• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Belajar Geumadee dan Teukeupak di Masa Pandemi

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Rabu, 25/11/2020 - 14:33 WIB
di OPINI, Artikel
A A
Syamsiah Ismail, M. Pd.

Syamsiah Ismail, M. Pd.

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Syamsiah Ismail, M.Pd*

Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 25 November 2020 bernasib sama seperti 2 Mei 2020, Hari Pendidikan Nasional. Hanya tanggalnya saja yang diingat. Tidak ada acara seremonial seperti tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang sejarah munculnya wabah, tahun inilah segalanya teramat sangat berbeda. Hampir genap delapan bulan aktivitas sekolah belajar dari rumah (BDR) atau pendidikan jarak jauh (PJJ). Segala aktifitas lainnya di rumah saja (stay at home). Aktifitas kegiatan belajar mengajar (KBM) tiba-tiba mati tanpa sakit. Hanya sebagian wilayah telah berlangsung KBM tatap muka. Gedung-gedung seperti sekolah, perkantoran, perusahaan, dan sebagainya sepi di tengah keramaian. Guru tak repot memikirkan:“PAKEM apa yang akan diterapkan pada KBM hari ini?” Semua itu karena Covid-19.

Surat Keramat Perintah Geumadee

Tersebab lahirnya Covid-19 membuat beberapa daerah menerapkan beberapa kebijakan untuk warganya. Persoalan viral di tengah pandemi ikut menghayak (menggoyang) dunia pendidikan Aceh. Menjadi perbincangan serius dan sindiran di medsos antar guru dan pemerhati pendidikan. Tidak ketinggalan dalam komunitas whatsApp grub guru.
Bahkan lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) ikut mengapresiasi surat Kadisdik Aceh nomor 978/B/3913/2020 tertanggal 24 April 2020. Perihal, penggalangan dana bantuan untuk siswa kurang mampu jenjang SMA, SMK, dan Sekolah Luar Biasa (SLB) dipicu rawan korupsi. Bahkan ada kalangan tertentu mencari muka untuk bisa mendapatkan proyek.

BACAAN LAINNYA

Mukhlis Puna

Asal Mula Siswa Berkarakter Berawal dari Guru

20/01/2021 - 11:46 WIB
Syamsiah Ismail.

Etos Kerja ala Pengawas Sekolah 4.0

06/01/2021 - 13:18 WIB
Qusthalani, S.Pd, M.Pd

Pendidikan Eksentrik dan Politik Mi Agam

30/12/2020 - 09:21 WIB
aceHTrend.com

LTMPT: SMA di Aceh Tidak Masuk 100 Terbaik Nasional

10/12/2020 - 07:24 WIB

Idealnya, sumbangan diberikan seikhlas pemberi, bukan menentukan jumlah yang harus diberi per paket. Kemudian, “kepada masing-masing Kepala Cabang Dinas Pendidikan di wilayah Aceh, agar berinisiatif memfasilitasi sumbangan dari berbagai sumber (internal dan eksternal yang tidak mengikat). Diberi tenggat waktu hingga 13 Ramadan”. Tepuk jidat!

Salah satu kompetensi guru/kepala sekolah/pengawas sekolah adalah bersikap sosial. Berkaca pada situasi pandemi, guru dituntut mengajar dalam jaringan (online). Entah berapa banyak dana dikeluarkan untuk membeli paket data. Mereka juga memiliki kemampuan ekonomi yang juga tidak kalah buruk di saat ini. Ada guru yang harus banting tulang untuk menghidup keluarganya yang dewasa lebih dari lima orang. Guru Indonesia beda jauh dengan profesi lain. Antara tuntutan dan apresiasi atas pekerjaan tidak balance.

Perintah geumadee (mengemis) untuk alasan kepentingan siswa, menjadi wacana publik. Secara niat sebenarnya positif, patut diapresiasi belum ada di tempat lain. Tetapi, perlu juga dipertimbangkan. ‘surat keramat’ itu akan tertuju kepada guru. Kepala sekolah tak mungkin menalang sendiri dana pribadinya. BOS? Nanti lain pula timbul masalah baru.

Menteri Teukeupak?

Program Menteri Pendidikan di kabinet kali kedua Jokowi memimpin memang unik. Selain usia yang masih sangat muda (35 tahun) juga termasuk generasi milenial. Menitik beratkan penggunaan teknologi yang serba daring dalam segala aktivitas. Nadiem, pendiri perusahaan transportasi daring raksasa, memiliki pikiran kritis dan pebisnis muda yang menjadi role model sempurna di era milenial.

Mendikbud berdarah Minang-Arab kelahiran Singapore. Mengeyam pendidikannya jauh sangat beruntung. Menghabiskan banyak waktu sekolahan hingga kuliahan di luar negeri. Penulis yakin beliau belum pernah menyambangi sekolah-sekolah di daerah 3-T (terdepan, terluar, dan tertinggal) sebelum mendapat kepercayaan Jokowi.

Membaca kabar online DetikNews Sabtu, 2 Mei 2020 “Evaluasi Belajar Online, Nadiem Kaget Dapat Keluhan Tidak Ada Sinyal-Listrik” menandakan Mendiknas tak pernah mau tahu kondisi masyarakat Indonesia. Wajar saja teukeupak (kaget) mendengar berbagai macam kesulitan guru-guru dan sekolah untuk belajar jarak jauh. Ada yang punya koneksi internet, tidak mampu menyediakan data. Belajar yang disiarkan lewat TVRI, tidak ada TV.

Ketika ada pengakuan guru, siswa, dan orang tua yang belum punya listrik, Mas Menteri terkejut? Mas, ini Indonesia! Bukan negara tempatnya berpesta toga(wisuda) menggondol pendidikan strata. Mas Menteri perlu juga‘blusukan’ke area-area pinggiran ibukota. Agar melihat bagaimana masyarakatnya mengisi perut dari nasi buangan yang dipungut dari tong sampah. Bahkan penting sidak ke sekolah-sekolah yang berada ke daerah kepulauan katagori 3-T. Supaya paham berapa banyak anak-anak Indonesia yang punya guru, tetapi mereka melihatnya cuma sebulan 5 hari.

Dalam tulisan ini, saya singgung sedikit kenyataan di lapangan tentang kondisi sebuah sekolah di pulau yang pernah saya kunjungi. Tanpa bermaksud menyalah “kambing hitam” terlebih memburukkan profesi yang saya geluti juga. Dengan tujuan, agar pihak terkait yang berhubungan langsung dengan pendidikan (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, Majelis Pendidikan Daerah, dan Pengawas Sekolah) dapat meluangkan waktu dan memberi perhatian dari segala aspek. Demi keadilan bagi putra putri Aceh di daerah 3-T dalam perolehan hak berpendidikan.

Ada kesedihan penulis yang terjadi secara spontan saat mendapati realita hidup kondisi sekolah. Ketika suatu hari pada Maret lalu sebelum Covid-19 dinyatakan pandemi. Penulis menjelajah ke Pulau Breuh Kabupaten Aceh Besar. Bersama mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kota Jantho yang tergabung dalam tim ARTANCALA Jelajah Budaya. Mempunyai misi untuk “Menelusuri jejak budaya masyarakat dalam menjaga alam.”

Penulis dan dua puluh mahasiswa didampingi beberapa dosen ISBI, bermalam di sebuah gampong (etisnya tidak perlu disebutkan nama gampong). Sejak tanggal 9 sampai dengan 14 Maret 2020. Penulis dan tim tersebut mendapat penginapan di sebuah sekolah dasar (SD) atas rekomendasi kepala desa. Sebab di pulau tersebut belum ada home stay, wisma, atau penginapan lainnya.

Pagi pertama berada di sana, penulis ingin menyapa anak-anak sebelum melakukan aktifitas. Jarum jam di tangan pukul sembilan lebih.Tiba di kerumunan anak-anak, penulis menyapa mereka. Basa – basi ala anak-anak sesaat. Tak lama, para siswa kelas 2, 3, 4, dan 5 menarik-narik lengan penulis (rebutan). Sembari mengiba, “Bu, neu tamong bak glah lon! (Bu, masuk ke kelas saya!)” Ucapan yang diserukan berulang-ulang oleh anak-anak. Kelu lidah dan mengambang

embun di mata melihat hal ini. Merasa dibutuhkan oleh rupa-rupa lugu dan polos dari pulau yang terdiri dari 12 gampong dan 5 mukim.

Mirisnya, penulis mengetahui ada lima guru ditambah seorang kepala sekolah, tak semua mengisi jam kerja. Kebetulan saat itu, “jatah” tugas dua orang. Seorang guru suku Jawa yang lulus Pegawai Negeri Sipil (PNS) jalur 3-T berada di kelas enam. Kelas satu dengan siswa dua orang dikawal oleh kepala sekolah. Pantas saja empat kelas lainnya anak-anak bebas bermain di halaman pada jam KBM berlangsung. Melihat situasi, batin terpanggil. Penulis meminta izin pada kepala sekolah untuk melakukan learning by playing (belajar sambil bermain). Tersentuh perasaan menyadari keadaan yang tak terpikir sebelumnya.

Mendikbud tidak melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana pendidikan anak-anak Pulau Breuh yang terisolir jauh di tengah Samudera Hindia. Lebih dari setengah penduduk di gampong (yang penulis amati) belum menamatkan SD (berdasarkan curhat salah seorang tuha peut). Konon lagi SMP dan SMA yang harus ditempuh jarak lebih kurang 10 km dengan kondisi jalan yang masih memprihatinkan. Tiada kenderaan umum apa lagi GOJEK. Jangankan teknologi, listrik masuk desa saja belum merata. Sebagian masyarakat di perkampungan nelayan itu menggunakan panel tenaga surya untuk menerangi malamnya.

Kesenjangan pendidikan di Indonesia bukan rahasia lagi. Telah menjadi sebuah kebanggaan dan rasa gengsi yang tinggi. Tidak merata kesetaraan pendidikan hingga ke pulau-pulau yang tergolong 3-T merupakan salah satu penzaliman di dunia pendidikan. Ketika menuntut guru beserta siswanya harus mengikuti alur anak sekolah diantar atau pergi dengan mobil mewah. Faktanya anak-anak pulau tidak mengenal transportasi. Kondisi jalan buruk, naik-turun gunung sampai puluhan kilometer untuk mencapai sekolah lanjutan pertama dan atas. Itupun hanya berlaku bagi orang tuanya sanggup menyediakan “motor bodong” bagi anak-anaknya.

Menteri Komunikasi dan Informasi telah berupaya memasang satelit di lingkungan sekolah. Namun, sinyal tidak bersahabat. Datang dan timbul sesukanya. Jika ingin mengakses berita, terpaksa harus berjuang mencari sinyal ke
dermaga. Jaraknya lebih kurang 1 km melalui jalan berbatuan dan hutan di kiri- kanan jalan. Itupun bisa dilakukan jika siang hari. Malam hari?

Memasuki gerbang 75 tahun Indonesia merdeka, masih banyak warga di daerah kepulauan yang belum memiliki sumber air bersih seperti sumur bor. Konon lagi sumur setiap rumah menjadi barang langka. Harga gali sumur yang sangat mahal. Material seperti pasir, semen, dan lain-lain harus diseberangkan dengan kapal kecil dari Banda Aceh. Sebuah alue (sungai kecil) satu-satunya sumber air ada di atas bukit. Itupun ketika kemarau, kering. Ah, Pulau Breuh ikut melengkapi cerita derita keadaan gampong di era milenial.

Jadi jangan teukeupak plus panik jika umumnya anak sekolahan beserta gurunya (contoh daerah 3-T yang penulis bahas) tidak mengenal dunia internet. Kecuali saat mereka keluar dari area tersebut. Jikapun ada sekolah yang beruntung hanya sekolah yang berada di kota kecamatan, tidak seperti gampong yang menjadi sasaran pegamatan penulis.

Sebagai Pengawas Sekolah (PS), penulis menyarankan untuk membuka mata hati. Jika visit sekolah tak hanya sekolah binaan yang mudah dijangkau. Penulis teukeupak kala mendengar bahwa, pengawas tak tentu setahun sekali datang membina. Bahkan ada pengawas binaan diciduk di warung kopi (pulau) oleh kepsek. Kemudian “diculik” untuk memantau sekolah yang dipimpinnya.

Siapapun penanggung jawab pendidikan di Aceh khususnya dan Indonesia umumnya, datang dan melihat langsung sekali saja kondisi sekolah kepulauan beserta perangkatnya. Kemudian ciptakan peraturan sesuai dengan situasi dan kondisi. Pelan, tetapi pasti mengupayakan sarana dan prasarana yang mendukung akses komunikasi serta berbagai fasilitas pendukung yang layak. Nah, wajar jika kemudian menuntut kesetaraan apa saja, termasuk kinerja Pendidik Tenaga Kependidikan (PTK), karena telah memfasilitasi hak guna pakai.

Semua pekerjaan tentu ada risiko dan pertanggungjawabannya kelak. Covid-19 memberi pelajaran penting bagi bangsa sedunia. Ketika bumi sakit tak guna semua yang kita miliki. Terputus semua komunikasi kecuali daring, itupun masih menjadi barang langka bagi sebagian wilayah Indonesia. Semua berpulang ke hati masing-masing tentang langkah majunya pendidikan di negeri ini.

*)Penulis adalah Pengawas SD di Kota Lhokseumawe, anggota IGI Kota Lhokseumawe. Penulis buku bacaan anak pilihan Kemendikbud Jakarta, dan Juara-1 Sayembara Menulis Bacaan Anak Balai Bahasa Aceh.
Email: buksam1969@gmail.com

Tag: Hari Guru NasionalMeugiwangpendidikan acehPulo Breuh
Share12TweetPinKirim
Sebelumnya

Tanpa Paksaan, Ada Umat Katolik Menundukkan Diri pada Hukum Syariah di Aceh

Selanjutnya

Pertama Kali, Unsyiah Gelar Wisuda Daring dan Luring

BACAAN LAINNYA

Ida Hasanah. Alumnus UGM Yogyakarta.
Artikel

Peran Lembaga Penyiaran Di Aceh Dalam Pelestarian Cagar Budaya

Selasa, 26/01/2021 - 17:23 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.
OPINI

LMC (76): Era Islam Klasik: Wabah dan Peradaban (II)

Selasa, 26/01/2021 - 12:44 WIB
Dian Guci
OPINI

Tangan Jahil Kita, Monstera, dan Efek Kupu-Kupu

Selasa, 26/01/2021 - 09:56 WIB
Sadri Ondang Jaya
OPINI

Pelestarian Budaya Lokal Mengangkat Citra Daerah

Senin, 25/01/2021 - 12:46 WIB
Cut Fitri Yana
OPINI

Memaksimalkan Pembelajaran di Masa Pandemi

Senin, 25/01/2021 - 12:34 WIB
Ahmadi M. Isa.
Celoteh

Generasi Muda Aceh Harus ‘Divaksin’

Kamis, 21/01/2021 - 09:40 WIB
Ahmad Humam Hamid, Guru Besar Unsyiah.
OPINI

LMC (76): Orang Tua dan Covid-19: Kenapa Harus Serius?

Selasa, 19/01/2021 - 18:48 WIB
Bendera Pemerintah Otonomi Bangsamoro. Foto?ist.
Jambo Muhajir

Jalan Tengah untuk Bendera Aceh

Selasa, 19/01/2021 - 16:03 WIB
aceHTrend.com
OPINI

Digitalisasi di Sekolah, Burukkah?

Senin, 18/01/2021 - 10:52 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
aceHTrend.com

Pertama Kali, Unsyiah Gelar Wisuda Daring dan Luring

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • aceHTrend.com

    Peran Kaum Muda dalam Perubahan Sosial

    3 shares
    Share 3 Tweet 0
  • Nekat Jual Sabu karena Terhimpit Ekonomi, IRT Hamil Tujuh Bulan di Aceh Utara Ditangkap Polisi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Terduga Teroris yang Ditangkap di Aceh, Mulai Pedagang Buah Hingga PNS

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Polres Langsa Ringkus Pembobol Lab Komputer SMPN 3 Langsa, Satu Orang DPO

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pelajar Asal Aceh Tamiang Meninggal Dunia karena Kecelakaan di Langsa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Salah satu kawasan transmigrasi di Sumatera Barat. Foto/Ist.
Politik

Bila Mau Pindah ke Aceh, Warga Malang, Jawa Timur Dapat Jatah 1 Hektar Lahan/KK

Redaksi aceHTrend
26/01/2021

Munzami HS. [Ist]
Politik

Gubernur Aceh Tunjuk Direktur IDeAS Sebagai Pengawas BPKS

Muhajir Juli
26/01/2021

Ida Hasanah. Alumnus UGM Yogyakarta.
Artikel

Peran Lembaga Penyiaran Di Aceh Dalam Pelestarian Cagar Budaya

Redaksi aceHTrend
26/01/2021

Cut Hasnah @aceHTrend/Masrian Mizani
BERITA

Pemkab Abdya Galang Donasi untuk Korban Gempa Sulawesi Barat

Masrian Mizani
26/01/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.