Michael Octaviano, pria berusia 40 tahun ini tidak menduga jika pengabdiannya pada masyarakat selama ini berbuah manis. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) memilih dirinya masuk dalam sepuluh besar aparatur sipil negera (ASN) inspiratif nasional tahun 2020.
Pegawai negeri sipil (PNS) yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pengasuhan dan Perlindungan di UPTD Rumoh Seujahtra Aneuk Nanggroe (RSAN) Dinas Sosial Aceh itu mengaku, apa yang dilakukannya selama ini tidak pernah berharap untuk mendapatkan penghargaan dari pihak mana pun. Bagi Michael, berbuat baik pada sesama adalah prinsip hidup yang selalu digenggamnya.
“Prinsip saya, sebaik-baik manusia adalah mereka yang berguna bagi manusia lainnya,” ujar Michael, Minggu, 1 September 2020.
Kisah ini berawal saat ia mendirikan Blood for Life Foundation (BFLF) pada 26 Desember 2010. Suami dari dr. Sari Haslinur ini mengajak sejumlah teman-temannya untuk menjadi pengurus di lembaga yang baru didirikannya. BFLF didirikan berangkat dari keprihatinannya terhadap minimnya persediaan stok darah di Aceh, sementara kebutuhan sangat banyak terutama untuk penderita talasemia.
Sebagai lembaga sosial yang baru dibangun, Michael memimpin teman-temannya dalam membantu mencukupi permintaan darah di Aceh. Namun, semua itu tidak berjalan seperti yang diharapkan, faktor ketiadaan anggaran dan dukungan dari organisasi sosial (orsos) lain membuat ia beberapa kali malah ditinggalkan sendirian oleh teman-teman pengurusnya.
Dengan status Michael yang saat itu masih menjadi Kasubbag Umum dan Kepegawaian di Bappeda Aceh, ia harus bisa membagi waktu antara tugas wajib sebagai abdi negara dan pengabdiannya pada masyarakat melalui BFLF.
“Saat itu adalah masa-masa sulit. BFLF hampir bubar karena banyak masalah yang kami hadapi, kami juga sering dituduh cari muka, pencitraan dan sebagainya. Saya sering ditinggal sendiri oleh teman-teman,” kata Michael.
Kondisi mulai membaik saat Menteri Sosial RI Kofifah Indar Parawansa pada 2014 silam mendapuk BFLF sebagai organisasi masyarakat berprestasi tingkat nasional. Setelah mendapat pengakuan itu, respons publik berubah.
“Kami juga langsung mendapat kerja sama dengan RSUZA tentang pemenuhan kebutuhan darah dan pendampingan pasien thalasemia dan kanker anak,” cerita Michael.
Selain itu cerita Michael, muncullah permintaan dari banyak pihak untuk membuka cabang BFLF di tiap-tiap kabupaten/kota di Aceh.
“Alhamdulillah saat ini cabang BFLF hampir di semua kabupaten/kota ada,” tambahnya.
Tidak hanya di Aceh, menurut Michael, BFLF saat juga sudah ada di 10 provinsi lain di Indonesia, yaitu di NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Jawa Barat. Menyusul Bengkulu, Jambi, dan Papua.
“Tiap-tiap cabang BFLF baik yang di Aceh maupun di seluruh Indonesia kami berikan kewenangan mengelola lembaga sesuai kemampuan masing-masing,” kata Michael.
Michael berkisah, awalnya BFLF dibentuk fokus untuk membantu ketersediaan darah kemudian berkembangan ke rumah singgah karena banyak masyarakat tidak ada tempat tinggal saat berobat jalan di rumah sakit.
“Karena itu kita buat juga rumah singgah, jadi masyarakat saat berobat dari daerah tidak perlu lagi harus bayar penginapan dan makan, karena di rumah singgah kita layani secara gratis,” kata Michael.
Saat ini, rumah singgah di Aceh ada tiga unit, di Banda Aceh dua unit dan Aceh Selatan satu unit, kemudian di Jakarta Timur satu unit yang diberi nama rumah yatim dan dhuafa, di Jawa Tengah satu unit yang terletak di belakang RSUD Prof Dr Margono, serta satu unit rumah singgah di Banyumas Purwokerto Jawa Tengah beserta satu unit ambulans.
Selain itu, katanya, BFLF juga ada program antar jemput pasien, peminjaman gratis inkubator portabel untuk bayi yang lahir prematur atau dengan berat badan rendah, klinik sehat gratis dengan dokter gratis bersama Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam (PAPD) bagi masyarakat yang kurang mampu.
“Para dokter spesilis ini tertarik dengan program kemanusian BFLF,” kata Michael.
Seiring berjalan BFLF, berbagai bantuan dari pemerintah dan badan usaha pun terus mengalir. Pada 2014 lalu berkat aspirasi anggota DPRA dari Partai Demokrat, Safwan Yusuf, BFLF mendapat hibah satu unit ambulans dari Badan Pendapatan dan Keuangan Aceh (BPKA), kemudian satu unit ambulans dari pribadi Direktur Dekonstrasi dan Tugas Perbantuan Kemendagri, Drs Sugiharto MSi.
Pada tahun 2016 BFLF mendapat hibah tiga unit inkubator portabel dari Yayasan Bayi Prematur Indonesia, sementara pada tahun 2018 BFLF mendapat bantuan satu unit mobil operasional dari CT Arsa Foundation. Terakhir, pada 2019 BFLF mendapat bantuan satu unit Toyota HIACE dari aspirasi anggota DPRA Partai PKS, Zainal Abidin, melalui Dinas Kesehatan Aceh, dan satu unit becak VIAR dari Dinsos Aceh aspirasi Irwan Johan dari Partai Nasdem.
“Kemudian bantuan insidentil dari CSR Bank Aceh,” ungkap Michael.
***
Pengabdian Michael tidak berhenti di BFLF, setelah dirinya dimutasi ke Dinas Sosial Aceh sebagai Kepala Seksi Pengasuhan dan Perlindungan di UPTD Rumoh Seujahtra Aneuk Nanggroe (RSAN) pada September 2018 lalu, Michael membentuk laskar sedekah anak panti yang dilaksanakan di setiap pagi jumat dengan memberikan makanan bagi pekerja kebersihan/penyapu jalan dan para abang becak dan anak anak yang dirawat di thalesemi.
Kemudian, dia juga membentuk gerakan 100 pengusaha anak panti dengan memberikan pelatihan-pelatihan barbershop, membuat kue, pelatihan jahit, hydroponik, pelatihan peternakan ikan, dan barista.
Selain itu, program rumah Quran anak panti untuk menjadikan anak-anak panti menjadi tahfizd Alquran, pada program ini anak-anak terlebih dahulu diajarkan cara baca Alquran yang baik dan benar, setelah itu baru menghafal.
“Kami juga mencetuskan program pembinaan anak-anak yang berminat ingin menempuh pendidikan lanjutan di TNI atau kepolisian. Kita menghadirkan langsung para instruktur dari Rindam IM,” katanya.
Soal atur waktu, Michael mengaku tidak merasa kewalahan lagi karena sejak 2010 lalu, dirinya sudah melakukan hal serupa antara tugas sebagai abdi negara dan pengabdian kepada masyarakat.
Kuncinya, kata Michael saat dirinya sedang di BFLF dia percaya penuh tugas pengasuhan anak-anak di panti kepada para staf dan bawahannya, sementara saat dirinya sedang di panti Michael mempercayakan BFLF pada pengurusnya. “Yang intinya, saya tetap mengontrol kedua,” kata Michael.
Terkait waktu dengan keluarga, Michael mengaku istri dan anak-anaknya sudah mengerti dengan kondisinya, Michael mengaku sering mengajak serta anak-anak dan istrinya ke panti dan BFLF untuk melihat langsung. “Jadi dengan keluarga tidak ada masalah,” katanya.
Atas apa yang dilakukannya, Michael berharap agar ke depan semakin banyak orang-orang yang peduli pada sesama dan tidak hanya memikirkan diri sendiri. Sebagai ASN harus bisa menjadikan surga di mana pun posisinya bekerja. “Karena sebaik-baik manusia adalah mereka yang berguna bagi manusia yang lainnya,” tutup Michael.[]
Editor : Ihan Nurdin