ACEHTREND.COM- Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, M. Nasir Djamil, M.Si, menyebutkan kelahiran Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, atau lebih familiar disebut Qanun LKS, tidak diantar dengan baik. Menurut Ketua Forbes Aceh di Parlemen Indonesia itu, hal tersebut dapat dimaklumi, karena qanun tersebut lahir di tengah sibuknya anggota DPRA menyambut tahun politik.
Hal itu disampaikan oleh politisi PKS tersebut, Rabu (30/12/2020) pada acara Public Review: Menelaah Aspek Yuridis Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, yang dihelat oleh Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) di Kryriad Muraya, Banda Aceh.
Pada diskusi publik yang dimoderatori oleh Hasan Basri M. Nur, Nasir Djamil mengatakan sebagai produk pikiran manusia, apalagi disahkan di tengah sibuknya politisi di DPRA menyambut Pileg 2019, Qanun LKS memiliki kelemahan – kelemahan. Di antaranya, perihal Dewan Syariah Aceh (DSA) yang beranggotakan lima orang. Di dalam qanun tersebut tidak diatur kriteria seseorang layak diangkat sebagai anggota DSA.
“Seharusnya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 mengatur tentang DSA. Kriteria menjadi anggota DSA seperti apa? Ini tidak diatur. Sehingga seperti memberikan cek kosong kepada Pemerintah Aceh,” ujar Nasir.
Selain itu di dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam, pada Pasal 21 ayat (2) disebutkan Lembaga Keuangan Konvensional yang sudah beroperasi di Aceh harus membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Tetapi di Qanun Nomor 11 Tahun 2018 hal tersebut tidak disinggung.
Persoalan lainnya, di dalam Pasal 6 Qanun Nomor 11 Tahun 2018, butir b disebutkan: Setiap orang yang beragama bukan Islam melakukan transaksi di Aceh dapat menundukkan diri pada Qanun ini.
“Dalam praktiknya, semua bank konvensional ditutup. Sehingga tidak ada opsi yang bisa dipilih oleh yang non muslim,” ujar Nasir Djamil.
Menurut Nasir, Aceh kehilangan waktu sebanyak dua tahun untuk mempersiapkan diri mengisi kelahiran Qanun LKS. Dua tahun yang seharusnya bisa diisi dengan berbagai terobosan kebijakan dan aturan untuk memperkuat Qanun LKS, justru terbuang sia -sia. “Perubahan dari konvensional ke syariah sebenarnya hajatan sangat besar. Tapi pemerintah tidak menyiapkan panitianya. Tidak ada tim yang dibentuk mengawal implementasinya. Sebuah qanun yang mengatur tentang urat nadi ekonomi, justru dikawal dengan sebuah imbauan oleh pelaksana Nota Dinas Sekda Aceh. Padahal yang dibutuhkan adalah pergub. Imbauan kan biasa dibuat oleh mereka yang tidak punya kewenangan. Posisinya lemah sekali dan terkesan tidak berdaya,” ujar Nasir Djamil.
Pun demikian, di sisa waktu yang masih ada, Nasir menyarankan DPRA melakukan legislative review terhadap Qanun LKS. Semua problem yang dihadapi oleh pelaku bisnis yang selama ini bermitra dengan bank konvensional harus ditampung dan kemudian dijadikan bahan untuk menyusun jalan keluar.
“Kita semua yang ada di sini sepakat dengan lahirnya Qanun LKS. Suara yang menolak dan mendukung adalah bagian dinamika yang harus sama – sama dihargai, didengar dan kemudian dijadikan bahan evaluasi. Kita harus akui Aceh tidak serius ketika mengalami perubahan jenis kelamin perbankan. Dibuat di tengah tahun politik dan kemudian berpolemik di implementasi. Lakukan legislative review agar kelahiran Qanun LKS berguna untuk semua pihak,” imbuhnya.