Oleh Afrizal, S.Tr.T
Saat ini revolusi digital sedang marak terjadi di seluruh dunia. Penggunaan teknologi seperti big data, internet of things (IOT), cloud database, blockchain, dan lain-lain berangsur angsur mengubah pola kehidupan masyarakat kita.
Revolusi digital ini juga menyasar dunia pendidikan kita tanpa terkecuali, sebagai contoh para siswa dan siswi semakin mudah mendapatkan informasi hanya melalui internet. Bahkan mereka bisa memanfaatkan internet sebagai solusi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Namun, hal ini juga membutuhkan perhatian para orang tua maupun guru untuk mengontrol penggunaan smartphone pada anak anak didiknya.
Dalam beberapa tahun terakhir, beredar sangat banyak opini pro dan kontra dalam digitalisasi sekolah di Indonesia. Banyak yang menganggap bahwa digitalisasi ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi pelajar di Indonesia. Kekhawatiran ini bukan hanya timbul dari orang tua murid sendiri, melainkan juga banyak guru yang mengkhawatirkan dampak negatif penggunaan telepon seluler oleh anak.
Padahal perangkat teknologi seperti smartphone ataupun internet itu sendiri sangat membantu dalam proses belajar mengajar di sekolah. Maka dari itu dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk meminimalkan dampak negatif yang bisa ditimbulkan dan penggunaan gawai untuk tujuan positif harus diberi ruang sebesar besarnya.
Contoh lain dari dampak positif teknologi terhadap dunia pendidikan ialah munculnya metode-metode pembelajaran baru yang memudahkan dalam proses interaksi belajar mengajar. Seperti yang sudah kita alami selama masa pandemi ini, ketika setiap sekolah beramai-ramai menciptakan inovasi baru dalam pembelajaran secara daring seperti menggunakan Google Classroom, Google Meet, Zoom, Quizizz, pembuata video pembelajaran melalui YouTube, dan masih banyak lagi metode yang unik dan kreatif. Tidak hanya itu, sekarang ini platform untuk belajar online semakin banyak seperti Ruang Guru, Rumah Belajar, Meja Kita, dan lain-lain yang bisa dimanfaatkan untuk belajar secara mandiri.
Dampak positif lainnya adalah guru tidak lagi menjadi satu satunya sumber ilmu pengetahuan, artinya siswa tidak perlu lagi terpaku pada satu sumber informasinya saja, tetapi juga bisa mengakses materi pelajaran dari sumber lainnya langsung di internet. Adapun peran guru di sini bukan hanya lagi sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pembimbing siswa untuk mengarahkan dan memantau jalannya pendidikan.
Meskipun pembelajaran daring dirasa kurang efektif, tetapi pembelajaran secara daring ini bisa kita terapkan untuk para murid yang berhalangan hadir ke sekolah. Dengan begitu, siswa yang tidak hadir ke sekolah tersebut tetap bisa bisa mengikuti materi yang terlewatkan secara daring dengan cara mengakses materi dari internet atau guru yang bersangkutan membagikan materi yang sedang dipelajari.
Di masa pandemi, penggunaan teknologi pada dunia pendidikan hampir tidak dapat dipisahkan lagi, baik di tingkat SD, SMP, maupun SMA semuanya memulai pembelajaran dengan menggunakan smartphone secara daring. Berbeda halnya dengan tingkat SMP dan SMA yang kebanyakan muridnya sudah memiliki dan mahir menggunakan gawainya sendiri, pada tingkat SD mau tidak mau orang tua harus menemani anak-anaknya untuk belajar secara daring.
Pemanfaatan teknologi di sekolah pada masa pandemi tentu harus didukung dengan kemampuan para guru di bidang tersebut, pasalnya masih banyak juga guru yang kemampuan pemanfaatan teknologi meragukan. Hasilnya, banyak anak yang mendapat kualitas pendidikan pengajaran yang rendah dan tak sedikit pula para guru harus mengulang materinya berkali-kali untuk membuat anak-anak asuhnya memahami materi tersebut.
Di samping manfaat dan dampak positif yang diberikan oleh perkembangan teknologi itu sendiri, tak bisa kita pungkiri bahwa juga akan muncul dampak negatif juga terutama dalam proses pendidikan. Contohnya, sekarang sangat banyak anak-anak di Indonesia yang menghabiskan waktu berjam-jam dengan gawai mereka yang akhirnya dapat membuat mereka kecanduan. Hal tersebut tentu saja tidak baik dan membutuhkan perhatian kita bersama terutama para orang tua dan guru untuk mengontrol penggunaan gawai pada anak.
Contoh lain yang marak terjadi sekarang adalah tren berkata kasar yang sudah dianggap lumrah di jagat maya. Dengan banyaknya kata-kata kasar di internet yang diutarakan secara bebas membuat anak juga ikut-ikutan berkata kasar baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Padahal, meskipun identitas kita sulit diketahui di dunia maya, tetapi budaya sopan santun tetap harus diutamakan.
Dampak negatif lainnya yang bisa timbul ialah munculnya sikap apatis pada tiap-tiap individu baik dari pelajar maupun dari guru yang mengajar. Hal itu dapat dilihat ketika kelas daring dengan sistem pembelajaran yang tidak saling bertemu antara peserta didik dan pengajar, membuat kelas daring tidak aktif dalam belajar mengajar dan hasilnya membuat kegiatan belajar mengajar tidak maksimal.
Beberapa sekolah terutama di sekolah swasta cukup siap untuk mendigitalisasi sekolah mereka. Berbeda halnya dengan sekolah negeri yang tampaknya belum cukup siap untuk perubahan tersebut. Bahkan di beberapa sekolah juga masih ada guru belum mengerti sama sekali cara mengoperasikan komputer. Untuk itu, kesiapan digitalisasi sekolah ini sangat perlu dibarengi dengan kemampuan para guru dalam menguasai teknologi. Maka, perlu rasanya bagi para guru untuk terus belajar di bidang teknologi yang tidak pernah hentinya berkembang. Karena seiring berjalannya waktu perkembangan teknologi pasti akan berkembang pesat dan mau tidak mau kita pasti akan sangat perlu menguasainya.
Terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkan, pemanfaatan teknologi untuk sekolah diyakini proses belajar mengajar akan menjadi lebih menyenangkan dan lebih bervariasi. Dengan berjalannya digitalisasi sekolah bukan berarti proses pembelajaran tatap muka dihapuskan, proses pembelajaran tatap muka dengan guru di sekolah tetap sangat penting dan tidak tergantikan. Hanya saja proses belajarnya sendiri akan diperkaya dengan pemanfaatan teknologi itu sendiri.[]
Penulis adalah guru IT dan staf Pusdatin di Sekolah Sukma Bangsa Pidie
Editor : Ihan Nurdin