ACEHTREND.COM,Banda Aceh- Pertumbuhan ekonomi Aceh daru tahun ke tahun hanya 3 sampai 4 persen. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya industri besar di Serambi Mekkah. Uang yang beredar di Aceh bersumber dari belanja pemerintah. Persoalan lainnya, selama ini uang Aceh yang disimpan di perbankan konvensional tidak bisa diakses oleh pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPRA, Dahlan Djamaluddin, S.IP, Rabu (30/12/2020). Politisi Partai Aceh tersebut mengatakan lahirnya Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Aceh, termasuk di akar rumput yang digerakkan oleh UMKM.
Dia memberikan contoh, selama ini uang rakyat Aceh di perbankan konvensional sebanyak 10 % dari total nasional. Tapi dalam implementasinya, perbankan konvensional justru tidak menaruh perhatian besar bagi pengembangan ekonomi berbasis kerakyatan. Uang yang disimpan di sana, dibawa keluar Aceh.
Untuk itu, dia menilai kekhawaatiran berlebihan terhadap Qanun LKS tidak perlu diutarakan lagi. Polemik yang timbul seharusnya sudah selesai sejak qanun tersebut disahkan.
Secara hukum ketika diperintahkan oleh qanun untuk tutup, maka perbankan konvensional harus tutup. Mereka harus beralih ke syariah. Justru yang harus diperkuat adalah perbankan syariah, agar berdaya guna bagi peningkatan ekonomi Aceh.
“Saya ingin sampaikan, tidak ada bisnis besar di Aceh. Di sisi lain kehadiran perbankan konvensional juga tidak bisa membantu menggerakan UMKM. Kondisi ini yang hendak diterobos oleh pemerintah melalui qanun LKS,” kata Dahlan.
Menurutnya, hal yang harus menjadi pokok perhatian adalah, bagaimana tantangan yang terjadi selama ini, dapat diatasi secara bersama -sama, agar ke depan, pembiayaan syariah menjadi produk jasa utama di Aceh, yang dapat menarik minat pihak luar.
“Qanun itu merupakan upaya mewujudkan mimpi besar kita semua tentang financing syariah di Aceh dapar berjalan maksimal. tentu semuanya butuh proses. Hal – hal teknis seperti pelayanan dan biaya – biaya yang timbul, hanya perlu dibicarakan dengan pihak perbankan. Ini kan bisnis keuangan, yang tentu semua hal untuk sama -sama menguntungkan terbuka untuk dibicarakan,” tegas Dahlan.
DPRA sendiri, menurutnya akan melakukan review qanun tersebut, dalam rangka memperkuat keberadaannya. Ikhtiar tersebut, harus juga diimplemantasikan dalam tindakan nyata Pemerintah Aceh.
Ia memberikan contoh, di dalam qanun tidak diberikan mandat siapa yang akan menjalankan proses transisi. termasuk tidak ada tim yang bertugas melisting persoalan yang timbul. “Ini tugas Pemerintah Aceh melalui Biro Hukum dan Biro Ekonomi. Sebut saja, misalnya bank konvensional harus membuka kantor fungsional di Aceh. Bukan kantor kas. Tugasnya melayani penyelesaian persoalan. Hal – hal seperti ini kan hanya perlu disepakati saja dengan mereka. Leading sector yang meiankan peran tersebut adalah Pemerintah Aceh.”
Waktu setahun yang tersisa, menurut Dahlan dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul. Termasuk menerbitkan pergub dan meningkatkan jasa layanan perbankan syariah agar bisa terhubung dengan perbankan lainnya di luar Aceh dan di luar Indonesia.[]