ACEHTREND.COM,Banda Aceh- Pemerintah Aceh bersama Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Aceh, Kamis (10/12/2020) mengadakan dialog “Kesiapan dan Implementasi Qanun LKS di Provinsi Aceh” dengan substansi membahas sejauh mana kewenangan pihak-pihak terkait dalam merespon berbagai isu mengenai potensi, tantangan dan permasalahan yang timbul pada saat penerapan qanun LKS Nomor 11 Tahun 2018 oleh Lembaga Jasa Keuangan di Aceh.
Dalam paparannya, Kepala OJK Provinsi Aceh, Yusri, menyampaikan informasi bahwa perkembangan keuangan perbankan (konvensional dan syariah) hingga posisi Oktober 2020 di Provinsi Aceh mengalami pertumbuhan dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
Sejak Desember 2018 sampai dengan posisi Oktober 2020, total aset perbankan meningkat sebesar 12%) menjadi Rp68,5 triliun, kredit dan atau pembiayaan meningkat sebesar 3% menjadi Rp37,5 triliun dan dana pihak ketiga meningkat sebesar 9% menjadi Rp43,7 triliun.
Pada periode tersebut dengan akan diterapkannya Qanun LKS dan langkah-langkah bisnis yang telah dilakukan oleh perbankan, market share perbankan konvensional terus menurun, terlihat untuk kredit dari sebelumnya 59,90% menjadi sebesar 23,19% dan dana pihak ketiga dari 47,75% menjadi 14,39%
Penurunan market share perbankan konvensional tersebut sedikit banyaknya tak lepas dari upaya perbankan konvensional yang mulai meminta nasabah dan debiturnya mengalihkan dana simpanan dan pinjaman mereka kepada anak usaha perusahaan yang berbentuk Bank Umum Syariah (BUS) atau kepada Unit Usaha Syariah (UUS) bagi perbankan konvensional yang belum memiliki BUS. Pengalihan tersebut dilakukan perbankan konvensional sesuai dengan rencana bisnis yang telah disusun untuk tahun 2020.
“OJK Provinsi Aceh pada prinsipnya mendukung proses pengembangan ekonomi syariah di Provinsi Aceh. Dukungan yang diberikan OJK tentunya tetap mengacu pada kewenangan OJK sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lebih lanjut mengenai penerapan qanun LKS di Aceh, OJK memberikan ruang bagi LJK untuk menentukan dan mengukur sendiri prospek bisnis dan potensi yang ada di daerah, yang mana hal ini tentunya dijadikan sebagai salah satu penentu kebijakan bisnis di daerah yang dituangkan dalam rencana bisnis masing-masing industri jasa Keuangan,” terang Yusri.
Dalam upaya pengalihan portofolio keuangan perbankan konvensional kepada Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah, OJK Provinsi Aceh mencatat beberapa tantangan dan kendala pelaksanaan penerapan qanun LKS oleh lembaga jasa keuangan di Aceh.
Di antaranya, kajian dan ruang bisnis yang dilakukan oleh beberapa bank memperlihatkan segmentasi bisnis yang dilaksanakan belum sesuai dengan rencana bisnis yang akan dilakukan bank. Sehingga berdasarkan keputusan manajemen, beberapa bank mengambil opsi tutup jaringan kantor tanpa membuka atau mengalihkan ke BUS/UUS.
Tantangan lainnya adalah mengenai penyaluran program Pemerintah Pusat atau bantuan sosial pemerintah yang selama ini disalurkan melalui BUK yang diatur secara teknis salah satunya melalui peraturan kementerian terkait, yang mana belum dapat disalurkan melalui Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah. Hal lain, kurangnya sosialisasi dan literasi ke masyarakat terkait qanun dimaksud menyebabkan banyaknya informasi bias pada masyarakat terkait penerapan qanun LKS di tahun 2022.
“OJK selaku regulator perlu menampung berbagai data, informasi maupun aspirasi yang bersumber dari berbagai elemen masyarakat sehingga harapannya penerapan Qanun LKS tersebut dapat dilaksanakan dengan tepat yang pada akhirnya berujung pada kestabilan pertumbuhan ekonomi, keamanan dan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Aceh,” katanya.
Pada kesempatan itu Yusri memgatakan OJK Aceh berkomitmen untuk senantiasa mendukung pemerintah dalam pengembangan ekonomi masyarakat di Provinsi Aceh dengan tetap memberikan ruang bagi LJK untuk melaksanakan aktivitas bisnis sesuai dengan rencana bisnis masing-masing.
Bertempat di Anjong Mon Mata, Pendopo Gubernur Provinsi Aceh, dialog yang dihadiri oleh berbagai kalangan diantaranya unsur forkopimda, kalangan perbankan, Asosiasi Industri Jasa Keuangan (AIJK), akademisi, Kamar Dagang dan industri (KADIN) serta tokoh masyarakat. Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menampung berbagai pemikiran yang berkembang di dalam masyarakat dalam rangka migrasi dan implementasi sistem perbankan di Aceh. Mendengar aspirasi dari pelaku usaha dan stakeholder yang terkait dengan implementasi Qanun LKS dan menggali pemikiran dan mencari upaya agar dunia usaha, investasi, dan pertumbuhan ekonomi di Aceh tetap berjalan dan pelayanan perbankan di Provinsi Aceh tidak mengalami hambatan.[]
Komentar