut. Kalau tidak siap-siap kita akan tergilas oleh zaman yang terus berjalan kencang dan tak terkontrol. Dan salah satu bukti dunia yang kian susah terkontrol adalah liburnya sekolah hari ini yang oleh pemerintah kita yakini benar dengan keputusannya. Namun di luar masih banyak yang meragukan keputusan pemerintah yang sudah dibuat tersebut.
*)Penulis adalah Kepala SMAN Ulumul Quran dan Ketua IGI Pidie.