• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Demokrasi Kita Semakin Menurun?

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Selasa, 20/10/2020 - 12:23 WIB
di MAHASISWA MENULIS
A A
Ahmad Zharfan

Ahmad Zharfan

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Ahmad Zharfan*

Proses penyusunan dan substansi Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (RUU Ciptaker), dipandang sebagian besar masyarakat mematikan demokrasi di Indonesia. Masyarakat menilai RUU ini lahir dari hasil kebijakan politik negara yang mengabaikan prinsip kedaulatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Secara akademis, mempunyai makna bahwa opini publik dan kebijakan publik yang merupakan konsep utama dalam kedaulatan rakyat. John Zaller dalam sebuah bukunya Nature and Origins of Mass Opinion (1992) mengatakan, yang terjadi dalam demokrasi kita saat ini adalah “elite-led opinion”, yaitu opini publik yang hanya dipengaruhi dan dikendalikan oleh para elite, bukan oleh suatu masyarakat itu sendiri.

Hal ini dapat kita lihat saat ini, dalam proses pembentukan RUU Cipta Kerja, yang pengesahannya dianggap tidak demokratis. Hal ini, tercermin dalam proses awal pembentukan satuan tugas (satgas), yang diisi oleh para pengusaha. Berdasarkan hasil analisis profil dan anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja, tercantum beberapa aktor yang merupakan pebisnis. Misalnya, Ketua Satuan Tugas Omnibus Law Cipta Kerja ini diisi oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri yang terhubung dengan 36 entitas bisnis, dalam bidang media, farmasi, jasa keuangan dan finansial, properti, minyak dan gas, hingga tambang, dan batu bara. Hal ini tentunya dipertanyakan oleh masyarakat, mengapa RUU Cipta Kerja ini, dipimpin oleh satgas yang diisi oleh para pengusaha.

RUU Cipta Kerja adalah satu dari skenario yang tidak demokratis untuk menciptakan oligarki kekuasaan di republik ini. Jika kita melihat pada tahap pengesahan RUU Cipta Kerja ini, yang dianggap masyarakat terlalu terburu-buru, di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang membutuhkan penanganan dan perhatian yang lebih intensif oleh pemerintah. kemudian, pada saat proses pengesahannya pada sidang paripurna yang awalnya direncanakan pada 8 Oktober 2020 dipercepat menjadi 5 Oktober 2020.

BACAAN LAINNYA

Mariana Syahfitri

Manfaat Mempelajari Matematika: dari Berpikir Logis hingga Jadi Kreator Konten

04/01/2021 - 10:46 WIB
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno/FOTO/Antara.

Terdapat Sejumlah Kekeliruan Dalam Pasal UU Ciptaker, Pemerintah Angkat Bicara

03/11/2020 - 15:22 WIB
Ilustrasi, Omnibus Law/FOTO/Jawa Pos

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Kejanggalan Pasal 6 UU Cipta Kerja Bisa Dibawa Ke MK Dan Berpotensi Dibatalkan

03/11/2020 - 13:28 WIB
Logo Demokrat/FOTO/DOKREP.

Diduga Hapus Pasal 46 UU Cipta Kerja, Demokrat: Ini Pelanggaran Terhadap Perundang-Undangan

23/10/2020 - 15:09 WIB

Kekhawatiran masyarakat makin meningkat yang tercermin dalam pernyataan anggota DPR yang tidak memiliki draf resmi pasca pengesahan RUU Cipta Kerja ini pada sidang paripurna. Hal ini tentunya, membuat publik berasumsi, bahwasannya UU Cipta Kerja ini sarat akan adanya pasal-pasal selundupan yang dimasukkan dalam UU ini, setelah DPR belum memberikan pernyataan resmi untuk memastikan naskah UU Cipta Kerja yang valid menyusul munculnya beragam versi UU Cipta Kerja.

Dugaan publik makin menguat, setelah ada empat draf yang beredar sejak disahkan pada paripurna DPR sebanyak 905 halaman. Kemudian versi 1.052 dan 1.028 halaman, serta terbaru 1.035 halaman. Apabila kita melihat kembali pengakuan mereka yang terkena dampak langsung dari RUU Cipta kerja ini sejak awal, minim akan partisipasi dan transparansi publik yaitu pihak terkait seperti: serikat buruh, pakar, dan akademisi. Bahkan, serikat buruh menolak pada tahap pembahasan RUU yang pada saat itu tengah bergulir di Badan Legislasi (Baleg) DPR, karena tidak dilibatkan dalam tahap penyusunan awal draf.

Padahal persoalan ini cukup sederhana, jika kita merujuk pendapat dari Prof Bagir Manan, melalui politik hukum permanennya yang mengatakan bahwa salah satu asas dalam pembentukan undang-undang adanya partisipasi dari publik untuk mendapatkan substansi dari suatu undang-undang tersebut. Dalam hal ini, partisipasi buruh sangatlah penting karena buruh merupakan pihak yang terkena dampak langsung dari pengesahan RUU Cipta Kerja ini. Namun, dalam implementasinya buruh tidak dilibatkan secara keseluruhan dalam proses pembentukan RUU Cipta Kerja ini. Hal inilah kemudian, memicu RUU Cipta Kerja ini diprotes keras oleh kalangan buruh dengan berdemonstrasi yang terjadi hampir di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya dapat kita atasi terlebih dahulu, apabila adanya transparansi dan melibatkan seluruh elemen yang terkait dengan UU ini.

Jika kita melihat di dalam negara hukum yang demokratis maka kita akan mengenal apa yang disebut due process of law, yaitu menyangkut substantive due process of law dan procedure due process of law yang menyangkut semua bidang, termasuk dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Yang mana di dalamnya mencakup aspek politik hukum dan politik perundang-undangan jika menggunakan metode omnibus ini. Kita tidak mengetahui politik hukum apa yang sebetulnya diterapkan dan politik perundang-undangan apa yang sedang dibentuk oleh RUU tersebut. Karena metode ini mencakup 79 UU yang dilakukan perubahan dan bahkan ada juga yang dilakukan dengan cara pencabutan pasal-pasal dalam suatu UU. Padahal 79 undang-undang yang tercantum pada RUU Cipta Kerja tersebut mempunyai politik hukum tersendiri, yang tidak bisa disamaratakan menjadi satu kesatuan.

Melihat persoalan yang terjadi saat ini, menurut hemat penulis kita mempunyai dua opsi untuk menjaga marwah demokrasi kita setelah disahkannnya RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Pertama, kita mengedepankan optimalisasi pembahasan yang melibatkan seluruh pihak yang terdampak dari kebijakan yang harus dilibatkan sejak awal, dalam hal ini kebijakan publik harus dikontestasi terbuka dan transparan sehingga publik niscaya akan merasa dilibatkan dalam pembentukan suatu perundang-undangan. Selanjutnya, masyarakat menurut Philipus M Hadjon dalam teori perlindungan hukum represifnya dapat menempuh menempuh jalur konstitusional yang diamanatakan kepada lembaga yudikatif pada saat terciptanya sengketa atau ketidakadilan dalam berkehidupan bernegara, dengan mengajukan uji materi UU Cipta Kerja ini ke Mahkamah Konstitusi sebagai The Guardian of Constitution, yang memiliki kewenangan untuk dapat memutuskan suatu undang-undang tersebut konstitusional atau inkonstitusional baik secara formal maupun materil.

Pada hakikatnya, sangat penting bagi kita untuk menjaga aspirasi dari masyarakat luas, sehingga kita dapat menciptakan saling percaya satu sama lain dan juga kita harus terus menjaga dan melindungi demokrasi kita ini satu sama lain. Demokrasi yang kita perjuangkan di masa reformasi sekarang ini pada hakikatnnya harus kita pertahakan secara utuh tanpa ada pihak mana pun dapat mengambil dan menggaggu hak tersebut secara utuh.

Sebagai kesimpulan saya mengutip pendapat yang disampaikan oleh presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama, bahwa: Sebuah kompromi yang baik, sebuah undang-undang yang baik, diumpamakan seperti halnya sebuah kalimat yang baik dan/atau sebagai musik yang baik. Semua orang akan mengakuinya dan mengatakannya, ini adalah UU yang kita inginkan dan kita cita-citakan. Karena UU ini bekerja dengan baik dan UU ini dapat diterima oleh nalar-nalar yang baik dari semua orang yang akan terkena dampaknya.”

Pernyataan dari Presiden Obama ini menjadi pembelajaran untuk kita semua, bagi para pembentuk UU dan para pengambil kebijakan di republik ini untuk terus mempertahankan nilai-nila dari demokrasi dalam bertindak, berbicara, dan juga pada saat mengambil keputusan yang penting pun, kita tetap mempertahankan nilai-nilai yang dianut oleh demokrasi. Karena, pada hakikitnya demokrasi dipercaya merupakan sebagai suatu ideologi yang terbaik; satu-satunya yang dapat mengantarkan pada tatanan masyarakat yang egalitarian, adil, dan sejahtera.[]

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unsyiah yang tertarik pada isu hukum, HAM, dan politik

Editor : Ihan Nurdin

Tag: Ahmad Zharfanmahasiswa menulisomnibus lawUU Cipta Kerja
Share19TweetPinKirim
Sebelumnya

Momentum Jokowi-Ma’ruf Amin Satu Tahun, Warganet Bandingkan Dengan Rezim Orba

Selanjutnya

Sayuti Nelayan di Kecamatan Setia Abdya Dikabarkan Hilang di Laut

BACAAN LAINNYA

Dian Saputra. Mahasiswa asal Singkil.
MAHASISWA MENULIS

Catatan Kecil tentang Singkil

Minggu, 17/01/2021 - 23:45 WIB
Noer Zainora
MAHASISWA MENULIS

Mempertanyakan Komitmen Pemerintah dalam Menerapkan Qanun LKS

Minggu, 17/01/2021 - 15:56 WIB
Wahlul Zikra.
MAHASISWA MENULIS

Pemuda Aceh Dalam Pelukan Judi Chip Domino

Sabtu, 26/12/2020 - 07:54 WIB
Dian Saputra. Mahasiswa asal Singkil.
MAHASISWA MENULIS

Setitik Mutiara di Ujung Sungai Singkel

Kamis, 10/12/2020 - 06:05 WIB
Baihaki.
MAHASISWA MENULIS

Bahaya Popularitas Dunia dan Solusinya

Kamis, 26/11/2020 - 07:25 WIB
Ahmad Zharfan
MAHASISWA MENULIS

UU Cipta Kerja untuk Kesejahteraan dan Keadilan di Indonesia?

Selasa, 13/10/2020 - 10:41 WIB
Aulia Prasetya
MAHASISWA MENULIS

Demokratis, Birokrasi, dan Mahasiswa 

Kamis, 24/09/2020 - 18:24 WIB
Processed with VSCO with c3 preset
MAHASISWA MENULIS

Pemerintah Aceh & DPRA Tidak Lagi Perjuangkan Kepentingan Rakyat

Kamis, 27/08/2020 - 07:54 WIB
Muhammad Sulthan Alfaraby
MAHASISWA MENULIS

Kisruh Darussalam Coreng Wajah 15 Tahun Damai Aceh

Sabtu, 22/08/2020 - 19:18 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
aceHTrend.com

Sayuti Nelayan di Kecamatan Setia Abdya Dikabarkan Hilang di Laut

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Rustam Efendi (berdiri dan memegang mic) saat berdialog dengan Surya Paloh, Jumat (11/5/2018). Foto: Masrian Mizani (aceHTrend).

    Pakar Ekonomi: Di Aceh, yang Dibangun Hanya Ekonomi Pejabat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duar! Benda Diduga Bom Meledak di Banda Aceh, Gerobak Pedagang Hancur Menjadi Puing

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berada di Jalur ke Tanah Suci, Fadhil Usulkan Aceh Masuk Paket Umrah Plus

    159 shares
    Share 159 Tweet 0
  • Tolak Legalitas Industri Miras, GERAM Lakukan Unjuk Rasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar dari Syaikh Barshisa, Ulama yang Mati Sebagai Kafir

    35 shares
    Share 35 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Anggota DPD RI, Teungku Fadhil Rahmi, Lc.
Banda Aceh

Perihal IPAL di Atas Cagar Budaya, Fadhil Rahmi Tawarkan Jalan Tengah

Muhajir Juli
02/03/2021

Presiden RI Ir. Joko Widodo, saat mengumumkan pencabutan lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang investasi minuman keras, Selasa (2/3/2021).

Hore! Terima Masukan Ulama, Presiden Jokowi Batalkan Izin Investasi Industri Minuman Keras di Indonesia

Muhajir Juli
02/03/2021

#20TahunLMenTepercaya, The New L-Men of The Year 2021 melalui zoom Virtual Press Conference/FOTO/Istimewa.
Kesehatan

Inspirasi dan Edukasi Untuk Hidup Sehat, Harapan L-Men di Usia 20 Tahun

Redaksi aceHTrend
02/03/2021

aceHTrend.com
BERITA

Bupati Dulmusrid Dukung Pembangunan Pusat Pembinaan Mualaf NU di Aceh Singkil

Sadri Ondang Jaya
02/03/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.