• Tentang kami
  • Redaksi
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
aceHTrend.com
  • HOME
  • SYARIAH
    • MESJID
  • BERITA
    • POLITIK
    • HUKUM
    • DUNIA
  • WAJAH ACEH
    • WISATA
  • LIFE STYLE
    • HIBURAN
  • SPESIAL
    • BUDAYA
  • OPINI
    • ARTIKEL
    • RESAM
  • EDITORIAL
  • LIPUTAN KHUSUS
  • BUDAYA
  • SOSOK
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
aceHTrend.com
Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil

Apa yang Harus Dikritisi dari Qanun LKS?

Redaksi aceHTrendRedaksi aceHTrend
Senin, 04/01/2021 - 11:21 WIB
di OPINI, Artikel
A A
Munawir Abdullah

Munawir Abdullah

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Munawir Abdullah Bin Syeh

Kalau berbicara ekonomi Islam, kemudian referensi atau acuannya hanya sebatas kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS), lalu terjadi justifikasi “benar atau salah”. Tentu hal itu bukanlah sikap yang arif dan bijak. Karena, LKS itu sejatinya adalah sebagai bagian dari salah-satu entitas pelaku usaha di sektor keuangan. Dalam hal ini, mereka hanya sebagai implementasi dari salah-satu instrumen konsep ekonomi syariah. Nah, untuk pemberian justifikasi benar atau tidaknya tentang ekonomi Islam harus dilihat dari konsep ekonomi Islam itu sendiri, yang seharusnya konsep tersebut diadopsi secara menyeluruh oleh LKS.

Sebagai contoh, bila mengacu kepada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 101 tentang pembiayaan mudharabah. Konsekuensi atas akad pembiayaan tersebut adalah terjadi pembagian hasil atas usaha antara pemilik modal (shahibul mal) dengan pelaku usaha selaku pengelola modal atas pembiayaan tersebut (mudharib). Pengakuan seperti ini tentu tidak ditemukan dalam konsep pembiayaan konvensional. Kalau seandainya terjadi pembiayaan seperti ini dalam pembiayaan konvensional, maka tanpa mesti pelabelan syariah, entitas keuangan tersebut sebenarnya telah menerapkan nilai-nilai Islam dalam ber-muamalah.

Lantas pertanyaannya adalah apakah perbankan syariah, khususnya di Aceh telah menerapkan sistem bagi hasil atas pembiayaan akad mudharabah tersebut secara menyeluruh? Atau masihkah berpatokan pada suku bunga atas dasar modal pinjaman kepada nasabah? Bila sistemnya adalah bagi hasil atas dasar keuntungan usaha, maka bisa dikatakan LKS tersebut telah menerapkan salah-satu bagian dari konsep pembiayaan syariah. Namun bila tidak, artinya masih menentukan suku bunga yang didasari pada besaran modal pinjaman/pembiayaan. Maka bisa dikatakan LKS tersebut masih mengandung unsur ribawi sekalipun pelabelan syariah.

BACAAN LAINNYA

Pedagang minuman beralkohol jenis bir di Pantai Kuta, Bali. Johannes P. Christo/Koran Tempo.

Perluas Bidang Usaha Terbuka, Investor Bisa Buka Usaha Produksi Miras di Empat Provinsi

28/02/2021 - 17:50 WIB
Isma  (33) divonis tiga bulan penjara karena melanggar UU ITE. Warga Lhok Puuk, Seunuddon, Aceh Utara tersebut mengupload video percekcokan keuchik setempat dengan ibunya Isma, ke media sosial. Foto/Ist.

Rekam Pertengkaran Keuchik dan Menguploadnya ke Facebook, Ibu Muda di Aceh Utara Dijebloskan ke Penjara

28/02/2021 - 07:24 WIB
Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata/FOTO/DisbudparJamaluddin, SE Ak

Asyik, Terapkan Prokes Ketat Disbudpar Aceh Gelar Festival Kopi Kutaraja

27/02/2021 - 18:52 WIB
Sufri alias Boing (kiri) saat melaporkan pengeroyokan terhadap dirinya, Kamis (25/2/2021). Foto/Ist.

Pidato Rusyidi Keluar Jalur, Munawar Memukul Meja, Boing Dikeroyok di depan Ketua DPRK Bireuen

26/02/2021 - 16:33 WIB

Dalam konteks ini, bila ada ungkapan “tak perlu label syariah atau tidak, yang penting konsepnya” mungkin ada benarnya. Tetapi dengan lahirnya Qanun LKS dan pelabelan syariah, setidaknya ada semangat dan harapan yang tinggi akan “terislamkan” semua LKS di Aceh. Dan hal itu juga tidak tertutup kemungkinan akan “terislamkan” semua lembaga keuangan di Indonesia. Bila kita melihat dan mengacu kepada perkembangan LKS di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

***
Ada hal yang menarik dari hasil testimoni penulis dengan salah-satu praktisi ekonomi Islam. Praktisi LKS tersebut bergerak di bidang pembiayaan, yang meliputi pembiayaan produktif dan pembiayaan non produktif. Funding (pendanaan) LKS tersebut adalah bersumber dari salah-satu perbankan syariah yang ada di Aceh. Lalu saya menanyakan kepada yang bersangkutan tentang konsep pembiayaan yang non produktif tersebut. Kurang lebih pertanyaan adalah “Bagaimana saat pengembalian pinjaman dan keuntungan yang didapatkan dari lembaga pembiayaan dengan menggunakan konsep pembiayaan syariah?”

Secara spontan yang bersangkutan menjawab ada suku bunganya dan saya pun sempat kaget dengan jawaban tersebut. Karena bila kita pahami secara lebih jauh jawaban tersebut, bisa dipastikan tidak ada perbedaan antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah dalam hal penentuan suku bunga dari modal pembiayaan non produktif untuk mendapatkan keuntungan bagi LKS itu sendiri. Karena kedua-duanya masih mengandung unsur ribawi melalui penentuan suku bunga atas dasar modal pinjaman. Kalau hal itu masih terjadi, lantas bagaimana bisa kita mendukung penerapan LKS di Aceh? Toh unsur ribawinya juga masih ada.

Setelah saya coba dalami secara lebih jauh dan “mungkin” dia memahami maksud arah pertanyaan saya tersebut. Lalu dia menjelaskan secara detail salah-satu akad yang digunakan LKS dalam hal pembiayaan non produktif, yaitu akad Istishna’. Berdasarkan release Otoritas Jasa Keuangan Tentang Statistik Perbankan Syariah Oktober 2020. Akad istishna‘ diartikan perjanjian pembiayaan berupa transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan.

Kembali ke testemoni yang penulis lakukan. Dalam bahasa lain, akad istishna‘ adalah perdagangan barang, yang pihak LKS berfungsi sebagai penyedia produk. Kemudian produk tersebut dihitung beban (biaya) produksi dan harga pokok penjualan. Selisih harga penjualan dengan beban produksi itulah yang menjadi profit (untung) atau loss (rugi) bagi LKS. Akumulasi dari beban pembiayaan tersebut dibebankan kepada nasabah dengan sistem pembayaran secara cicilan. Artinya; hasil testimoni ini menggambarkan bahwa LKS mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan produk yang mereka sediakan, bukan berdasarkan penentuan suku bunga atas dasar midal pembiayaan yang telah LKS keluarkan.

***
Lagi-lagi, persoalan rendahnya budaya literasi terkait LKS menjadi faktor utama yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Qanun LKS di Aceh. Dan juga ditambah dengan “keengganan” dari praktisi LKS itu sendiri dalam penyampaian akad perbankan syariah kepada nasabah secara detail dan terinci. Kecuali sang nasabah mau mendalaminya sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan lanjutan. Sehingga “keawaman” tentang ekonomi Islam akan tetap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal yang sungguh disesalkan lagi dalam hal “keawaman” ini adalah; proses transaksi syariah sudah dijalankan dalam penerapan LKS di Aceh, namun stigma negatif dengan menyimpulkan bahwa “tidak ada perbedaan antara LKS dengan LKK” itu masih terjadi.

Hal-hal seperti inilah yang seharusnya perlu dikritisi secara lebih mendalam, bukan kemudian “ditantang” penerapan konsep perbankan syariah itu sendiri melalui penerapan Qanun LKS. Karena berdasarkan pemberitaan dari berbagai media, kritikan tentang Qanun LKS lebih ditujukan kepada hal-hal teknis yang tidak substansial. Seperti macet ATM, antrian panjang, susah transaksi antar lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional dan tek-bengek lainya, yang semua itu dapat dipastikan bukan persoalan yang substansial dalam penerapan ekonomi Islam, khususnya lembaga keuangan syariah.

Jadi, mengenai rencana penerapan perbankan syariah di Aceh melalui Qanun LKS, idealnya, yang harus dikritisi adalah konsep penerapan ekonomi islam itu sendiri. Sehingga stigma perbankan syariah “hanya sebatas pada pelabelan saja” dapat dihilangkan sedikit demi sedikit. Sehingga optimisnya masyarakat Aceh, agar dapat terbebas dari riba di masa yang akan datang akan terwujud, bukan hanya sebatas isapan jempol belaka. []

*)Penulis adalah peminat kajian sosial, politik dan ekonomi.

Tag: #Headlinelksperbanlan syariahQanun LKS
Share49TweetPinKirim
Sebelumnya

Studi: ‘Hormon Cinta’ Bantu Jaga Tulang Kuat Hingga Tua

Selanjutnya

Aceh, Narkoba dan Cinta

BACAAN LAINNYA

Ilustrasi potret kemiskinan Aceh/FOTO/Hasan Basri M.Nur/aceHTrend.
Artikel

APBA 2021 Tidak Fokus Pada Pengentasan Kemiskinan?

Jumat, 26/02/2021 - 07:32 WIB
Marthunis M.A.
OPINI

Anggaran, Kemiskinan, dan Investasi Pendidikan Aceh

Kamis, 25/02/2021 - 12:26 WIB
Ilustrasi/Foto/Istimewa.
Artikel

Carut Marut Tender Di Aceh

Rabu, 24/02/2021 - 13:10 WIB
aceHTrend.com
Artikel

Aceh & Hikayat Som Gasien, Peuleumah Hebat

Senin, 22/02/2021 - 17:41 WIB
Dwi Wulandary
OPINI

Melek Teknologi dengan Mengenali Vektor Versus Raster

Senin, 22/02/2021 - 08:38 WIB
Ilustrasi Kemiskinan/FOTO/Media Indonesia.
Artikel

Aceh Tidak Miskin, Aceh Dimiskinkan!

Minggu, 21/02/2021 - 20:01 WIB
Muhajir Juli
Jambo Muhajir

Rokok Rakyat dan Cerutu Pejabat

Sabtu, 20/02/2021 - 16:57 WIB
Ilustrasi: FOTO/Jawapos.
Artikel

Gurita Korupsi Di Aceh, Siapa Peduli?

Jumat, 19/02/2021 - 12:18 WIB
Saiful Akmal
OPINI

Aceh Meutimphan: antara Kemiskinan dan Politik Peu Maop Gop

Jumat, 19/02/2021 - 09:37 WIB
Lihat Lainnya
Selanjutnya
Muhajir Juli.

Aceh, Narkoba dan Cinta

Kolomnis - Ahmad Humam Hamid
  • Isma  (33) divonis tiga bulan penjara karena melanggar UU ITE. Warga Lhok Puuk, Seunuddon, Aceh Utara tersebut mengupload video percekcokan keuchik setempat dengan ibunya Isma, ke media sosial. Foto/Ist.

    Rekam Pertengkaran Keuchik dan Menguploadnya ke Facebook, Ibu Muda di Aceh Utara Dijebloskan ke Penjara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bermaksud Bertamu, M. Ali Temukan Adiknya Telah Menjadi Mayat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pidato Rusyidi Keluar Jalur, Munawar Memukul Meja, Boing Dikeroyok di depan Ketua DPRK Bireuen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dek Gam Dukung Langkah Mahfud MD Usut Dugaan Penyalahgunaan Dana Otsus Aceh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duga Banyak Penyimpangan, Warga Gampong Jijiem Kembali Segel Kantor Desa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Ikatan Guru Indonesia

UPDATE TERBARU

Pedagang minuman beralkohol jenis bir di Pantai Kuta, Bali. Johannes P. Christo/Koran Tempo.
Nasional

Perluas Bidang Usaha Terbuka, Investor Bisa Buka Usaha Produksi Miras di Empat Provinsi

Redaksi aceHTrend
28/02/2021

Warga Gampong Jijiem, Keumala, Pidie, Sabtu (27/2/2021) malam menyegel kantor keuchik setempat. Foto/Ist untuk acehtrend.
Daerah

Duga Banyak Penyimpangan, Warga Gampong Jijiem Kembali Segel Kantor Desa

Muhajir Juli
28/02/2021

Nasya
BUDAYA

Puisi-Puisi Nasya Febrila

Redaksi aceHTrend
28/02/2021

Alya Amira Asshifa
BUDAYA

Puisi Alya Amira Asshifa

Redaksi aceHTrend
28/02/2021

  • Tentang kami
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak kami
  • Kebijakan Privasi
  • Sitemap
Aplikasi Android aceHTrend

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.

Tidak Ditemukan Apapun
Lihat Semua Hasil
  • HOME
  • BERITA
  • BUDAYA
  • EDITORIAL
  • LIFE STYLE
  • LIPUTAN KHUSUS
  • MAHASISWA MENULIS
  • OPINI
  • SPECIAL
  • SYARIAH
  • WISATA

© 2015 - 2020 - PT. Aceh Trend Mediana.