Oleh Fitriadi, S.Pd.I., M.Pd.*
Selama ini penulis banyak menemukan fakta bahwa ternyata seorang pimpinan tidak selalu memimpin. Mereka punya Surat Keputusan (SK), namanya tercantum sebagai pimpinan yang diangkat oleh pejabat tertentu, mereka juga yang punya wewenang menandatangani surat-surat resmi tetapi fakta sesungguhnya mereka belum tentu seorang pemimpin. Labelnya pimpinan tetapi faktanya ia belum tentu seorang pemimpin.
Muncul pertanyaan, adakah bedanya seorang pimpinan dengan pemimpin? Jawabannya Jelas ada. Seorang pimpinan secara dejure dan tertulis memang resmi dilantik dan diangkat sebagai pimpinan, sementara seorang pemimpin belum tentu punya Surat Keputusan (SK) atau dilantik secara resmi namun pengaruhnya justeru lebih kuat dibandingkan seorang pimpinan.
Seorang pimpinan dalam bekerja boleh jadi menguras energi anggota timnya. Setiap orang berusaha menghindar bertemu dengannya sebab setiap bertemu yang didapat adalah stres, sakit hati, demotivasi dan hal-hal buruk lainnya. Anggota timnya bekerja tanpa ruh dan energi. Kerja hanya sekedar memenuhi job description yang sudah ditetapkan.
Sementara seorang pemimpin merupakan sumber energi bagi anggota timnya. Para anggota tim mendapat suntikan energi, semangat, ilmu, ide dan gagasan baru usai berjumpa dengannya. Anggota tim happy meski mendapat tugas, pekerjaan atau kegiatan baru yang besar dan menantang. Hasil pekerjaannya menjadi lebih berkualitas karena dilakukan dari lubuk hati terdalam. Pencapaian target kerja lebih mudah diwujudkan dengan penuh suka cita.
Seorang pimpinan yang hanya bangga dengan statusnya sebagai pimpinan, biasanya memiliki dua ciri utama yaitu marah dan memerintah. Setiap bertemu dengan anggota tim sebagian besarnya adalah memerintah. Apabila tidak ada perintah, dia marah. Marah adalah perwujudan karena pimpinan itu tidak punya kemampuan.
Ada pula kebiasaan pimpinan masa lalu yang sudah tertinggal namun masih sering digunakan seorang pimpinan, yaitu menunjukkan bahwa dia merupakan sumber utama solusi. Ia merasa punya banyak pengalaman dan jam terbang, lebih banyak tahu dan paham tentang banyak persoalan yang akhirnya berujung kepada keinginannya untuk menjadi sumber solusi utama.
Padahal, tren terbaru model kepemimpinan adalah seorang pemimpin itu hanya menunjukkan berbagai alternatif jalan dan biarkan anggota timnya yang menemukan solusinya sendiri. Era yang berubah begitu cepat tidak boleh tergantung kepada pimpinan, semua pihak wajib bergerak dan menggerakkan ke arah yang hendak dituju. Dan yang bisa menggerakkan semua lini adalah pemimpin yang benar-benar memimpin, bukan yang hanya berstatus pimpinan.
Seorang pemimpin memang tidak harus menjadi pimpinan. Namun menurut penulis, yang terbaik adalah pimpinan yang benar-benar menjadi pemimpin. Salah satu ciri utama pimpinan yang benar-benar menjadi pemimpin adalah impaction. Keberadaanya memberikan impact bagi peningkatan kinerja dan mendorong anggota timnya untuk action meski tanpa kehadirannya.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam penentuan peningkatan kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 15 Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018, tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah, adapun tugas pokok kepala sekolah adalah, beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan. Dengan demikian dalam mengelola sekolah, kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala sekolah merupakan motor penggerak penentu arah kebijakan menuju keberhasilan sekolah dan pendidikan secara luas.
Ciri atau karakter seorang pemimpin menurut Griffin dalam buku Novianty Djafri yang berjudul Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah dapat dijelaskan melalui tiga pendekatan yaitu sebagai berikut. Pertama, pendekatan yang memandang keberadaan kepemimpinan sebagai: (a) kepemimpinan berasal dari bakat yang dibawa dari lahir; (b) kepemimpinan oleh perilaku dan (c) kepemimpinan situasional.
Pendekatan yang pertama, pendekatan yang memandang bahwa kepemimpinan merupakan bawaan lahir, menyatakan bahwa hanya orang-orang yang memiliki seperangkat sifat atau bakat yang memiliki kemampuan untuk memimpin.
Kedua, pendekatan kepemimpinan berperspektif perilaku yang pada dasarnya mempelajari kepemimpinan berdasarkan keterampilan yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Keterampilan ini secara garis besarnya dapat dibagi ke dalam tiga kategori keterampilan utama; (a) teknik, (b) manusiawi, dan (c) konseptual. Keterampilan teknik terkait dengan pengetahuan dan kemampuan seseorang melakukan pekerjaan yang bersifat teknik; keterampilan manusiawi merupakan kemampuan seseorang bekerja secara efektif dengan orang-orang dan membangun tim kerja dan ini merupakan bagian dari kepemimpinan perspektif perilaku; keterampilan konseptual adalah kemampuan seseorang berpikir dalam bentuk model-model, kerangka kerja dan hubungan yang luas lainnya.
Seorang pemimpin agar dapat melaksanakan kepemimpinan dengan baik harus memiliki keterampilan dalam penguasaan teknik, menjalin hubungan dengan orang-orang dipimpinnya maupun dengan individu yang berhubungan dengan organisasi yang dipimpinnya serta mampu membuat model dan kerangka kerja serta melakukan hubungan yang luas baik formal maupun informal.
Ketiga, pendekatan situasional yang dibangun di atas asumsi bahwa tidak ada satu cara pun yang dapat mengarahkan manusia untuk bekerja pada semua situasi, dengan demikian seorang pemimpin harus memiliki perilaku yang fleksibel, mampu mendiagnosis gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang dihadapinya, serta mampu menerapkannya dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, mengingat sekolah merupakan tempat “produksi” manusia untuk menjadi individu yang berkarakter serta memiliki kompetensi dalam menghadapi masa depan yang nyata, maka sekolah sangat membutuhkan pimpinan yang memiliki jiwa pemimpin sehingga bisa menggerakkan program-program unggulan untuk peningkatan mutu pendidikan sesuai perkembangan zaman.
*)Penulis adalah Sekretaris IGI ACEH.