Laporan Suhaina*
Saat ini internet sudah menjadi kebutuhan primer. Ketergantungan manusia pada informasi sudah sangat tinggi. Kabar dari berbagai belahan dunia ingin dibaca kapan saja. Demikian juga bertegur sapa dengan orang tercinta dan kolega. Bahkan untuk kebutuhan kerja. Internet sudah seumpama beras bagi masyarakat tradisional di masa lalu.
Internet dan telepon pintar berbasis android seperti Romeo dan Juliet. Walaupun android bukan lagi barang mewah bagi semua lapisan masyarakat di Aceh, tapi tidak dengan signal internet. Di Dusun Bedari, Gampong Rantau, Kecamatan Simpang Jernih, Aceh Timur, jaringan internet merupakan sesuatu yang teramat mewah.
Hingga saat ini, akses jaringan seluler yang berkembang pesat di Aceh belum menjangkau secara menyeluruh di Rantau Panjang.
Signal internet hanya ada di titik tertentu, dan itupun hanya ada jauh di lebatnya rimba, di puncak gunung. Bahkan setibanya di gunung masih juga harus memanjat pohon.
Pemandangan ini telah lumayan lama saya lihat, sejak ikut suami yang bertugas sebagai guru di kawasan terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di Simpang Jernih, Aceh Timur.
Bahkan warga harus sampai malam di gunung untuk kebutuhan jaringan internet. Pada pertengahan bulan Oktober 2020, aktivitas itu dihentikan. Harimau sering berkeliaran di hutan dekat perkampungan.
Kian hari, jangkauan signal pun semakin jauh. Bila sebelumnya warga hanya perlu mendaki sekitar 10 menit, kini harus menambah jarak tempuh. Di tempat awal, signal tiba – tiba hilang. Bilapun ada, sangat lemah.
Pemuda dan perangkat desa mencari lokasi lain yang lebih jauh dengan jarah tempuh lebih dari 20 menit dari kampung, jika berjalan kaki.
Ketika lokasi itu ditemukan, warga pun membuat tempat ‘kongkow’. Bahkan di sana dibangun tenda darurat untuk berteduh bila hujan turun. Di lokasi itu, warga berjejer rapi duduk di tepi jurang, berselancar di dunia maya. Bahkan ada yang memanjat pohon untuk mempertemukan paket data dengan jaringan 4G.
Saya tidak menyalahkan siapapun. Walau demikian, saya berharap pemerintah memperhatikan masalah ini, agar gap informasi antara warga kota dengan yang menetap di dusun terpencil tidak lagi terjadi.
*)Penulis adalah seorang guru, ibu rumah tangga. Alumnus Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Almuslim. Kader LPM Suara Almuslim.
Komentar