PERJUANGAN itu butuh proses. Perjuangan itu juga bukan proses penderitaan menuju tujuan, tetapi proses memantaskan diri untuk meraih tujuan dan keberhasilan akan terwujud jika ada niat, usaha, dan doa. Pada satu kesempatan baik pasti akan tercapai. Seperti yang dilakukan oleh seorang perempuan yang baru saja melepas status lajangnya pada Juli lalu, Farah Febriani (26), dalam perjuangan membangun Komunitas Ojek Akhwat Syiah Kuala (KOALA).
KOALA didirikan pada 25 November 2017 dan mulai beroperasi pada 01 Desember 2017. Penggagas awal KOALA adalah Farah Febriani, mahasiswi Psikologi Fakultas Kedokteran Unsyiah, dan Afriandi, mahasiswa Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Unsyiah. Selanjutnya, KOALA juga dikembangkan oleh para pengelola yaitu Ainna Savita (bendahara), Miftahul Jannah (IT), Masrura (humas), Zahratul Suci (marketing & design), dan Ayu Tamala (advokasi).
“Penyebutan KOALA sendiri bertujuan agar mudah diingat, dan ada filosofinya kalau KOALA itu bisa menggendong anaknya jadi seperti dikaitkan saja, dan namanya juga unik agar mudah diingat saja,” ucap Farah, selaku Founder KOALA, Senin (09/11/2020).
Inisiatif Farah untuk membuat KOALA berawal karena kesulitan ekonomi dirinya sendiri. Sebelumnya, Farah juga sempat berjualan kue, bekerja sebagai guru TPA, menjadi MC, menulis buku antologi, menjadi penyiar radio, tetapi yang paling intents adalah guru bimbel dan beberapa lainnya yang bertujuan untuk mencari penghasilan lebih yang dapat mencukupi kebutuhannya.
Setelah semua itu dilakoninya, akhirnya Farah memutuskan membuat KOALA, dan ternyata setelah kompromi dan diskusi bersama teman-teman, ada yang menyarankan untuk membuat sendiri tanpa bergabung ke mana pun, karena keinginan mereka tidak berboncengan dengan lawan jenis, khusus perempuan sesama perempuan saja.
Ide ini berawal dari kegelisahannya yang melihat para perempuan, khususnya yang berhijab dan bercadar terpaksa berboncengan dengan ojek online yang dikemudikan oleh laki-laki karena tidak ada alternatif. Kondisi itu mengusik ruang batinnya. Akhirnya, Farah dan teman-teman pun berpikir, mengapa tidak menciptakan komunitas ojek online yang pengemudinya perempuan dan pelanggannya juga khusus perempuan.
Komunitas yang dibentuknya ini memiliki visi misi yakni “menyediakan layanan jasa transportasi yang aman, nyaman bagi pelanggan (perempuan), dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi seluruh wanita di Aceh”. Mereka memberikan layanan dengan berbagai fitur (KOALA Mobil, KOALA Motor, KOALA Belanja, KOALA Antar (barang dan makanan), KOALA Antar Jemput Anak Sekolah, KOALA Iklan, KOALA Print, KOALA Curhat, KOALA Shop, dan KOALA Ta’lim) sesuai kebutuhan para perempuan. Membuat program-program terencana bagi driver dan pelanggan.
Awal didirikannya KOALA hanya sebagai komunitas (bukan bisnis) untuk membantu para perempuan yang membutuhkan jasa ojek online. KOALA belum memiiki perusahaan, karena masih UMKM atau tahapan kecil, tetapi tempat untuk melakukan intersksi langsung dilakukan di kediaman rumah Farah, tepatnya di Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala.
Awalnya jumlah driver yang sangat sedikit (20 orang) dan beroperasi di seputaran Banda Aceh saja. Tetapi lambat laun KOALA mempuyai jumlah pengemudi mencapai 80 orang dari berbagai kalangan (mahasiswa, ibu rumah tangga, pekerja), pelanggan juga sudah mencapai 500 lebih dan total orderan mencapai maksimum 400-500 orderan/ hari. Penyetoran kepada Founder KOALA dihitung dari setiap orderan yang diambil oleh pengemudi.
Hitungan untuk satu kali mengambil orderan maka tarif yang diberikan kepada Founder KOALA sebanyak Rp1.000. Jika satu pengemudi dalam satu hari mengambil 10 orderan, maka ia harus menyetor kepada Founder KOALA sebesar Rp10.000. Tarif KOALA hanya Rp5.000 per satu kilometer pertama dan lebih dari 1 kilometer berikutnya hanya dihitung Rp3.500. Akan tetapi, hingga saat ini untuk pemesanan KOALA masih berbasis manual (grup WhattsApp), Farah dan rekannya belum bisa membuat aplikasi yang bisa digunakan secara massal.
Farah mengatakan, tidak ada modal dalam pembangunan komunitas KOALA, hanya bermodal ide saja. Namun, pihaknya memberikan kesempatan kepada siapa saja yang ingin bergabung. Yang terpenting mempunyai kendaraan roda dua, kelengkapan dalam berkendara, seperti helm, STNK, SIM, serta sehat jasmani dan rohani.
Dalam mengembangkan komunitas ini mereka masih menggunakan biaya operasional dari setoran pengemudi Koala, belum ada investor yang memodali. Meski begitu, kehadiran komunitas ini sudah dirasakan dampaknya oleh masyarakat, setidaknya telah mengantarkan KOALA mendapat bantuan modal dari Pemerintah Aceh sebesar Rp5 juta.
Mereka juga pernah diminta untuk mengisi seminar tentang KOALA, pernah beberapa kali menjadi bintang tamu, KOALA juga pernah diliput di salah satu stasiun televisi di Jakarta dan diputar setiap Ramadan.
Farah mengambil pelanggan atau orderan menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat. Aktivitas KOALA dimulai sejak setelah subuh untuk kendaraan roda empat, dan mulai pukul tujuh pagi untuk kendaraan roda dua. Selesainya aktivitas KOALA per harinya kadang sampai malam, kadang sampai menjelang magrib, tergantung kepada kesanggupan dari pengemudi.
“Awal memulai KOALA pertama kali merasa deg-degan, karena belum mempunyai modal apa-apa, akan tetapi hanya punya modal berniat ingin membantu saja, keberanian, dan insyaallah Allah membantu,” ujar Farah.
Farah yang begitu bersemangat dalam mengambil orderan membuahkan hasil yang sangat luar biasa juga. Penghasilan yang didapatkan Farah awal mulanya mendapatkan 2 juta/bulan, dan paling banyak mendapatkan penghasilan di tahun 2019 pernah mendapatkan 8-10 jutaan/bulannya.
“Sebelum pandemi pernah menjemput anak sekolah secara intens pada saat awal-awal KOALA, tetapi karena sekarang lagi pandemi tidak ada anak sekolah maka berkurang, dan untuk sekarang yang intens antar jemput hanya orang kantoran dan tarif yang didapatkan selama pandemi sebesar 4-5 jutaan, dan alhamdulillah bisa mengambil kreditan mobil dari hasil KOALA selama ini,” tutur Farah.
Banyak suka duka yang Farah rasakan selama melakukan aktivitas KOALA seperti kehujanan, kepanasan, menanggapi berbagai macam pelanggan yang komplain, terkadang terlambat sedikit dari waktu yang telah di tentukan. Ia juga banyak mengorbankan waktu dengan keluarga, dengan teman-teman, pada mula merintis KOALA mendengarkan ocehan teman karena terlalu sibuk dengan orderan, sedangkan mereka sendiri tidak tahu bagaimana susahnya mencari pekerjaan, mengorbankan kuliah, dan yang lainnya.
“Mental, keberanian dan jangan lupa libatkan Allah dalam setiap kerja kita, karena setiap kita libatkan Allah, pasti Allah akan mempermudah setiap langkah kita walaupun ada masalah. Tetapi jika tidak kita libatkan Allah dalam masalah kita, maka akan terasa seperti buntu dan tidak punya solusi. Untuk kaum milenial, tetap temukan kreativitas tapi sesuai dengan bidang hobinya dan paling enak bekerja sesuai dengan hobi tapi dibayar, jadi ketika kita merasa lelah kita akan merasakan bahagia, buatlah komitmen lelah karena Lillah. Jangan pernah putus asa karena belum PNS, karena semua orang pasti menginginkan PNS. Tetapi sekarang rezeki itu bukan hanya menjadi PNS, bisa mendapatkan rezeki dari hasil kerja keras yang lain,” katanya memotivasi.
Untuk menciptakan suatu karya kata Farah, carilah peluang buat ide-ide berkumpul dengan orang-orang yang kreatif, berkumpul dengan UMKM, dan niatkan pahala jariyah yang bisa dibagikan manfaatnya untuk orang lain.
“Intinya semua itu kembali ke niat, kalau niat hanya sekadar untuk mendapatkan uang, maka setiap pekerjaan yang kita lakukan akan mendapatkan uang, tetapi jika niat kita untuk memberi manfaat kepada orang dan menolong agamanya Allah, maka InsyaAllah pahala dunia akhiratnya dapat. Jadi niat kita tidak rugi. Karena Rasulullah pernah berkata, bekerjalah seakan-akan dunia ini akan ada selama-lamanya, tetapi jika bekerja untuk akhirat maka bekerjalah seakan-akan kita mati besok,” ujar Farah Febriani.[]
Laporan Prilli Prisiska
Editor : Ihan Nurdin
Komentar